Chapter 1. White in Fate

69 23 6
                                    

Sebuah keyakinan akan mengantarmu pada jalan kebebasan
Hanya cukup merasa yakin jika semua keyakinan akan seputih sayap malaikat.

***

Lita menatap lekat layar gawai yang menampilkan aplikasi media sosial berlatar biru. Seorang teman membagikan sebuah laman berisi puisi yang membuat keningnya berkerut.

"Black Butterfly?" gumam Lita.

Kalimat dalam puisi itu menggelitik perasaannya. Ungkapan hati yang begitu dalam, menumpahkan sebuah kemarahan yang menyesakkan dada.

Karena rasa penasaran yang tinggi, Lita menelusuri akun Black Butterfly. Gadis itu menemukan laman yang berisi banyak puisi sendu yang berpadu dengan kemarahan dan kekecewaan. Hampir semua isi lamannya hanya puisi dan curahan hati. Tak ada swafoto, atau foto bersama keluarga dan teman. Laman itu terlihat sunyi dan hambar. Lita mengakui kalau puisi-puisi pemilik akun itu bagus, meskipun terasa sendu.

Didera rasa penasaran, Lita membuka profil sang pemilik akun. Ia terkejut menemukan papan informasi profil kosong. Tak ada informasi apapun di sana selain gambar profil kupu-kupu bersayap hitam dan putih, juga nama pemilik akun yang sudah tentu adalah nama samaran. Jumlah temannya lumayan banyak. Mungkin mereka penyuka puisi-puisinya yang sedih dan sendu.

Jemari lentik Lita bergerak lincah di atas layar gawai mengetikkan sesuatu. Ia mengirim permintaan pertemanan kepada Black Butterfly dengan sengaja mengubah nama akunnya menjadi White Butterfly.

Lita harus menunggu beberapa saat. Tak lama kemudian Black Butterfly terlihat aktif. Sebuah pemberitahuan masuk ke akun Lita. Black Butterfly menerima permintaan pertemanannya.

Jemari Lita kembali bergerak di atas kibor virtual mengetikkan ucapan terima kasih karena telah menerima permintaan pertemanannya di laman beranda teman barunya. Lita menunggu, namun Black Butterfly tidak memberikan tanggapan sama sekali. Padahal Lita tahu ia sedang aktif.

"Misterius sekali. Dia cowok apa cewek ya," gumam Lita. "Kok aku jadi kepo gini, sih?"

Lita menutup akun media sosialnya setelah puas berselancar membaca puisi-puisi Black Butterfly. Ketika ia tersadar, pipinya telah basah. Dengan terkekeh geli, Lita menghapus jejak airmata di pipinya.

"Puisinya sedih. Sepertinya pemilik akun mirip banget dengan kehidupanku. Ugh ... ternyata ada yang sama menderitanya denganku." Lita meletakkan gawai di atas meja. Tatapannya menerawang keluar jendela, mencermati rintik hujan yang mengembun di permukaan kaca.

Gawai di atas meja kembali berdering nyaring. Lita meraih benda pipih tersebut dan menemukan pemberitahuan sebuah email masuk. Jemari Lita bergerak membuka email.

Mata sipit Lita seketika membola, disusul sebuah seruan syukur dari bibirnya yang melengkungkan senyum lebar.

"Puji Tuhan. Akhirnya aku lolos. Yeyyyy! Terima kasih Tuhan. Tirta Bakti .... aku datang!"

Lita melompat-lompat senang seperti orang kerasukan. Sesaat dia larut dalam euforia sembari menatap penuh binar layar gawai. Hanya sejenak rasa senang itu bertahan hingga tiba-tiba pintu kamar dibuka seseorang dengan kasar. Seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek yang mulai beruban berdiri di depan pintu yang telah terpentang lebar.

"Lita!" Teriakan seketika menggelegar dalam kamar sempit itu. Lita segera menoleh ke sumber suara sampai tergugu di atas kasur.

"Sekarang bukan waktunya santai. Itu cucian menumpuk di kamar mandi, kamar tamu juga penuh debu dan halaman depan kotor bukan main. Kamu cuma leha-leha main HP. Dasar pemalas," bentak wanita itu sembari berkacak pinggang.

Black and White Butterflies (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang