69 - Hadiah dari Daffin

28 5 7
                                    

"Kau mau membawaku sampai ke mana?" tanya Keira yang membuat Daffin menghentikan langkahnya. Ia melepaskan cekalan tangannya.

"Oh? Aku tidak sadar sudah berjalan sampai sini." Daffin merasa kesal saat melihat ada yang ingin mengambil gambar Keira, ia serasa tidak terima. "Kalau begitu ayo kita pulang." Keira menatap Daffin dengan heran yang sudah berjalan mendahuluinya. Mereka berdua kembali ke kelas yang sudah tidak ada seorang pun di sana.

Keira menatap ruang kelasnya yang kosong. Samar-samar ia tersenyum, di sekolah inilah ia merasa sangat bahagia, bertemu dengan orang-orang yang baik dan Daffin yang ternyata sudah dari dulu menyukainya. Kehidupan sekolahnya berjalan dengan baik.

Keira kemudian melambaikan tangannya ke arah Daffin dan melajukan mobilnya ke arah rumahnya.

Sesampainya di rumah, Keira melihat sebuah mobil hitam di garasi rumahnya, ia tidak mengenali mobil itu. Keira melihat-lihat mobil itu.

"Hey apa yang sedang kau lihat?" Keira tersentak dengan Rhenia yang muncul di belakang mobil.

"Eh? Kak Rhenia mobil ini milik siapa? Apa ada teman kakak?" tanya Keira sambil melihat mobil itu dengan kagum.

"Itu mobilku." Keira membelalakkan matanya menatap Rhenia dengan tidak percaya.

"Hah? Jangan bohong, pasti kakak minjam punya teman kan," kata Keira sambil menggoda Rhenia.

"Enggak, itu punyaku. Tanya sendiri sama mama." Keira akhirnya percaya dengan perkataan Rhenia.

"Jadi ini beneran mobilmu." Keira menoleh ke arah Rhenia, Rhenia hanya menganggukkan kepalanya. "Wow mobilmu bagus sekali. Kapan kakak membelinya?"

"Baru saja." Keira semakin terkejut dengan perkataan Rhenia.

"Apa kakak punya uang untuk membeli mobil sebagus ini?" tanya Keira yang sedari tadi mengelus-elus mobil itu.

"Punya lah, aku sudah lama menabung untuk membeli mobil. Sejak mobilku hancur tahun lalu aku jadi sering meminjam punyamu." Keira tidak mendengarkan perkataan Rhenia, ia malah sibuk melihat-lihat isi mobil.

"Wow. Ini keren," kata Keira yang terus saja berkata keren. "Tapi masih tidak bisa dibandingkan dengan punya Daffin," batin Keira ketika menyadari mobil Daffin yang masih lebih keren daripada punya Rhenia.

Keira kemudian keluar dari mobil dan masuk ke rumahnya. Setelah mengganti pakaiannya Keira merebahkan dirinya di sofa.

"Kak Regan kapan pulangnya ya?" tanya Keira pada Rhenia yang duduk di sebelahnya.

"Mungkin besok atau lusa," jawab Rhenia sekenanya.

"Aku bosan sekali, aku ingin melakukan sesuatu." Keira menumpu dagunya pada kedua tangannya. Kemudian ia teringat sesuatu, Keira langsung beranjak dari tempat duduknya dan berlari menuju kamarnya.

"Hei Keira!" Keira tidak menggubris teriakan Rhenia. Rhenia menatap Keira dengan heran yang pergi dengan tergesa-gesa.

Keira memegang ponselnya sambil tiduran di kasur.
"Aku ingat waktu itu Daffin akan menuruti permintaanku. Aku harus meminta apa ya." Keira terus membolak-balikkan halaman ponselnya, bingung memikirkan hal itu. Setelah itu ia berhenti saat melihat sebuah foto yang membuatnya tersenyum lebar. "Aku tahu apa yang harus aku lakukan." Keira kemudian mencari kontak Daffin untuk segera menghubunginya. Namun di saat yang sama Daffin juga sudah meneleponnya duluan.

"Wah pas sekali nih. Dia seperti tahu apa yang mau aku katakan." Keira kemudian mengangkat teleponnya. Terdengar suara Daffin dari seberang telepon.

"Hallo Keira, kamu sedang apa?"

"Mmm, aku sedang tidak ngapa-ngapain. Pas sekali kau mau meneleponku ada yang mau aku katakan." Keira sudah tidak sabar ingin mengatakan hal itu.

"Nanti saja. Apa kau tidak kangen denganku?" tanya Daffin dengan nada sedikit menggoda.

"Huh? Kenapa mulutmu menjadi manis begini. Kita kan baru tadi ketemu di sekolah."

"Jadi kamu nggak kangen aku nih." Keira mendengar suara helaan napas Daffin.

"Aah bukan begitu. Iya iya kangen. Aku mau ngomong sesuatu nih." Lagi-lagi Daffin memotong perkataan Keira.

"Keira lihatlah keluar jendela. Katanya kau kangen aku kan?" Keira semakin bingung dengan perkataan Daffin. Keira menurut dan melihat keluar jendela. Keira membelalakkan matanya, ternyata sejak ia meneleponnya Daffin sudah berada di depan rumahnya. Keira melihat Daffin yang sedang bersandar samping mobil hitamnya. Daffin melambaikan tangannya melihat Keira sudah menyadari keberadaannya.

Keira bergegas keluar dari rumahnya. Dan melihat Daffin sedang tersenyum manis ke arahnya, seketika pipi Keira memerah. Keira mendekat ke arah Daffin. Ia menyuruh Daffin duduk di kursi depan rumahnya.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Keira. Keira mengerutkan keningnya heran melihat Daffin sedang membawa sebuah kotak di kedua tangannya. "Apa yang kau bawa itu?"

"Ini untukmu." Daffin menyerahkan kotak itu pada Keira.

"Kenapa memberiku hadiah? Sekarang kan bukan ulang tahunku."

"Memangnya harus saat ulang tahun? Cepat bukalah kotak itu." Keira kemudian menatap kotak yang ada di depannya.

"Apa ini? Kenapa berat?" Daffin tidak membalas pertanyaan Keira ia menunggu Keira membukanya sendiri. Keira mengintip dari lubang kecil di kotak. "Apa ini bergerak-gerak?! Daffin kau tidak membawa ular kan?!" Keira menjauhkan kotak itu dari dirinya.

"Dari mana kau tahu kalau itu ular?" tanya Daffin dengan tidak bersalahnya.

"Apa?!" Keira langsung bangkit dari kursinya.

"Pffft. Aku bercanda. Hei kau bahkan belum membuka kotak itu sepenuhnya, jangan asal menebak aja." Keira kembali mendekati kotak itu, ia membuka kotak itu dengan hati-hati. Daffin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Keira.

Saat tutup kotak itu terbuka, Keira terkejut di situ muncul dua anak kucing yang menggemaskan. Mata Keira langsung berbinar-binar.

"Wah, lucu sekali." Keira mengambil anak kucing itu dari dalam kotak dan membawanya ke dalam pelukannya.

"Meow." Keira tersenyum ia mengelus puncak kepala kucing itu.

"Aku tahu kau akan suka." Daffin tersenyum melihat Keira senang dengan hadiahnya.

"Kenapa kau yakin sekali?" Keira kembali meletakkan kucing itu ke dalam kotak.

"Karena waktu itu aku melihatmu menyukai gantungan kunci kucing itu." Keira mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Karena kau yang memberikan kucing ini, kucing ini juga milikmu. Tapi aku pasti akan merawatnya dengan baik." Keira tersenyum senang.

"Kalau begitu apa kau akan memberikan nama pada kucing-kucing itu?" Kucingnya langsung mengeong mendengar perkataan Daffin.

"Tentu saja. Ah sejak kapan Daffin-ku ini menjadi sangat romantis?" Seketika muka Daffin langsung memerah mendengar Keira memanggilnya 'Daffin-ku.'

"Kalau begitu kita kasih nama dengan nama kita saja. Seperti Rara dan Fifi."

"Hei kenapa yang satunya namanya Fifi, itu inisial dari namaku kan? Lagian kucing yang satunya itu jantan."

"Oh berarti kita ganti dengan Raa dan Finn. Bagaimana menurutmu?"

"Ah sudahlah itu terserah padamu." Keira kembali menoleh ke arah kucing itu, kucing dengan berbulu oranye itu ia beri nama Finn. "Finn." Keira mencoba memanggil kucing itu, kucing itu seperti suka dengan namanya.

Daffin ikutan menoleh ke arah Keira. "Hei kau seperti sedang memanggilku."

"Hahaha." Keira tertawa ketika Daffin ikut menoleh ketika ia memanggil kucing itu. "Kalau dilihat-lihat kau mirip juga dengan kucing ini." Keira semakin tidak bisa menahan tawanya, Daffin sedikit kesal ketika ia harus disamakan dengan kucing itu, namun ia tersenyum ketika Keira juga tersenyum bahagia.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang