Ikhlas itu bukan pilihan, namun sebuah kewajiban. Atau kamu akan selamanya hidup dalam luka, yang tanpa sadar menggerus setiap masa.
-Aksara Waktu-
Seorang gadis berumur 20 tahun berdiri sendirian di tepi Teluk Marina, memandang keindahan Marina Bay Sands yang disorot warna senja dari langit. Indah, sangat indah. Gadis itu adalah Anneth Delliecia, penyanyi muda sukses asal Indonesia.
Anneth tumbuh menjadi gadis berpendidikan dengan melanjutkan studinya di Universitas Indonesia. Karir gadis itu tak kalah hebat, tampil di berbagai panggung dan acara besar, juga bekerja sama dengan musisi hebat lainnya. Terlihat sempurna bukan? Namun pada kenyataannya, ada sepotong bahagia yang pergi tak kembali. Kesempurnaan hanya sebuah fatamorgana baginya, ilusi semata.
Anneth membalikkan badan, melihat ramainya Merlion Park di sore hari seperti ini. Bolehkan Anneth berharap bahwa dia ada di salah satu dari ribuan orang di tempat ini? Anneth menggeleng, mengenyahkan pikiran tentang lelaki itu. Lelaki yang begitu ia rindukan.
Anneth menghembuskan napas kasar lalu beranjak dari tempatnya. Berjalan membelah ribuan orang yang tengah menikmati senja bersama orang tersayang. Ia berhenti sebentar membuka tas kecil yang ia bawa, mengambil sebotol air dari sana.
Duk!
Botolnya jatuh. Seseorang menabraknya dari belakang. Anneth membalikkan badan guna melihat siapa yang menabrak dirinya. Namun bukan si pelaku penabrakan yang ia lihat, tapi seorang lelaki dengan kamera di lehernya tengah berdiri tepat di sebelah patung Merlion.
Tubuhnya menegang, ia tentu sangat mengetahui siapa itu. Wajah yang selama 4 tahun hanya ia lihat dari layar handphone nya. Onyo.
Anneth segera tersadar dari keterkejutan. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan Anneth berlari menghampiri lelaki itu sambil sesekali mengucapkan maaf pada beberapa orang yang tak sengaja ia tabrak.
"Onyo," panggil Anneth kala telah sampai tepat di belakang punggung tegap itu. Lelaki dengan kemeja kotak-kotak itu menoleh. Ia nampak terkejut dengan siapa yang ia lihat disini.
"Anneth?"
Senyum Anneth mengembang kala ia bisa mendengar suara itu lagi secara langsung selama 4 tahun. Tak bisa menahan diri, Anneth segera menghambur ke pelukan Betrand. Menyalurkan segala rindu yang selama 4 tahun itu tertumpuk didalam hatinya.
Dada yang kini lebih bidang, suara yang lebih dewasa, tinggi menjulang, rahang yang kian tegas. Anneth rindu, benar-benar rindu.
Sedangkan Betrand hanya berdiri mematung tanpa membalas pelukan gadis itu. Ia masih cukup terkejut dengan kehadiran gadis yang pernah mengisi hatinya 4 tahun lalu. Gadis yang pernah mengisi masa remaja nya. Gadis itu masih sama. Sama-sama cantik apalagi dengan style nya yang terlihat lebih dewasa.
Betrand segera sadar lalu memundurkan langkahnya. Anneth membeku kala pria itu menghindari pelukannya.
"Duduk," ucap Betrand singkat. Akhirnya mereka duduk di tangga dekat dengan patung Merlion.
"Kamu apa kabar?" tanya Anneth membuka pembicaraan. "Baik seperti yang lo liat," jawab nya tanpa mengalihkan perhatiannya dari langit senja didepan mereka. Anneth membeku mendengar gaya bahasa pria itu, sangat berbeda.
"Lo kuliah dimana?" tanya Anneth lagi. "LASALLE Collage of the Arts Singapore." Kini Betrand menjawab sambil menoleh kesamping disertai sorot mata tak sama. Tak ada kehangatan disana. Kosong
"Lo sendiri?"
"Gue di UI, ambil fakultas Hukum." Betrand terkekeh singkat, "Impian lo masih sama dengan 4 tahun yang lalu ternyata. Baguslah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Waktu (selesai)
Teen Fiction"Tidak usah banyak bicara, karena waktu yang akan menunjukkan bahwa kamu milikku dan aku milikmu" Takdir tak pernah banyak berbicara untuk memulai keajaibannya. Tidak juga berteriak hanya untuk mengakui bahwa dirinya hebat. Takdir itu seperti angin...