Jika kalian tidak menghibur dengan kata-kata menenangkan,
maka setidaknya jangan melukai dengan umpatan.*****
Lita berdiri dengan kaki sedikit gemetar di depan ratusan pasang mata yang tertuju langsung hanya padanya. Di samping kanan, Pak Mirwan memperkenalkan Lita kepada seluruh siswa pada apel pagi itu. Di sebelah kiri, tatapan para guru-guru juga tak luput dari dirinya. Entah seperti apa tatapan mereka saat ini. Lita tidak berani mencari tahu.
Lita tidak perlu berdiri lama dengan wajah canggung dan gugup karena Pak Mirwan segera mengakhiri sesi apel pagi dan membubarkan seluruh siswa agar masuk ke kelas.
Setelah itu, Pak Mirwan memintanya berkenalan dengan orang-orang yang akan menjadi rekan kerjanya di sekolah itu.
“Untuk urusan jadwal mengajar Ibu Lita bisa berdiskusi dengan Ibu Sumarni ini. Beliau wakasek urusan kurikulum,” tunjuk Pak Mirwan kepada salah satu guru perempuan berkerudung dan usianya hampir sepantaran dengan bapak kepala sekolah.
Lita mengangguk sopan ke arah guru tersebut. Ia kemudian diajak masuk ke sebuah ruangan lain yang lebih luas dari ruangan Pak Mirwan. Ruangan guru itu begitu rapi dengan deretan meja dan kursi kerja yang ditata sedemikian rupa.
“Ini ruang guru, ruang guru BK yang di sebelah. Ibu Lita akan seruangan dengan Ibu Arum,” ujar Ibu Sumarni.
Lita melangkah ke ruangan yang dikhususkan untuknya. Di ruangan itu ia menjumpai Ibu Arum yang akan menjadi rekan kerjanya menangani siswa Tirta Bakti dengan segala permasalahannya.
***
S
uasana sekolah sedikit lengang sebab hampir semua siswa telah masuk ke dalam kelas. Ada sekelompok siswa yang sedang berolahraga di lapangan. Mereka menggunakan seragam olahraga sewarna cat gedung sekolah mereka.
Lita berjalan-jalan mengitari lapangan sebagai tour untuk mengenal lingkungan sekolah itu. Sembari melangkah pelan, tatapannya tak lepas dari kumpulan anak-anak yang sedang melakukan pemanasan dibimbing seorang guru laki-laki yang terlihat masih muda. Kalau tidak salah namanya Viktorian Arselo. Lumayan tampan dan tubuhnya atletis khas guru olahraga.
Lita yang terlalu fokus ke arah lapangan terkejut ketika tubuhnya hampir tertubruk seseorang yang keluar dari ruangan di sebelah kanannya. Ternyata itu adalah kamar mandi siswa.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Lita memegang tubuh siswi yang terhuyun di depannya.
Anak perempuan tersebut tertunduk menyembunyikan wajahnya. Dia hanya menggeleng lemah.
“Kamu benar-benar tidak apa-apa?” Lita berusaha memastikan keadaan siswi tersebut yang tampak tidak ingin menatapnya.
Lita menelisik lengan kurus dalam genggamannya. Terlihat bekas lebam dan bekas luka yang mulai memudar di sana.
“Tangan kamu kenapa?” tanya Lita lagi berusaha menatap wajah siswi tersebut.
Seketika siswi tersebut menarik lengannya dan menatap penuh waspada pada Lita. Beberapa jejak memar yang juga sudah memudar di sekitar rahang kanannya tertangkap mata Lita.
“Saya … saya tidak apa-apa, Bu,” lirih siswi tersebut. Sesaat kemudian ia menyelinap pergi sembari menutupi lengannya.
“Sepertinya Gita dapat masalah lagi,” bisik salah satu siswi yang baru keluar dari dalam toilet. Teman di sampingnya hanya mengedikkan bahu.
“Kali ini dia bunuh diri pakai apa ya?” timpal siswi satunya dengan terkikik. Mereka berlalu masih dengan berbisik-bisik tak jelas.
Lita terpaku di tempat. Rautnya penuh dengan guratan rasa terkejut. Bayangan memar di tubuh siswi tadi masih membuat pikirannya mengambang dalam gumpalan tanda tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White Butterflies (TAMAT)
Novela JuvenilBlurb Talita Nadine menjadi guru konseling baru di salah satu sekolah yayasan bernama SMA Tirta Bakti. Alasan Lita melamar menjadi guru di sana agar bisa terbebas dari rongrongan keluarga ayahnya yang selalu memperlakukannya tidak adil. Di sekolah i...