Chapter 5. White in Hate

32 16 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*****

Lita mengerjapkan kelopak mata berkali-kali, berusaha memahami deretan kata yang mampu membuat bulu tengkuknya meremang. Belum puas mencerna empat baris kalimat pendek yang terketik rapi di atas layar putih itu, Lita kembali menekurinya berkali-kali. Berbagai imajinasi liar tentang Black Butterfly menari di otak sumpeknya.

“Mungkin dia cowok yang sedang patah hati? Ah, tidak mungkin. Butterfly lebih sering ke cewek, tetapi kupu-kupu maknanya universal, bisa simbol kebebasan. Cuma ….”

Lita bergumam sambil terus mengamati layar gawainya. Sibuk dengan pikirannya, Lita tidak menyadari seseorang telah berdiri di belakangnya, juga ikut mengamati benda persegi yang berpendar di tangannya.

“Kelamaan ditatap, nanti layar ponselmu bolong.”

Lita melompat dari atas bangku taman yang dipijak bokongnya. Sedetik kemudian ia sudah berbalik dan menatap horor ke arah Rian yang berhasil membuat jantungnya meloncat dari posisinya. Suasana taman sekolah yang sepi di siang hari mendung menggelitik pikiran buruk Lita. 

Rian terkekeh melihat bola mata Lita sudah hampir meloncat keluar dari kelopaknya karena tatapan kesal guru baru yang terkenal cantik tersebut. Itu omongan para siswa yang didengar oleh Rian. Kalau menurutnya? Entahlah.

“Pak Viktor senang sekali mengendap-endap dan mengagetkan orang. Bagaimana kalau saya punya riwayat penyakit jantung?” protes Lita sengit. Rian menanggapi dengan senyum geli.

“Tetapi, Ibu Lita tidak punya penyakit jantung, kan?” ledek Rian. 

Lita memicingkan mata kesal.

“Pak Viktor ngapain intip ponsel orang? Itu melanggar privasi,” sungut Lita kembali duduk di bangku taman.

Rian mengangkat tangan kanan dengan jemari mode menghitung, sementara tangan kiri disampirkan di belakang punggung.

“Pertama, jangan panggil saya Viktor. Panggil Rian, lebih keren.” Lita mencibir mendengar penuturan guru olahraga tersebut.

Rian mengabaikan cibiran Lita dan melanjutkan, “kedua, saya tidak mengintip, cuma ikut membaca postingan Black Butterfly di ponsel Ibu Lita.”

“Sama aja,” cibir Lita lagi.

“Ketiga, Black Butterfly bukan cowok, tetapi cewek,” tukas Rian dengan senyum dibuat semenawan mungkin.

“Dari mana Pak Vik- maksudku Pak Rian tahu dari mana kalau dia cewek?” sergah Lita.

“Dari foto profil dan namanya. Kupu-kupu kan feminim.” Rian memberikan opini dengan raut meyakinkan.

“Tapi ... bisa jadi itu cowok,” sanggah Lita belum puas.

“Menurutmu apa yang membuatmu yakin dia cowok. Bagaimana jika dia cewek dan salah satu siswa di sekolah ini?” tukas Rian asal.

Black and White Butterflies (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang