17. DH|| Saling bertukar pikiran

156 21 0
                                    

Dear mas Fatih ...
Sebenarnya sikap kamu yang asli itu bagaimana? Pura-pura baik ataukah baik beneran? Hasnah bingung ...

|Diary Hasnah|

__________

Langit malam semakin gelap. Angin yang berhembus dari arah timur seakan menusuk-nusuk kulit putih Hasnah yang tidak tertutup kain. Mata lentik itu mulai mengerjap, merasa risih dengan sesuatu yang menyentuh pipinya.

Hasnah membuka mata, pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah langit-langit gardu yang di tutupi oleh rotan yang di anyam. Terlihat dari celah rotan itu bahwa langit sudah sangat gelap.

"Uhuk!"

Hasnah terlonjak kaget, ia segera bangun dari posisi terlentangnya. Mengernyitkan kening, sedang apa Fatih dengan kedua batu di tangannya itu?

"Sudah bangun?" Fatih bertanya masih dengan kedua tangan yang sibuk membenturkan kedua batu yang di genggamannya.

"Ngapain?" Tanya Hasnah bingung. Hasnah duduk bersila di alas gardu, ia baru menyadari bahwa ada sebuah jaket hitam membungkus tubuhnya. Karena dingin, akhirnya Hasnah membalut tubuhnya menggunakan jaket yang kebesaran itu.

Fatih tidak menjawab, setelah selesai membuat batu di tangannya pecah, ia segera menyusunnya membentuk lingkaran. Di tengah beberapa batu yang melingkar itu terdapat beberapa ranting dan daun kering. Fatih mengambil korek dari saku celananya, lalu melemparnya ke arah ranting tersebut.

Mulut Hasnah membulat, ia mengerti sekarang. Fatih sedang membuat api unggun. Hasnah segera turun dari gardu, ikut duduk di depan api unggun kecil-kecilan yang berhasil Fatih buat.

Mereka duduk berhadapan, di halangi oleh api unggun yang berada di tengah-tengah mereka.

Hasnah menyodorkan kedua tangannya ke depan api unggun, rasa hangat mulai menjalar di tubuhnya.

"Oiya, kak Wahid mana?" Hasnah baru menyadari bahwa hanya ada dirinya dan Fatih di tengah hutan ini.

"Udah balik ke tenda." Fatih menjawab sembari menahan gatal di kerongkongannya. Hasnah bisa mendengar suara Fatih yang serak, sepertinya pria itu akan terserang batuk.

"Ini, mas. Pakai," Hasnah menyodorkan jaket hitam milik Fatih ke arahnya. "Mas Fatih pasti batuk gara-gara kedinginan."

"Nggak, kamu pakai Saja. Jangan sampai kamu masuk angin, nanti mas juga yang repot." Sedetik kemudian Hasnah menyesal sudah bersikap baik pada Fatih. Hasnah mendengus, dikasih perhatian kok dibalas dengan kepahitan!

Hasnah segera memakai jaket hitam itu, menarik sletingnya sampai menutup dagu. Bodo amat dengan Fatih yang kedinginan, toh laki-laki itu juga yang menolak memakai jaket.

Hening. Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Kedua manusia bertolak belakang itu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Suara jangkrik yang banyak sedikit membuat suasana tidak terlalu sepi dan mencekam.

"Nura." Tiba-tiba Fatih memanggil namanya dengan panggilan yang selalu Fatih ucapkan saat mereka masih dekat dulu. Hasnah hanya berdehem untuk menjawabnya.

"Berapa tahun sekarang?"

Tidak mau ambil pusing, Hasnah jawab saja tanpa bertanya mengapa Fatih tiba-tiba menanyakan umurnya. "Delapan belas tahun."

Fatih mengangguk. "Setelah lulus mau lanjut kemana?"

"Nggak tahu." Jawaban Hasnah sukses membuat Fatih mengernyit.

"Kamu belum mempersiapkannya? Bentar lagi sudah ujian loh, masa belum punya rencana juga?"

Hasnah hanya mengangkat kedua bahu, ia memang masih bingung dengan masa depannya.

Diary HasnahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang