03. Maju atau Mundur?

1.4K 148 12
                                    

Apa yang harus aku pilih? Maju dan tersakiti dengan penilaian orang, atau mundur dan tersakiti karena gagal memperjuangkan?

-Aksara Waktu-

"Nyo!" seru Ruben. Mendengar panggilan dari sang Ayah membuat langkah Betrand yang mau menaiki tangga rumah. Lelaki berkumis tipis itu melangkahkan kaki mendekati Ayahnya yang duduk di ruang televisi rumah. Lalu duduk disamping orang yang sudah rapi dengan baju kantor nya itu.

"Kenapa Yah? Ada masalah sama kantor? Atau apa?" tanya Betrand beruntun. Inilah Betrand, remaja yang begitu peduli terhadap orang-orang disekelilingnya. Remaja yang begitu sensitif jika menyenggol anggota keluargnya atau orang yang dia sayangi. Dan remaja yang siap maju paling pertama untuk membela keluarganya.

Ruben tersenyum sambil menggeleng "Gak ada nyo, kantor aman kok. Ayah cuman mau bilang nanti sore Ayah akan ketemu sama salah satu teman duet kamu di konser nanti. Nah nanti kamu ikut ya?" jelas Ruben. Betrand mengangguk paham.

"Owalah ketemu temen duet. Oke Ayah," jawab Betrand sambil menunjukkan jari jempolnya.

"Tapi Yah, temen duet Onyo kali ini siapa sih? Kok malah Onyo belum tau," tanya Betrand penasaran. Ruben terkekeh mendengar pertanyaan sang putra.

"Rahasia dong, nanti sore kan ketemu. Jam setengah 4 sore harus udah siap ya Nyo." Betrand yang tidak mendapat jawaban dari pertanyaannya mendengkus malas. Ayahnya ini suka sekali bermain teka-teki dengannya.

"Okelah, Onyo naik keatas dulu ya Yah," pamit Betrand pada Ruben, Ruben memasang senyum jail.

"Mau ngapain sih Nyo? Tumben loh pagi-pagi udah mau kekamar aja. Biasanya juga dibawah, mau nge galau ya?" tanya Ruben jail membuat Betrand yang sudah melangkahkan kakinya berteriak seketika.

"Ayahhhhhhhh!!!!" teriakan dengan nada malu memenuhi kediamanan Ruben Onsu membuat seisi rumah terkejut. Sang pelaku utama langsung lari menuju kamarnya, sedangkan Ruben sudah tertawa terbahak-bahak.

°°°°°

Lelaki bergingsul itu duduk dimeja belajar. Setelah menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya, sekarang dirinya sedang menggenggam selembar kertas dengan dengan lirik sebuah lagu. Betrand menatapnya ragu.

"Emang ini semua bener ya? Emang apa yang dia katakan sama aku dulu itu bener? Kalau selama ini aku salah faham. Tapi cowo itu.... Arghhhh Onyo bingung," monolog Betrand.

Sepenuhnya yang dikatakan sang Ayah tadi benar, Betrand naik ke kamarnya untuk kembali memantapkan hatinya. Apa ia harus mundur atau maju. Karna bukan hanya hidupnya, tapi hidup perempuan itu juga harus dia jaga.

Masih teringat jelas kejadian beberapa bulan yang lalu. Ketika disalah satu program, dirinya mencoba sedikit mengungkapkan isi hatinya namun berbagai tanggapan membanjiri langsung. Ada yang mendukung ada yang menentang begitu keras. Tapi presentasi yang tidak setuju saat itu lebih mendominasi. Namun apa yang dia sesalkan? Karena wanita yang dia kagumi lah yang menjadi serangan empuk oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Betrand tau? Tentu saja, dan dirinya merasa kecewa saat itu. Dan hari itu, Betrand memutuskan untuk berhenti, bahkan sedikit menjaga jarak. Bukan karena perasaan itu sudah tidak ada, namun ia tak lagi ingin wanita yang dia kagumi mendapat akibatnya. Sebenarnya bukan hanya karena hal itu, namun ada hal lain yang membuat dia semakin ragu untuk maju. Rasanya tidak perlu diceritakan.

