Gerald dan Aya bertengkar lagi. Kali ini karena Aya yang meminta Gerald sedikit meluangkan waktu untuk keluarganya. Aya hanya meminta sedikit waktu Gerald untuk sekedar berjalan-jalan bersama keluarga. Seperti permintaan Christy.
Lagi dan lagi Gerald tidak bertanggung-jawab dan pergi. Sosok pemimpin perusahaan Tamra yang sukses, tetapi mengapa ia gagal menjadi kepala keluarga? Mau bagaimana lagi, ikatan yang dipertahankan bukan karena cinta, melainkan status.
Sedari tadi, Chika mengamati Gerald dan Aya dari lantai 2. Ia akan bertindak lebih jika papanya itu menyentuh mamanya. Setelah Gerald pergi, Chika masuk ke kamar dan menelfon seseorang.
"Ara,"
"Iya, kenapa Chik?"
"Raa,"
"Kenapaa?"
"Araa,"
"Iya Chika, ada apa?"
Chika menghela napasnya berat. Ia tidak yakin apakah mengajak Ara keluar adalah keputusan yang tepat atau tidak. Ia berpikir dan mendiamkan Ara dalam kondisi telfon masih tersambung.
"Chika?" panggil Ara.
"Bisa kerumah?" tanya Chika.
Ara paham, mungkin Chika butuh seorang teman. Mama Chika sendiri yang bilang jika Chika menutup dirinya dari orang-orang. Ara tidak tau masalah apa yang dimaksud, tetapi ia akan berusaha ada pada saat Chika membutuhkannya.
"Tunggu 30 menit lagi, aku kesitu. Kita cari makan ya." ucap Ara.
"Iya." jawab Chika.
---
Ara menghentikan mobilnya di salah satu restoran seafood yang cukup terkenal. Ara dan Chika sudah masuk ke restoran, mereka sedang menunggu pesanan datang.
"Makasih, Ara." Chika yang saat ini hanya memakai hoodie hitam tetapi tetap terlihat cantik.
Ara tersenyum "Ga perlu bilang makasih, Chika. Kan kemarin aku yang nawarin kamu. I want being someone you calls, when you need."
"Aku lagi mencoba, bantu aku percaya sama kamu, Ra." ucap Chika.
"Pasti." jawab Ara.
Chika mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kedua matanya menangkap sosok yang tak asing. Gerald. Chika melihat Gerald sedang duduk berdua dan bermesraan di salah satu meja restoran itu. Hati Chika tersayat, pikiran ia langsung tertuju kepada mamanya dan Christy. Chika mengangkat sudut bibir kanannya keatas dan matanya terpejam. Tujuan ia mengajak Ara keluar adalah untuk mencari ketenangan, tetapi yang ia dapat ternyata melihat papanya seperti itu.
Ara menyadari perubahan ekspresi Chika yang tiba-tiba. Matanya mengikuti kemana Chika memandang. Ia tidak tahu persis apa yang terjadi, tapi ia yakin Chika sudah tidak nyaman. Ara memegang tangan Chika yang berada di atas meja.
"Chika, kita pindah yuk? gausah dipikirin makanannya. Aku yang urus." ucap Ara sambil mengusap lembut tangan Chika.
"Tapi Ra.." Chika kini memusatkan pandangannya ke Ara.
"Udah gapapa, kita pindah dulu." ucap Ara lembut. Ia melihat pelayan membawakan pesanan ke meja mereka.
"Maaf, saya akan bayar tagihannya tapi makanan yang sudah saya pesan boleh minta tolong dibungkus untuk anda saja?" tanya Ara.
Pelayan itu mengangguk paham "Baik, ini tagihannya, dan terimakasih untuk makanannya."
Ara hanya tersenyum tipis. Setelah membayar, ia menggandeng tangan Chika keluar restoran dan masuk ke mobil.
"Chika," panggil Ara. Ia melihat Chika yang sedang menunduk dengan pikiran kosongnya.
"Hey, lihat aku sebentar." Ara menggerakan tangan kanannya dan meraih rahang Chika untuk menghadapkan pandangan Chika agar mau menatapnya.
Ara tersenyum saat pandangan mereka bertemu, ia mengusap pelan pipi Chika. Chika yang ditatap seperti itu semakin tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Air mata Chika menetes. Ara menghapus air mata itu dengan jarinya dan menarik Chika kedalam pelukannya.
"Nangis aja, aku temenin kamu disini. Jangan simpen semuanya sendiri." Ara berucap sembari mengusap lembut kepala Chika.
Chika menaruh wajahnya di ceruk leher Ara, mencari kenyamanan disana. Tangannya sudah memeluk Ara erat. Ia merasa tersentuh karena Ara peka akan keadaan tanpa perlu bertanya apa yang sedang terjadi kepadanya. Ara bisa melakukan apa yang masih bisa dia usahakan. Chika menangis menumpahkan semua kesedihan yang hampir 2 tahun ini ia pendam sendiri. Chika selalu menangis sendiri, namun kali ini ada seseorang yang menenangkan pada saat kondisi Chika sedang tidak stabil.
Chika melepaskan pelukannya. Ara tersenyum menatap sendu dan menangkup pipi Chika dengan kedua tangannya.
"Udah tenang?" tanya Ara lembut, ia menghapus sisa air mata Chika yang masih ada.
Chika mengangguk.
"Kita cari makan ke tempat lain yaa. Kamu mau beli eskrim dulu?" tanya Ara lembut.
Chika tersenyum. Ia mengangguk semangat. Eskrim menjadi salah satu yang bisa membuat mood Chika lebih baik.
Ara terkekeh, ia gemas melihat tingkah Chika. Ia melajukan mobilnya ke minimarket dan membeli eskrim untuk Chika. Setelah itu baru dia mengajak Chika untuk makan di restoran lainnya.
TBC
Vote sama comment jangan lupa 🤍
![](https://img.wattpad.com/cover/279871644-288-k940361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reach You (Chikara)
RomanceYessica Tamara, perempuan yang bisa dibilang hampir sempurna karena cantik dan bisa segalanya. Apakah ada seseorang yang bisa meluluhkan hatinya? Zahra Nur Khaulah, sosok perempuan yang bisa cuek maupun bisa sangat perhatian. Ia tertarik dengan Chi...