Istana diselimuti oleh kesedihan atas kepergian Puteri Mahkota Seo Yoojung. Gasih manis, lembut dan sopan tersebut sudah mencuri hati para pelayan kerajaan.
Sikapnya yang sopan, santun, rendah hati dan sangat murah senyum itu benar-benar sudah memberi perubahan dan meninggalkan jejak yang sangat baik bagi para penghuni Istana.
Pelayan Choi selaku kepala pelayan untuk Puteri Mahkota menunduk dan menangis tersedu-sedu saat Tuannya pergi meninggalkan raganya di bumi. Pelayan Choi tidak percaya gadis sebaik Puteri Mahkota harus terbunuh.
Hari siapa yang tega sekali menyakiti gadis lembut itu. Pelayan inti yang melayani Puteri Mahkota berlutut sambil memangis dikamar yang sering dipakai oleh Puteri Mahkota.
Beberapa prajurit pun disiagakan menjaga kamar tersebut agar tidak ada sembarangan orang yang memasuki kamar Puteri Mahkota.
-
Sautan kemenangan begitu terdengar suka cita saat mendengar berita kematian Puteri Mahkota. Bahkan dengan tidak sopannya mereka meminum arak dan ditemani oleh beberapa perempuan penggoda.
Berseru dan tertawa terbahak mengetahui rencana mereka berhasil menyingkirkan Puteri Mahkota. Segala ungkapan suka cita mereka lontarkan merayakan kemenangan mereka kali ini.
Beberapa orang bahkan sudah mulai mabuk dan terlena dengan godaan perempuan cantik yang mereka sewa. Tidak ada sama sekali suasana duka, mereka mana peduli dengan hal tersebut.
Menteri Yoon bahkan hanya duduk tenang sesekali tertawa melihat kelakuan rekan-rekannya yang mulai gila. Dan hanya Menteri Shin yang masih ikut sadar tanpa ikut mabuk menemani Menteri Yoon.
"Ini hanya baru permulaan saja bukan, Menteri Yoon?" tanya Menteri Shin.
"Masih banyak kejutan yang menanti mereka, biarkan mereka berduka dan menangisi matinya Puteri Mahkota"
-
"Selir Yoon, telah tiba" seru kepala pelayan mengabarkan kedatangan Selir Yoon ke kediaman Ibu Suri.
Dengan langkah anggun dan raut wajah yang bahagia Selir Yoon memasuki ruangan Ibu Suri. Suasana hatinya sangat bagus sekali mendengar kematian Puteri Mahkota, matanya berbinar serta senyuman tak pernah hilang dari wajahnya sedari masuk ke paviliun Ibu Suri.
Akhirnya, setelah penantian panjang mereka bisa menyingkirkan salah satu dari mereka, Putri Mahkota Seo Yoojung. Wanita lembut namun menyimpang belati dipunggungnya, sosok yang terlihat polos dan lugu hanyalah topeng semata.
Betapa kesalnya Selir Yoon direndahkan oleh Putri Mahkota Seo, dia berani mengancamnya dengan wajah tersenyum lembut namun matanya menusuk bagai pedang panjang menikam dadanya.
"Ibu Suri" panggil Selir Yoon memberikan hormatnya, sedangkan Ibu Suri hanya menyesap teh nya dengan tenang.
"Selir Yoon, wajahmu benar-benar mengesalkan. Jangan sampai terlihat oleh mereka" sindir Ibu Suri, namun hanya cengiran lebar dari Selir Yoon.
"Ibu Suri, bagaimana aku tidak bahagia jika salah satu halangan kita akhirnya tersingkirkan juga" ujarnya semangat.
Menghela napas bahagia "Akhirnya, kita bisa memasuki wilayah Putera Mahkota. Ayah memang luar biasa".
Ibu Suri hanya tersenyum miring "Jangan bahagia dulu, ini hanya baru permulaan nya saja. Akan ada banyak kejutan didepan, persiapkan dirimu" Selir Yoon semakin tersenyum lebar.
"Perlihatkan sedikit rasa sedihmu, dan berdandan cantiklah saat melihat kehancuran mereka"
-
Rombongan pasukan Putera Mahkota, Letnan Hwang dan Letnan Son terus berjalan menembus hutan lebat. Masing-masing dari mereka hanya terdiam sunyi, suasana duka dan sedih begitu kental dalam rombongan mereka.
Raut terluka dan kehilangan tercetak jelas diwajah Putera Mahkota, binar dimatanya meredup, wajahnya gelap nan pucat. Perasaan senang dan lega hanya sesaat mereka rasakan setelah menang dalam pertempuran.
Kabar mengejutkan yang dibawa dari Istana membungkam mereka semua, kematian Puteri Mahkota menjadi penyulut pertempuran besar ini. Putera Mahkota tidak akan diam, dia benar-benar akan membalas mereka semua.
Mereka sudah berani menyentuh Puteri Mahkota, menyentuh calon istrinya, Permaisuri masa depan Joseon, Ibu Negara bagi negeri ini. Jika mereka benar-benar mengibarkan bendera perang, maka Putera Mahkota dengan senang hati akan mengikuti permainan mereka.
Letnan Hwang dan Son hanya saling melirik, bertukar tatapan penuh makna untuk menyikapi dan mencari jawaban atas kejadian ini. Musuh yang mereka lawan kemarin sangatlah mudah lalu kematian tiba-tiba Puteri Mahkota.
Ini semua terlalu tiba-tiba dan mencurigakan, mereka tahu bahwa para bedebah itu menargetkan siapapun termasuk Puteri dan Putera Mahkota, tapi mereka terlalu arogan.
Letnan Hwang dan Son hanya bisa berdoa, semoga mereka bisa mengatasi keadaan genting ini. Walau mereka tahu peperangan akan pecah di istana, mereka hanya bisa berharap pada Jeno dan Minhyung.
-
Keheningan tercipta di ruang kerja Raja, baik Jeno, Minhyung dan Menteri Jung tidak ada yang bersuara. Mereka sibuk menyelami pikiran mereka masing-masing. Raut yang sulit dijabarkan terlukis jelas diwajah mereka.
Namun tatapan sendu dan tak berdaya Jeno begitu menggetarkan hati, bayangan Jaemin yang dihukum, menangis meminta ampun begitu melekat diotaknya. Jeno rasanya ingin menangis saat itu juga.
Hatinya, belahan jiwanya, kekasihnya Na Jaemin. Terluka dan menangis kesakitan, mereka benar-benar berani menyentuh Jaemin yang sangat Jeno jaga. Tidak ingin membuatkan terluka dan menangis.
Tapi mereka dengan berani nya meneteskan air mata dan darah Jaemin, tidak termaafkan. Jeno akan membalas mereka dengan cara yang kejam. Tanpa ampun, merasakan neraka dunia.
"Lapor, Putera Mahkota dengan Letnan Hwang dan Son sedang diperjalanan kembali ke Ibukota"
Mereka semua mendengarnya, berarti berita ini sudah sampai ditelinga Putera Mahkota. Tidak tahu akan seterluka apa Putera Mahkota jika mengetahui Puteri Mahkota telah tiada.
Raja menghela napas lelah "Jeno, Minhyung kembalilah ke Biro Militer. Perintahkan pasukan untuk tetap bersiaga perang. Kita tidak tahu rencana apalagi yang akan mereka lakukan".
Jeno ingin menunjukkan raut tak setuju "Tapi Yang Mulia, bagaimana dengan yang menjadi tuduhan pembunuhan Puteri Mahkota?".
"Aku dan Menteri Jung akan membicarakannya, pergilah" perintah Raja.
"Tapi Yang Mulia....."
"Jeno, jangan" lirih Minhyung menatap Jeno memberikan peringatan bahwa dia sudah melewati batas. Jeno menghela napas.
Jeno dan Minhyung bangkit lalu memberikan hormatnya pada Yang Mulia Raja dan Menteri Jung meninggalkan ruang kerja Raja.
"Maafkan Jeno, Yang Mulia. Dia hanya masih terlalu muda untuk semua ini" ujar Menteri Jung.
Raja menghela napas pelan "Aku hanya terkejut saja, jika ternyata akan seperti ini jadinya" Raja menatap Jaehyun "Kupikir, anak muda itu hanya akan sibuk dengan pedangnya. Jadi, Na Jaemin namanya?"
Jung Jaehyun hanya tersenyum lebar memperlihatkan lesung pipi khasnya yang begitu menawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
In Time | NOMIN [END]
Fiksi PenggemarTakdir adalah sebuah misteri. Dia mempertemukan kita dengan caranya. Dan kuharap takdir juga memberikan perpisahan yang indah, Cendekiawan Na. Bertemu denganmu bukanlah sebuah penyesalan melainkan sebuah anugerah, perasaan ini sangatlah berharga. Ja...