°°°°°

Wanita dengan rambut hitam legam sebahu duduk di tepi kasurnya. Menatap pantulan dirinya di cermin, ia bimbang atau bahkan sangat bimbang. Memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi. Jika ditanya apa dia takut? Tentu, siapa yang tidak trauma ketika tiba-tiba diserang banyak oknum.

Lelaki itu, entahlah apa perasaan Anneth untuknya. Semua masih terasa abu-abu. Atau dirinya yang tidak sadar akan perasaan yang tidak sengaja tumbuh. Lelaki sederhana tapi memiliki seribu cara untuk membuatnya terpesona.

"Apa aku siap nanti? Apa aku bisa melewati berbagai kemungkinan yang terjadi?" fikiran Anneth kembali berputar kembali ke kejadian beberapa bulan yang lalu. Ketika seorang laki-laki mengutarakan perasaannya.

Jika ada yang mengira bahwa dirinya tidak tau kala itu maka mereka salah. Anneth paham betul. Hal itulah yang membuat dirinya bimbang. Bimbang dengan langkah yang akan ia tempuh. Jika laki-laki itu kembali memperjuangkannya setelah kesalahpahaman saat itu, apakah dia akan membuka sekat antara dirinya dan dia yang dibentuk oleh keduanya, atau dia harus mempertebal sekat itu.

Sore nanti, dengan segala konsep panggung yang sudah dipersiapkan. Apa ia bisa? Apa dia sanggup? Entahlah. Bahkan ia belum yakin dengan perasaan itu. Semua terasa buram baginya.

"Daripada aku ngegalau gajelas kek gini, mending nyiapin baju untuk nanti." Akhirnya Anneth bangkit dan menuju lemari pakaiannya, memilih pakaian yang akan dia kenakan nanti. Anneth pun bersiap-siap untuk nanti sore dan untuk sore-sore berikutnya.

°°°°°

Debby menatap tangga rumahnya dengan setengah kesal. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 4 sore. Sedangkan yang mempunyai acara belum keluar sama sekali. Saking kesalnya, wanita berambut pendek itu menaiki tangga menuju kamar putrinya.

Citttt

Suara decitan pintu mengalihkan perhatian wanita berbulu mata lentik itu dari cermin. Heran, satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini.

"Mami ngapain?" tanya Anneth kembali menghadap ke cermin. Debby menghela nafas kasar.

Debby menarik badan Anneth untuk menghadap kearahnya. Menatap putrinya dari atas sampai bawah. Anneth yang ditatap begitu tentu bergidik ngeri

"Kamu tu mau ketemu sama siapa sih Neth? Lama banget loh siap-siapnya. Ini udah hampir jam setengah 4, gak enak kalau kita telat," jelas Debby

"Mami jangan natap Anneth kek gitu ih, serem tauk. Bentar lagi Anneth siap kok."

"Mau ketemu siapa hemm? Sampek lama gini dandannya," goda Debby. Anneth yang digoda seperti itu membalikkan tubuhnya kembali menghadap cermin, menyembunyikan senyum tertahan miliknya.

"Mami tunggu dibawah dulu gih, aku bentar lagi siap kok," saran Anneth membuat Debby memutuskan untuk keluar.

Setelah bunyi decitan pintu tertutup, Anneth menghentikan aktifitas nya. Menatap pantulan dirinya di cermin.

"Lo mau ketemu siapa sih Neth, walau dandanan nya sederhana. Tapi dandan lama bukan lo banget," monolog Anneth heran dengan dirinya sendiri.

Entah apa yang dirasakan Anneth, sang empu nya saja tidak tau perasaan apa yang sedang ada dalam hatinya dan siapa yang menyebabkan perasaan ini. Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan itu dengan takdir yang akan membentuknya.

°°°°°

Hai semua, terimakasih sudah membaca cerita ini sampai sini, tunggu dan baca next chapter ya. Gimana sama chapter ini? Tulis pendapat kalian di kolom komentar ya jangan lupa vote juga.

Enjoy for reading guys 🖤

Salam sayang dari aku
-ryn-

Aksara Waktu (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang