20. Dua Sisi

684 93 8
                                    

Aku ini menyembuh atau pemberi luka?
-Aksara Waktu-

Anneth dan Amara keluar dari studio latihan setelah beberapa jam berlatih didalamnya, tentu juga dengan Nathan dan managernya. Deringan dari ponsel membuat Anneth menghentikan langkah, menatap layar ponsel yang dengan jelas tertera nama Mahesa disana. Anneth menggeser tombol hijau. Tak lama, suara Mahesa terdengar jelas di gendang telinganya.

"Halo, ada apa?"

"......"

"Oh, enggak ada sih. Cuma baru selesai latihan untuk project baru."

"......"

"Em...gue usahain ya. Kasih alamatnya aja."

"....."

"Oke sip."

Panggilan itu ditutup oleh Mahesa. Sedangkan Amara melayangkan tatapan kebingungan kearah Anneth, "Siapa? Namanya kok asing," tanya Amara penasaran. Anneth kembali berjalan, "Mahesa, temannya Alf."

"Alf?" Tampak kerutan tercetak jelas di kening Amara, menandakan kebingungan disana. Anneth lupa bahwa Amara belum tau tentang panggilan baru itu. Segera ia meralat perkataannya.

"Alf, Onyo, Betrand. Onyo ada nama panggilan disini. Dan sepertinya dia gak mau gue panggil dia dengan panggilan 'Onyo'. Entahlah apa alasannya, mungkin gue bukan lagi orang terdekatnya." Ada nada sendu dalam ucapan itu, Amara bisa menangkap jelas kesedihan didalamnya.

"Lo kenapa bisa mikir bukan orang terdekatnya lagi? Kenapa jadi negative thinking sama Betrand?" tanya Amara sedikit heran. Anneth berhenti sejenak kemudian memilih duduk di bangku panjang yang tersedia.

"Karena nyatanya emang gitu kak, 4 tahun bukan waktu yang singkat. Dan gak menutup kemungkinan selama waktu itu Alf nemunin orang lain, yang bisa aja stay di tempat yang selama ini gue tempatin. Dan gue? Gue yang tersingkir kak."

Anneth menyandarkan punggung rampingnya kesandaran bangku, menghirup udara segar kota Singapura sekali lagi untuk menenangkan pikirannya. Akhir-akhir ini pembahasan tentang Betrand selalu menjadi topik sensitif dan membuat dirinya lebih emosional.

"Kalung yang dulu gue kasih aja udah gak lagi dipakai sama Alf kak. Gue sama dia udah terlalu asing untuk dekat lagi. Gue mau ikhlas, gue gak mau merendahkan diri dan mohon-mohon sama orang yang bahkan gak menganggap gue ada." Amara terdiam, saat ini dia serasa melihat Anneth remaja 4 tahun lalu. Anneth yang hancur dengan kepergian Betrand yang terlalu tiba-tiba. Dan kini gadis itu kembal hancur, tepat didepan matanya untuk kedua kali.

"Lalu gimana sama kerjaan kalian di festival?" tanya Amara lagi.

"Gue cuma mau bersikap profesional kak, gue tetep akan selesaikan pekerjaan itu."

°°°°°

Sebuah cafe minimalis menjadi tempat Betrand menghabiskan sorenya. Dengan secangkir coffee latte yang tidak lagi mengeluarkan kepulan asap karena tak kunjung diminum. Berkali-kali Betrand mengecek jam tangan hitam di lengan kanannya, berharap orang yang ia tunggu segera menampilkan batang hidung.

Hingga akhirnya, lonceng pintu cafe terdengar, menandakan seseorang sedang membukanya membuat Betrand yang sedang fokus dengan ponselnya langsung mengalihkan perhatian. Mata yang sebelumnya terlihat lelah langsung kembali segar saat orang yang ditunggu-tunggu telah datang. Orang itu langsung duduk dihadapan Betrand dengan segera, "Sorry gue terlambat," ucap lelaki itu dengan nada bersalah. Betrand mengangguk singkat, "No problem. Jadi gimana? Dia aman?" tanya Betrand.

Lelaki itu mengangguk sembari menyodorkan ponsel kearah Betrand. Ponsel dengan beberapa foto juga video singkat tentang seorang gadis. Setelah puas melihat-lihat, Betrand mengembalikan ponsel kepemiliknya.

Aksara Waktu (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang