27. Tentang Harap

839 95 17
                                    

Tentang harapan seseorang yang sederhana, hanya ingin bahagia, entah dengan caranya atau dengan kehendak-Nya

-Aksara Waktu-

"Sa, lo suka sama gue?"

Mahesa diam, mematung ditempat.

"Gak usah lo pikirin, ayo duduk." Mahesa kembali menarik pergelangan tangan Retana untuk duduk. Namun Retana tak berpindah dari tempat.

"Sejak kapan Sa?" tanya Retana lagi, terus mendesak Mahesa untuk menjawab.

Mahesa menggeleng, "Gak usah di bahas sekarang ya? Lo butuh istirahat," ucap Mahesa kembali menenangkan. Retana menggeleng, "Kenapa sampai gue gak sadar tentang ini. Bodoh banget sih gue." Retana memukul-mukul kepalanya dengan satu tangan yang tidak dipegang Mahesa.

Dengan segera Mahesa berusaha menghentikan perbuatan Retana.

"Hey, hey, Na jangan sakiti diri lo gini. Gak baik Na," ucap Mahesa sembari mencekal kedua lengan Retana.

"Cerita Sa. Gue cuma mau tau sejauh apa gue pernah nyakitin lo tanpa sadar," pinta Retana. Mahesa menghela napas. 

"Sejak SMA Na, sejak gue lihat lo ketawa sama temen-temen lo di dekat loker. Sejak kita gak sengaja duduk di satu meja yang sama. Tapi gue terlalu cupu untuk ngungkapin itu. Gue terlalu takut lo gak punya perasaan yang sama ke gue, gue takut kehilangan sahabat sekaligus orang yang gue sayang."

"Dan waktu Alf datang, gue lihat lo menatap Alf kayak gue natap lo. Dan itu semakin bikin gue mundur dan diam."

Retana tertegun di tempat. 

"Lo pasti selama ini sakit banget ya Sa? Maaf Mahesa.." Retana menundukkan kepala. Mahesa menggeleng, "Lo gak salah Na, perasaan emang gak bisa dipaksa. Gue cukup liat lo bahagia untuk melegakan hati gue."

"Lo pasti selama ini makan hati ya Sa?" tanya Retana ragu-ragu. Mahesa kembali menggeleng, "Gue selalu bahagia Na."

"Gue selalu bahagia untuk lo Na. Dengan siapapun lo nanti, gue akan ikut serta bahagia. Gue akan selalu di belakang lo. Kalau lo ngerasa sakit, kapanpun itu lo bisa nengok kebelakang, peluk gue sekencang-kencangnya."

Tanpa aba-aba, Retana memeluk tubuh Mahesa erat, "Makasih dan maaf Sa."

°°°°°

Anneth duduk di kursi samping ranjang pasien. Mata itu masih terpejam, tanpa tanda-tanda akan terbuka.

Melihat banyak alat terpasang, napas yang dibantu dengan alat, dan perban dimana-mana membuat Anneth meringis. Anneth mengelus tangan Betrand yang dipasangi infus.

"Onyo..." panggil Anneth lirih.

"Kapan bangun? Gak kangen sama aku? Aku nunggu kamu disini loh..."

Anneth menghembuskan napas gusar, "Lebih baik kamu cuek daripada kamu tidur lama gini Nyo, aku rindu."

"Ini rasanya lebih sakit daripada bertahun-tahun lalu. Dulu aku masih yakin kamu akan selalu baik-baik aja. Tapi sekarang...aku bahkan takut nutup mata. Aku takut kamu pergi dan aku gak bisa lagi lihat kamu."

"Kamu suka banget ya bikin aku cemas?"

"Aku salah apa sampai kamu hukum aku kayak gini?"

"Bangun Nyo. Kalau bukan untuk aku, bangun untuk Ayah, Bunda, Cici, Nia. Bangun untuk fans kamu, bangun untuk semua orang yang sayang sama kamu."

"Kamu harus lihat, fans-fans kamu selalu naruh lilin di depan gedung utama kampus. Mereka selalu berdoa. Selalu ada karangan bungan disini. Banyak yang sayang sama kamu Nyo."

Aksara Waktu (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang