Chapter 23. White in Memories

40 11 0
                                    

***


Lita baru selesai mandi dan memakai pakaian nyaman untuk sore hari. Akhir pekan dihabiskan dengan menyelesaikan merekap beberapa hasil assesment yang diberikan kepada siswa kelas sepuluh. Guru muda itu menyeduh segelas cokelat. Bubuk cokelat yang dibeli Anggita karena gadis remaja itu mulai menggilai minuman cokelat.

Lita meraih gawai di atas meja belajar dan memeriksa beberapa pesan masuk. Ada pesan dari Anggita yang menyampaikan pesan bahwa ada paket milik gadis remaja itu yang akan tiba di alamat Lita. Benar saja. Tak lama berselang, pintu diketuk oleh seseorang. Ketika membuka pintu, seorang kurir berseragam merah berdiri di depan pintu.

“Paket atas nama Anggita Riski,” ucap kurir tersebut.

“Oh, terima kasih banyak, Pak,” sahut Lita mengambil paket mungil yang disodorkan si kurir. 

Lita kembali masuk dan meletakkan paket tersebut di dalam lemari pakaian. Ia kembali duduk di sofa belajar, mengirim pesan pada Anggita. Ia melihat ada notifikasi di akun media sosialnya. Black Butterfly memperbaharui unggahan sejam yang lalu. 

Lita tertegun membaca deretan kalimat yang tertulis di unggahan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lita tertegun membaca deretan kalimat yang tertulis di unggahan tersebut. Seperti ada pisau silet yang mengiris perlahan ulu hatinya. Kalimat sederhana yang menyatakan rasa bahagia seorang Anggita, tetapi makna di baliknya tidak sederhana. Lita menatap dengan saksama foto yang diunggah Anggita. Untuk pertama kalinya anak itu membuka identitas Black Butterfly. Maka tidak heran kalau banyak yang menulis di kolom komentar. 

Entah perasaan apa yang berdesir di palung hati Lita menatap foto Anggita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah perasaan apa yang berdesir di palung hati Lita menatap foto Anggita. Tatapan gadis itu begitu tulus tanpa beban. Seolah ia mengatakan bahwa dirinya telah bebas selamanya. 

Untuk mengabaikan rasa tidak nyaman di rongga dadanya yang sedikit berdebar, Lita membuka laptop dan memusatkan perhatian pada tabel laporan. 

Baru beberapa menit dia berusaha fokus, gawai kembali berdering nyaring. Lita menatap nanar nama Bu Mutia di layar yang berpendar.

Black and White Butterflies (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang