Sakit

11.7K 1.1K 31
                                    

Sudah semalam Ara hanya berbaring di kasurnya. Ia sangat tidak enak badan. Suhu badan panas dan kepalanya nyeri. Pagi ini kondisinya belum membaik. Obat yang disediakan oleh pelayan dirumahnya juga diabaikan.

Tadi malam, Ara berpikir jika ia hanya kurang istirahat. Tetapi setelah ia tidur, tidak ada perkembangan. Bahkan Ara belum mengabari Chika. Ponselnya mati. Hari ini Ara juga tidak bisa berangkat ke sekolah.

Ara hendak bangkit dari kasur, tapi karena dirinya belum sepenuhnya sadar akibat terlalu pusing, badannya terhuyung.

"Arghhh." ucap Ara. Tangannya berusaha memegang meja disebelahnya agar tidak terjatuh. Ara kembali merebahkan dirinya ke kasur. Ia tidak ada cukup tenaga untuk ke kamar mandi.

---

Bel pulang sekolah berbunyi. Chika hari ini tidak bisa fokus. Ia khawatir karena Ara tidak bisa dihubungi sama sekali. Tadi pagi juga Ara tidak menjemput Chika untuk berangkat sekolah bersama. Saat ini, Chika sedang membereskan barang-barangnya.

"Ada masalah, Chik?" tanya Ashel yang melihat Chika gelisah.

"Enggak kok. Gue pamit duluan ya." jawab Chika. Ia menatap Jinan, Ashel, dan Dey bergantian. Mereka bertiga mengangguk.

"Hati-hati." ucap Jinan. Mereka bertiga paham, Chika memang tidak pernah mengeluh dan menceritakan masalah pribadinya ke mereka.

Chika lalu bangkit dan melangkah keluar kelas. Di depan kelas, Ia bertemu dengan Mira yang juga ingin pulang.

"Mira." panggil Chika.

Mira yang saat ini berdiri tak jauh dari Chika, tersenyum canggung. Ia bisa mentap Chika sedekat ini, aura kecantikan Chika sangat kuat.

"Kenapa, Chik?" tanya Mira.

"Lo tau kabar Ara?" Chika bertanya langsung ke intinya.

Mira menggeleng. "Ara ga kasih kabar ke kita kenapa ga sekolah." jawab Mira.

Chika menghela napasnya, ia berharap mendapatkan informasi tetapi ternyata tidak.

"Oke. Thanks Mir, gue permisi." ucap Chika. Chika tersenyum tipis ke Mira lalu melangkah lagi menuju mobilnya.

Mira menghela napas lega. Ia tidak kuat ditatap Chika seperti tadi, ditambah Chika senyum ke arahnya. "Buset, jantung gue ga aman."

---

Tidak ada pilihan lain, Chika harus mendatangi apartment Ara. Saat ini ia sudah berada di depan pintu apartmentnya. Chika menekan bel dan pintu dibuka oleh pelayan.

"Selamat sore." sapa pelayan Ara tersenyum ke arah Chika.

"Sore. Ara ada?" jawab Chika.

"Non Ara ada di kamarnya. Semalam Non Ara tidak enak badan. Sampai sekarang belum keluar kamar sama sekali." jawab pelayan itu. Untungnya, Ara pernah membawa Chika ke apartmentnya, sehingga pelayan bisa mengenali Chika.

"Terimakasih." ucap Chika kepada pelayan. Perasaan Chika tidak enak. Chika langsung berjalan cepat ke arah kamar Ara.

Chika mengetuk pintu kamar Ara tetapi tidak mendapatkan jawaban. Chika membuka pintu dan melihat Ara terbaring di kasur dengan wajah yang sangat pucat. Chika duduk di pinggir kasur Ara.

"Ara," panggil Chika. Raut wajah Chika sangat khawatir. Ia mengusap pipi Ara dan terkejut dengan suhu badan Ara yang panas. Tangannya tergerak memegang kening Ara. Ternyata memang suhu badan Ara setinggi itu.

Ara merasakan ada yang menyentuh wajahnya lalu ia perlahan membuka mata. Ara tersenyum melihat Chika ada di sebelahnya.

"Sayangg..." ucap Ara lirih. Ia lalu berusaha duduk dengan sisa tenaganya dan memeluk erat Chika. Ara membenamkan wajahnya ke ceruk leher Chika, mencari kenyamanan.

Chika membalas pelukan Ara dan mengusap punggung Ara. Suhu badan Ara yang sangat panas bisa Chika rasakan di tubuhnya.

"Kenapa ga ngabarin aku kalo sakit?" tanya Chika lembut.

"Handphone aku mati dari kemarin." jawab Ara.

"Badan kamu panas banget, aku panggil dokter ya?" ucap Chika.

Ara menggeleng. Ia semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher Chika.

"Yaudah sebentar, aku mau minta tolong bibi buat beli kompres. Lepasin dulu, Ara." Chika masih mencoba membujuk Ara.

Ara menggeleng lagi. Chika mengusap rambut Ara lembut.

"Sayang," panggil Chika. Ini pertama kalinya Chika memanggil Ara seperti itu. Ara menarik kepalanya mundur dan kini mereka saling menatap. Chika tersenyum hangat. Tangan kanannya mengusap pelan pipi Ara.

"Aku mau ke bibi dulu. Minta tolong bawain kompres sama makan. Itu obatnya belum kamu minum. Habis itu aku temenin kamu tidur. Oke?" titah Chika lembut.

Ara hanya mengangguk pasrah. Ini pertama kalinya Ara memperlihatkan sisi barunya ke Chika, Ara manja.

"Pinternyaa, yuk tiduran lagi dulu." Chika mencium pipi Ara lalu membantu Ara merebahkan diri lagi.

"Jangan lama-lama." ucap Ara.

"Iya sayang." Chika berjalan keluar kamar. Ara hanya menatap Chika yang menutup pintu kamarnya lagi.

---

Chika sudah menempelkan kompres ke dahi Ara. Tadi ia juga sudah menyuapi Ara dan memastikan Ara meminum obatnya. Setelah itu, Chika menyuruh Ara tidur dan berakhir Chika juga tertidur memeluk Ara.

Ara terbangun. Ia merasa sakit di kepalanya sudah hilang. Ara mengubah posisi, sebelumnya Ara tidur dengan membenamkan wajahnya ke ceruk leher Chika. Namun sekarang Ara menggunakan tangannya untuk dijadikan bantal oleh Chika dan kini Ara yang memeluk Chika.

"Makasih." ucap Ara. Ia mengecup lembut kepala Chika yang masih tertidur.

Ponsel Ara berdering. Tadi Chika sudah mengisi daya ponsel Ara. Ara menjawab panggilan itu.

"Halo?" ucap Ara.

"Iya inget. Besok Ara pulang." Ara membalas suara dari ponselnya.

"Malam juga." ucap Ara. Ia mengakhiri panggilan tersebut. Ara menghela nafasnya. Lusa ada acara yang harus Ara datangi.

Ara kembali memfokuskan dirinya ke Chika. Ia memandangi wajah pacarnya yang sangat tenang itu.

"Beruntung banget ya aku bisa milikin kamu. Aku janji ga bakal ninggalin kamu, kecuali Tuhan minta aku balik nantinya." Ara mencium kening Chika lama. Setelah itu ia mengeratkan pelukannya pada Chika dan kembali memejamkan matanya.

TBC

Vote sama comment jangan lupa 🤍

Nih aku kasih bacaan, istirahat bentar overthinkingnya yaa.

Reach You (Chikara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang