22. Awal baru?

1.1K 118 23
                                    

Retana berdiri di pembatas gedung, menikmati semilir angin yang menerpa sempurna wajahnya membuat beberapa rambut tersapu angin. Angin digedung 7 lantai ini begitu menenangkan bagi Retana, lebih tenang dari rumahnya. Retana tak gemetar sedikitpun pada posisinya, padahal bergeser sedikit saja, mungkin matanya tak akan terbuka lagi.

Sedangkan Mahesa masih setia berdiri dibelakang Retana, berjaga-jaga jika ada kejadian tak diinginkan. Gedung yang memiliki sejarah kelam bagi Retana, Mahesa paham betul semua itu.

"Sa, salah ya gue suka sama Alf?" tanya Retana setelah beberapa waktu terdiam. Mahesa menggeleng, "Gak ada cinta yang salah, Na." Retana tersenyum, senyum yang begitu menyedihkan.

"Setelah Mama pergi dan Papa berubah, cuma dari Alf gue dapetin apa yang udah hilang bertahun-tahun yang lalu. Dari Alf gue dapet kembali senyum, bahagia, dan cahaya gue. Gue udah nemuin penerang dan rumah untuk gue pulang." Retana menjeda kalimatnya, menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya yang sudah emosional.

"Tapi nyatanya, Alf masih jadi rumah untuk orang lain. Alf masih jadi rumah untuk Anneth, dan ternyata selama ini gue hanya bertamu. Cinta emang gak pernah salah, tapi gue jatuh cinta sama orang yang salah. Orang yang masih terikat sama masa lalunya." Retana berbalik menghadap kearah Mahesa.

Tubuhnya meluruh turun, dengan sigap Mahesa mendekat segera menangkap tubuh Retana. Retana menunduk dalam, tangisan yang sudah lama tak ia dengar kini terdengar kembali. "Kapan gue bisa bahagia tanpa direbut siapapun itu, k-kapan Sa..." Mahesa mendekap tubuh Retana erat, membiarkan tangisnya diredam oleh dada milik Mahesa.

"Mudah ya buat bikin gue hancur? Hal sederhana kayak gitu udah cukup gambarin semuanya...semua." Mahesa mengelus puncak kepala Retana berusaha memberi ketenangan.

"Udah Na, udah ya.. Gue gak bisa lihat lo kayak gini, sakit Na," ujar Mahesa lirih. Mahesa mencoba menahan sesuatu yang mendobrak keluar melewati ujung matanya.

"Jangan sekarang," batin Mahesa menjerit.

Mahesa mendongkakkan kepala Retana, memaksa wajah sembab itu menatap ke dirinya, "Na, lo gak benar-benar sendiri. Lo inget masih ada gue yang selalu ada disamping lo?" Mahesa menangkup wajah Retana, "Ada gue yang gak akan ninggalin lo Na, ada gue disini," ucap Mahesa meyakinkan.

"Gue cuma mau Alf, Sa. Bawa Alf ke gue, gue cuma mau dia..." Kemudia Retana kembali menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Mahesa, menumpahkan rasa sakit yang ia rasakan.

"Apapun untuk lo, Na," batin Mahesa

°°°°°

Anneth melempar tubuhnya keatas kasur. Setelah membersihkan diri ia merasa lebih segar. Hari yang cukup lelah, menurutnya. Amara yang sedang bertemu dengan sahabatnya yang menetap di Singapura membuat kamar ini begitu hening.

Lagi-lagi tatapan Retana tadi kembali terbayang di pikiran Anneth. Ia hanya tidak mau ada hati yang tersakiti lebih banyak. Anneth tau Retana adalah gadis yang baik, ia juga tak tega gadis semanis itu tersakiti dengan adanya Anneth disini. Sungguh, Anneth ingin hidup tenang.

Ketukan di pintu kamar membuat Anneth menoleh, siapa yang malam-malam berkunjung? Tidak mungkin Amara masuk dengan mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Sebentar!!" teriak Anneth lalu bangkit. Mengambil cardigan yang menggantung di gantungan baju lalu berjalan menuju pintu. Ketika pintu terbuka, seorang pegawai hotel berdiri dengan membawa kotak dikedua tangannya.

"Ada paket untuk Kak Anneth," kata pegawai laki-laki itu. Anneth mengernyit bingung, ia merasa tak memesan apapun. "Saya gak pesan apapun Mas, dari siapa?" tanya Anneth memastikan pengirim paket misterius ini.

"Tidak ada nama pengirimnya Kak," jawab pegawai itu. Anneth mengangguk dan menerima kotak tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih Anneth berlalu masuk kedalam. Anneth mendudukkan diri di pinggir kasur. Ia membuka kotak tersebut.

Sushi? Siapa yang mengirim sushi di malam hari seperti ini?

Anneth mencoba mencari nama atau mungkin surat dari sang pengirim. Ia mengambil selembar kertas berwarna coklat. Anneth tersenyum tanpa sadar ketika membaca isi surat tersebut

Maaf untuk hari ini...

Jangan lupa dimakan, kesukaan lo kan?

Tenang, makan malam sekali gak akan bikin lo gendut

-Alf-

Anneth kembali melipat surat tersebut lalu menyimpannya didalam dompet. Anneth tersenyum memandang sushi didepannya. Rupanya lelaki itu masih hafal betul makanan kesukaannya. Getaran pada ponsel mengalihkan perhatian Anneth. Disana nampak nama Betrand melalukan panggilan suara yang tentu disambut bahagia oleh Anneth.

"Halo," sapa Betrand dengan nada rendah yang saat ini menjadi favorit Anneth. Anneth merebahkan tubuh diatas tempat tidur, "Hai, ada apa?" tanyanya ramah. Mencoba untuk biasa saja ditengah hatinya yang menjerit bahagia.

"Sushinya udah sampai? Udah dimakan?" tanya Betrand. Anneth mengangguk tanpa sadar, "Udah baru aja sampai. Makasih ya harusnya gak perlu ngirim kayak gitu sekedar untuk minta maaf," jawabnya merasa tak enak. Terdengar suara kekehan disebrang.

"Gue emang pengen ngirim aja, permintaan maaf cuma alibi doang." Anneth sedikit terkejut dengan kefrontalan lelaki ini. Bukankah jika hanya alibi tak perlu dibicarakan agar tak terbongkar?

Aneh.

"Kak Amara ada?" tanya Betrand kemudian.

"Enggak, lagi keluar ketemu temennya. Mungkin bakal nginep juga."

Betrand berdehem sebentar, "Em..besok ada kegiatan Neth?" tanya Betrand dengan nada sedikit ragu.

"Ada, besok gue ada latihan sama Nathan, gak sampai malam sih. Emang ada apa?"

"Gue mau ngajak jalan. Malam aja bisa?"

Di bangku meja belajarnya, Betrand sedikit menyesali ucapannya.

"Sial. Kenapa gue jadi kayak anak SMA yang baru aja jatuh cinta!?" umpatnya dalam hati. Kini dia benar-benar merasa seperti seorang laki-laki 17 tahun yang pertama kali mengajak gebetannya kencan bersama.

Sedangkan ditempat yang berbeda, Anneth menggigit bibir bawahnya gugup, tak tau ingin menjawab apa.

"Kalau gak bisa gak papa, nanti.."

"Bisa kok." Anneth memotong ucapan Betrand dengan cepat membuat Betrand tidak bisa menahan senyumnya.

"Besok gue jemput langsung habis latihan gimana? Biar gak makan banyak waktu," usul Betrand yang disetujui oleh Anneth.

"Udah malam, sushinya jangan lupa dimakan. Selamat malam."

"Malam, Alf."

Setelah panggilan terputus, Anneth melempar ponselnya begitu saja. Anneth mengambil bantal disebelahnya kemudia membekap mulutnya sendiri. Sehingga suara teriakan histerisnya teredam bantal. Wajah Anneth memerah menahan rasa bahagia, semua rasa sedih sebelumnya menguap begitu saja.

"Kenapa sih pas gue mau ikhlas dia malah balik lagi?" monolognya gemas. Tapi tak urung dia kembali tersenyum bahagia. Anneth bangkit berlari kecil menuju lemari pakaian. Matanya menelisik semua pakaian yang tergantung dan terlipat rapi didalamnya. Ia mulai memilih pakaian yang cocok ia gunakan besok. Mulai dari baju, celana, tas bahkan ia juga mencari model rambut di internet.

Dilain tempat, Betrand bersandar pada kursi belajarnya. Ia memutar mutar ponselnya dengan tangan kanan yang ada diatas meja. Senyum terbit di wajahnya, senyum yang benar-benar bahagia. Rasa yang sudah lama tidak ia rasakan kini terasa memenuhi tubuh, terutama hatinya.

"Kita akan mulai semua dari awal, Onye."

°°°°°

Feel sampai dengan selamat?

Kalau suka jangan lupa vote dan komennya ya biar aku makin semangat nulis.

Terimakasih😍😍
-ryn

Aksara Waktu (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang