Episode 21

340 71 4
                                    

Gelap dan lembab, lantai yang dingin hanya ditutupi oleh jerami. Dingin dan sunyi. Jaemin terbaring lemah di penjara, sekujur tubuhnya sakit bukan main. Wajah yang pucat pasi dan tubuh yang penuh luka.

Pemandangan yang begitu memilukan dan menyayat hati, tak ada senyum cerah dan pipi memerah serta suara riang itu, kini menjadi luka dan kebisuan. Jaemin sedikit trauma membuka suaranya.

Entah karena sakit tenggorokannya akibat menangis dan menjerit kesakitan atau setiap dia membuka mulutnya hanya pukulan yang dia dapatkan.

Perih, sakit, nyeri semua kesakitan itu yang Jaemin rasakan, menangis pun rasanya air matanya sudah habis terkuras di lapangan introgasi atau lebih tepatnya lapangan penyiksaan.

Jaemin tidak tahu apapun, dia tidak mengetahui mengenai pembunuhan Puteri Mahkota tapi dia dituduh membunuh Puteri Mahkota, bertemu saja mereka belum pernah apalagi membunuhnya.

Sungguh konyol, Jaemin hanya mahasiswa Sungkyunkwan biasa. Untuk apa dia membunuh Puteri Mahkota? Tidak masuk akal.

Tubuhnya begitu lemah, baik makanan atau minuman yang masuk kemulut nya dikeluarkan lagi, perutnya benar-benar sakit.

Hanya hembusan nafas lelah keluar dari mulut Jaemin, matanya berkedip pelan. Jaemin bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya, bergerak sedikit saja tubuhnya langsung sakit semua.

"Ibu......"

"Ayah......."

"Jungwoo hyung.........."

"Donghyuck......."

"...Jeno............."

Lirih Jaemin memanggil orang-orang tersayangnya, dia ingin mengeluh, merengek, dan menangis dipelukan mereka. Jaemin membutuhkan mereka, Jaemin kesakitan, Jaemin tidak mau dipukul oleh mereka lagi, Jaemin ingin keluar, Jaemin tidak mau disini!

"Jeno......." panggil Jaemin pelan, Jeno kemana? Kenapa Jeno tidak menjenguknya? Kenapa Jeno tidak mau melihatnya? Apa Jeno kecewa karena dia dituduh sebagai pembunuh Puteri Mahkota?

Isakan pelan keluar dari bibis manis Jaemin, membayangkan Jeno membenci dan kecewa padanya Jaemin tidak sanggup. Dia tidak mau.

"Jaemin..." panggilan pelan seseorang, Jaemin mengenal suara ini. Suara yang dirindukannya, suara yang dapat membuat senyuman dibibirnya terlukis seketika.

Kepalanya menoleh karah sumber suara, senyum tipis nan lemah Jaemin berikan pada sosok itu.

"Jeno....."

Tatapan Jeno begitu menunjukkan kesakitan, kerinduan, kecewa, kegagalan, dan rasa bersalah. Jeno gagal menjaga permatanya, Jeno gagal menjaga orang terkasihnya. Seketika matanya memerah menahan tangisnya.

Dengan cepat Jeno membuka gembok dan membuka pintu penjara itu, menghampiri sosok ringkih. Memeluk, mencium dan mengusap lembut seakan Jaemin akan terluka.

Jaemin menyandarkan kepalanya didada bidang Jeno, menutup matanya merasakan usapan lembut yang Jeno berikan. Pikiran negatif nya menghilang begitu saja saat Jeno mendatanginya.

Bukan tatapan kekecewaan dan kebencian yang Jaemin dapatkan melainkan rindu, sakit dan rasa bersalah. Jaemin juga merindukan Jeno, sangat rindu.

Isakan terdengar ditelinga Jaemin, bahu tegap Jeno bergetar "Maaf..... maafkan aku" lirih Jeno bersalah, sangat bersalah. Karenanya Jaemin harus merasakan ini semua.

Jaemin hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan "Tidak... ini bukan... salahmu, Jeno..." balas Jaemin pelan.

Jeno melepaskan pelukannya dan menangkup pipi tirus Jaemin, menggeleng pelan "Maafkan aku, kau harus merasakan ini semua. Maafkan aku, Na" tangis Jeno pecah begitu saja.

In Time | NOMIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang