Rombongan pasukan Putera Mahkota beberapa saat yang lalu sudah memasuki hutan. Pohon yang masih sangat rindang sehingga hanya sedikit cahaya matahari yang masuk.
Suasana yang hening hanya hentakan kaki pasukan dan kuda serta hembusan angin menemani perjalanan mereka.
Mata Putera Mahkota menatap jalanan yang mereka lewati, terdapat bekas tipis dijalan seperti sering dilewati oleh orang-orang padahal hutan ini sangat lebat dan tidak pernah ada orang yang kesini.
Sepertinya mereka benar-benar sudah memasuki wilayan musuh.
Putera Mahkota menatap Letnan Hwang memberikan kode yang langsung dapat dimengerti oleh Letnan Hwang.
"Bagaimana dengan perbatasan, Letnan Hwang?"
"Perbatasan sudah cukup aman, beberapa pasukan telah disiapkan. Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia. Anda cukup fokus pada apa yang ada didepan"
Putera Mahkota hanya tersenyum menanggapinya. Rencana mereka sudah sesuai, pasukan yang dikirim oleh Jenderal Lee sudah ada didepan mereka, itulah kode yang diberikan oleh Letnan Hwang.
Terimakasih atas otak cerdas Jenderal Lee dan Menteri Jung, mereka adalah kombinasi gila untuk rencana penyerangan pemberontakan ini. Saat lawan semakin berani maka tidak ada cara lain selain melawan mereka juga secara terang-terangan.
Mereka semakin masuk kedalam hutan, tiba-tiba suasana terasa semakin hening dan tegang. Mata Putera Mahkota semakin awas terhadap sekitar.
Tiba-tiba pasukan yang berada dibelakang Putera Mahkota mulai mengelilingi Putera Mahkota dan Letnan Hwang.
"Apa yang sedang kalian lakukan? Menodongkan pedang kalian pada Putera Mahkota, kalian sudah bersiap untuk mati?!" seru Putera Mahkota menatap sengit para prajurit.
"Siapa yang memberi kalian perintah untuk mengangkat pedang kalian, hah?!" teriak Letnan Hwang menatap marah prajurit.
"Maafkan kami, Letnan Hwang. Kau bukanlah pemimpin kami" ucap salah satu prajurit, Letnan Hwang hanya tersenyum remeh.
"Lagipula siapa yang ingin menjadi pemimpin dari kumpulan orang dungu seperti kalian" hina Letnan Hwang.
"Anda ternyata masih sangat berani di keadaan terpojokkan seperti ini, Letnan Hwang yang terhormat" seorang lelaki muncul entah darimana membawa beberapa pasukan dibelakangnya.
"Oh, jadi kau pemimpinnya?" tanya Letnan Hwang congkak, Putera Mahkota hanya terdiam mengawasi sekitar.
"Hukuman mati pantas untuk kalian karena sudah mengkhianati Raja dan Putera Mahkota" ujar Putera Mahkota tajam.
"Kalian lah yang akan mati. Serang!"
Pertarungan tidak terelakan lagi, keadaan begitu kacau, pasukan mulai saling menyerang. Beberapa prajurit bahkan sudah gugur. Tanah hutan menjadi merah oleh darah dan tubuh tak bernyawa.
Bau amis darah dan tanah basah bercampur aduk terhembus angin, seruan dan teriakan pasukan menjadi pengiring betapa sengitnya pertarungan.
Beberapa prajurit bingung karena beberapa dari mereka malah menyerang pasukan mereka sendiri.
"Apa yang kalian lakukan, kenapa membunuh rekan kalian sendiri?" geramnya marah, lalu salah satu prajurit membalikkan tubuhnya menatap datar.
"Rekan? Sejak kapan kita menjadi rekan?" prajurit itu melotot tak percaya lalu sebuah sebilah pedang menembus perutnya.
"Ada pengkhianat" lirihnya sebelum ajal menjemput.
"Meminta Jeno dan Minhyung untuk tetap di istana merupakan rencana mereka agar rencana membunuh Putera Mahkota berhasil" ujar Menteri Jung.
Jeno menatap Menteri Jung "Letnan Son Youngjae yang akan memimpin pasukan bala bantuan".
"Bagaimana dengan pasukanmu, hyung?" tanya Jeno menatap Minhyung yang tersenyum lebar "Mereka bahkan sudah 7 bulan disana tidak ketahuan, kita bisa mengatasinya".
Menteri Jung tersenyum lebar menampakkan lesung pipi nya "Aku tak percaya kau memasukkan pasukanmu kedalam wilayah musuh".
Minhyung menggaruk tengkuknya "Yah, itu memang rencana nekat tapi jika kau ingin tahu pergerakan lawan maka kau harus memasuki wilayah musuh" Menteri Jung mengangguk setuju.
"Lebih mudah menyusup diantara prajurit, karena jumlah mereka sangat banyak. Dan tingkat kecurigaan orang-orang tidak terlalu tinggi, kupikir memang lebih baik menyusup diantara para prajurit" jelas Minhyung santai.
"Mereka pasti akan terkejut melihat rekan mereka saling membunuh" ucap Jeno tenang.
Pasukan Putera Mahkota kewalahan melawan pasukan lawan, Putera Mahkota bahkan keadaannya sudah berantakan, Letnan Hwang juga.
Bahkan saat ini Putera Mahkota terpojokkan, Letnan Hwang yang menglihatnya dengan segera menghampiri Putera Mahkota namun langsung dicegah oleh pasukan lawan yang menyerangnya.
"Yang Mulia!" seru Letnan Hwang, Putera Mahkota terengah-engah tangannya bahkan sudah gemetar hanya untuk memegang pedangnya.
Seorang prajurit mengangkat pedangnya saat Putera Mahkota sudah kelelahan, mata Hyunwon tertutup rapat, dia sudah tidak bisa melawan lagi.
BRUGH!
Tiba-tiba tubuh prajurit itu tumbang, Putera Mahkota terkejut menatap sebuah anak panah menembus dada prajurit tersebut.
Terlihat Letnan Son Youngjae dan pasukan dibawah perintah Jeno langsung berdiri diatas bukit, Putera Mahkota tersenyum lega bahwa bala bantuan telah datang.
Dengan segera Letnan Son dan pasukan Lee Jeno mulai menyerang.
-
Pertarungan telah usai dengan kemenangan dipihak Putera Mahkota, beberapa pasukan musuh telah ditangkap yang masih hidup.
Bulan sudah menampakkan sosoknya menggantikan sang Matahari untuk menghiasi langit.
Pasukan Putera Mahkota telah sampai di markas. Markas yang menjadi tempat persembunyian mereka memang benar namun seperti telah ditinggalkan beberapa hari sebelum penangkapan.
"Ini hanya pancingan" ucap Letnan Son menatap sekeliling beberapa tenda yang berdiri.
Putera Mahkota terdiam "Perasaanku tidak enak" matanya menatap Letnan Son dan Hwang cemas "Apakah ada rencana lain yang mereka rencanakan?".
Letnan Son terdiam "Kupikir juga ini aneh, mereka memaksa Anda untuk mengikuti penyerangan yang sudah jelas bahwa ini jebakan".
"Tingkat keberhasilan rencana mereka juga sudah dapat ditebak, apa yang sebenarnya mereka rencanakan?".
Letnan Son, Hwang dan Putera Mahkota hanya terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Time | NOMIN [END]
FanfictionTakdir adalah sebuah misteri. Dia mempertemukan kita dengan caranya. Dan kuharap takdir juga memberikan perpisahan yang indah, Cendekiawan Na. Bertemu denganmu bukanlah sebuah penyesalan melainkan sebuah anugerah, perasaan ini sangatlah berharga. Ja...