18 - Dia Terluka

86 31 22
                                    

Mereka berdua keluar dari cafe.

"Apa perlu kuantar pulang?"

"Ehn tidak usah, aku bisa pulang sendiri dekat kok. Bye." Keira melambaikan tangannya sambil tersenyum lalu berjalan pergi meninggalkan Daffin.

Keira berjalan di sebuah lorong yang gelap. Ia memilih jalan pintas itu agar ia bisa pulang ke rumahnya lebih cepat. Namun Keira merasakan hal yang sama seperti dulu, ia seperti sedang diikuti oleh seseorang. Bulu kuduk Keira langsung merinding. Keira mulai gelisah, ia mempercepat langkahnya. Keira berlari sepanjang lorong, ia terengah-engah hingga Keira sudah tidak kuat berlari. Keira mengatur napasnya.

Keira hendak berjalan ke depan. Namun di depan Keira ada seorang preman. Keira menghentikan langkahnya. Ia panik, ia harus maju ke depan atau jika ia berhenti orang yang ada di belakang Keira akan menangkapnya. Keira bingung apa yang harus ia lakukan. Keira lupa membawa ponsel saat ia bertemu dengan Daffin di cafe, ia tidak dapat menghubungi siapapun untuk menolongnya. Ia mulai putus asa.

Tiba-tiba saja dari arah samping ada yang membekap mulut Keira dan menarik lengannya. Orang itu membawa Keira di tempat yang gelap. Keira berteriak dalam bekapan orang itu. Jalan itu semakin menjauh dari rumahnya.

"Sst....diam."

Keira semakin bertambah takut, tanpa berpikir panjang Keira menggigit tangan orang itu dengan keras, sehingga membuatnya melepaskannya dari mulut Keira. Orang itu menggeram.

"Argh sakit." Keira hendak berlari, namun ia seperti mengenali suara orang itu. Akhirnya Keira menghentikan langkahnya. Keira menoleh ke belakang. Wajah orang itu tidak jelas karena gelap. Keira menyipitkan matanya. Orang itu kemudian mulai bicara.

"Keira ini aku."

"Hah? Daffin?" Keira mulai mengenali orang itu karena cahaya senter dari ponsel Daffin.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Keira sedikit berbisik. Keira menengok keluar dari lorong itu, sudah tidak ada orang yang mengikutinya, Keira bernapas lega. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Keira untuk kedua kalinya.

"Aku mengikutimu." Mereka mulai berjalan keluar dari lorong.

"Hah?"

"Aku khawatir kau pulang sendirian, jadi aku mengikutimu. Apa kau baik-baik saja, kau kelihatan gelisah tadi."

"Ah tidak, tadi lampunya gelap jadi aku sedikit takut, biasanya tidak kok." Keira mengarang alasan, ia tidak ingin Daffin mengetahui tentang ia diuntit seseorang. Daffin menatap Keira, ia melihat kebohongan di mata Keira, namun ia hanya terdiam menunggu saat Keira sudah ingin menceritakannya.

Saat sedang mengobrol keduanya dikejutkan oleh gertakan dua orang preman di depannya. Keira mulai ketakutan ia bersembunyi di balik tubuh Daffin. Daffin memberanikan diri untuk berbicara dengan preman itu.

"Apa yang kalian inginkan?"

"Kami ingin gadis itu." Daffin melangkah mundur sambil memegang erat tangan Keira agar tidak diambil oleh preman itu.

"Jangan coba-coba!" bentak Daffin kepada kedua preman itu.

"Kalau begitu lawan aku." Daffin sudah bersiap-siap untuk berkelahi. Keira mulai gelisah dua lawan satu itu tidak adil. Preman itu bahkan bisa lebih kuat dari Daffin, Daffin hanyalah seorang remaja berumur delapan belas tahun yang tidak pernah terlibat perkelahian.

Saat pukulan itu akan melayang di wajah Daffin, Keira tidak berani melihatnya, ia menutup kedua matanya. Namun perkiraannya salah, Daffin bisa menangkis pukulan kedua preman itu.

"Kau hebat juga anak muda." Preman itu memuji kehebatan Daffin. Keira juga tidak percaya, Daffin yang pintar dalam pelajaran itu ternyata juga pandai berkelahi.

Daffin sedikit lengah, sehingga satu pukulan mengenai wajah Daffin sehingga membuatnya jatuh tersungkur, di wajahnya terlihat lebam biru dan bercak darah di ujung bibirnya. Keira panik, ia mulai mencari sesuatu yang bisa digunakan. Ia menemukan sebuah kayu. Lalu saat preman itu akan memukul Daffin lagi, Keira memukul belakang kepala orang itu dengan kayu yang ia pegang. Sehingga membuat kedua preman itu jatuh pingsan. Keira mendekati Daffin yang terluka.

"Apa kau baik-baik saja." Keira merasa bersalah, ia menyentuh pipi Daffin yang lebam.

"Ayo kita pulang."

Mereka berdua berjalan kembali ke arah mobil Daffin berada. Keira duduk sambil terus menundukkan kepalanya.
"Maafkan aku." Keira tidak berani mengangkat kepalanya. Daffin menatap Keira heran.

"Kenapa minta maaf?"

"Karena aku, kamu jadi terluka begini." Keira mulai meneteskan air matanya, merasa sangat bersalah.

"Keira jangan menangis, aku tidak apa-apa. Yang penting kamu selamat." Daffin mengusap air mata Keira dengan lembut. Keira terpaku di tempatnya, jantungnya berdegub begitu cepat.

Mereka berdua sampai di rumah Keira. Keira menyuruh Daffin agar mampir di rumahnya dulu. Keira menyuruh Daffin duduk di kursi depan rumah. Keira masuk ke rumah dengan tergesa-gesa.

"Kenapa baru pulang? Katanya sebentar." Rhenia langsung mengoceh begitu melihat Keira yang masuk ke rumahnya. Keira tidak menggubris perkataan Rhenia, ia tetap sedang mencari-cari sesuatu. Akhirnya Keira menemukan sebuah kotak P3K di atas lemari. Keira berlari keluar dari rumahnya.

"Daffin ini, obati dulu lukamu." Kata Keira sambil terengah-engah.

"Apa kau berlari?"

"Hehe."

"Sini kubantu kau obati lukanya." Keira mulai mengoleskan obat di ujung bibir Daffin yang terluka. Daffin hanya memperhatikan Keira yang sedang mengobatinya. Keira menoleh ke arah Daffin, ia menyadari jaraknya yang terpaut cukup dekat.

"Ehem." Keira berdeham singkat lalu menjauhkan dirinya dari Daffin.

"Nih oles sendiri." Keira memberikan obatnya pada Daffin. Ia bahkan tidak menatap Daffin. Keira merasa udara di sekitarnya habis. Keadaan seolah menjadi sangat canggung.

Di dalam rumah, diam-diam Rhenia melihat mereka berdua. Rhenia hanya tersenyum melihat kedekatan Keira dan Daffin.

"Emm...Keira aku pulang sekarang saja."

"Hah, i-iya." Keira masih canggung dengan kejadian tadi.

Daffin bangkit berdiri dari tempat duduknya. Ia juga merasakan canggung.
"Besok hari perlombaanya, jaga kesehatanmu ya." Daffin melambaikan tangannya ke arah Keira kemudian berlalu dari hadapan Keira.

Keira masuk ke dalam rumahnya, Rhenia langsung muncul dari balik pintu mengagetkan Keira.

"Ehem, Keira."

"Apa sih?" Keira seolah tidak peduli.

"Kau kira aku tidak lihat apa yang kau lakukan tadi? Aah Keira kau benar-benar sangat menyukainya ya. Orang yang melihatnya sekilas bahkan tahu kalau kau menyukai dia." Rhenia semakin menggoda Keira membuat pipi Keira semakin memerah.

"Ahh kakak udahlah." Keira menutupi wajahnya yang memerah kemudian pergi ke kamarnya. Rhenia tersenyum geli melihat tingkah Keira.
Rhenia melihat ponselnya, tak sepengetahuan Keira, Rhenia sempat memotret momen saat Keira bersama Daffin tadi. Rhenia mengirimnya ke Keira.

Keira merebahkan tubuhnya di kasur. Ia kembali mengingat-ingat kejadian tadi, Keira diam-diam tersenyum. Ponsel Keira bergetar singkat, Keira melihat ada pesan dari Rhenia.

"Ngapain kakak ngirim pesan ke aku?" Keira lalu membukanya, ada sebuah gambar yang memperlihatkan dirinya bersama Daffin saat berada di depan rumah. Muka Keira langsung memerah.

"Aakh kakak menyebalkan."

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang