"Kau." Keira mengedip-ngedipkan matanya dengan bingung dan ia juga merasa gugup ditatap seperti itu.
"A-aku? Aku kenapa?" Daffin menghembuskan napas pelan lalu kembali duduk di tempatnya.
"Ah lupakan saja."
Kenapa dia? Aku tidak mengerti.
"Ehem." Daffin berdeham pelan. Pipi Daffin tiba-tiba memerah, ia mengalihkan pandangannya dari Keira. Keira itu, dia kenapa tidak mengerti? Ah sebaiknya lupakan saja ini, aku tidak seharusnya mengatakannya.
📕📗📘
Della duduk melamum di kelasnya sambil menopang dagunya di tangan kirinya.
"Kenapa akhir-akhir ini kau sering melamun, jangan-jangan kau sedang memikirkan Riko ya." Salva yang tiba-tiba datang langsung menggoda Della yang sedang melamun. Della langsung menoleh ke arah Salva.
"Apa katamu?! Riko? Nggak mungkin lah aku hanya–" Kalimat Della tercekat, memang benar ia sebenarnya sedang memikirkannya.
"Tuh kan benar." Salva melirik Della dengan senyumnya yang membuat Della kesal.
"TIDAK. Aku hanya merasa kesepian tidak ada Keira." Della memanyunkan bibirnya sambil menoleh ke arah jendela.
Mata Della membulat ketika ada keramaian di lapangan sekolah.
"Ada apa tuh rame-rame?" Salva yang mendengar perkataan Della langsung mendekat ke arah jendela. Salva menyipitkan matanya."Ada yang berantem." Della langsung bangkit dari duduknya.
"Hah? Siapa yang berantem?" Salva mengedikkan bahu. "Ayo kita lihat." Della menarik tangan Salva untuk segera melihat apa yang sedang terjadi di lapangan.
Della terkejut saat menyadari seseorang yang sudah babak belur terkena pukulan, terlihat lemah tidak berdaya.
"Masih belum nyerah juga." Rendy yang diduga anak yang suka memukul orang dan terkenal terlalu gampang emosi, sekarang ia menarik kerah baju Riko yang wajahnya sudah penuh dengan lebam dan darah mengucur di sudut bibirnya. Rendy hendak melayangkan kembali pukulan ke arah Riko, namun sesuatu menghentikannya.
"Hentikan." Semuanya sontak menoleh ke arah Della tak terkecuali Riko. "Apa kau merasa tidak bersalah apa yang telah baru saja kau lakukan?! Memukul orang seenaknya saja. Apa itu hobimu suka memukuli orang?!" teriak Della dengan berani mengatai Rendy tepat di depan orangnya. Rendy tersenyum sinis, ia melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Riko dan ia beralih berjalan mendekati Della.
"Hah? Kau beraninya mengataiku." Della menatap Rendy dengan tatapan tajam. Rendy mendorong Della hingga jatuh ke tanah. Della mengaduh pelan.
Riko kembali bangkit dan langsung memukul wajah Rendy, dadanya naik turun karena marah. Apa yang dilakukan Rendy sudah keterlaluan.
"Kau kelewatan, beraninya sama anak cewek." Saat hendak kembali melayangkan pukulannya, terdengar suara peluit yang menghentikan mereka berdua."Adriano Rendy dan Herculano Riko, kalian ikut bapak sekarang juga. Semuanya juga bubar tidak ada tontonan di sini. Bubar," teriak guru itu dengan galak. Siswa yang semula memadati mereka berdua sekarang satu persatu mulai pergi dan kembali ke kelasnya.
Della masih terduduk di tanah sambil merasakan sakit di telapak tangannya. Salva membantu Della berdiri dan memapahnya pergi ke UKS.
Riko dan Rendy dibawa ke ruangan khusus siswa yang bermasalah. Riko dan Rendy saling bertatapan tajam.
"Sudah cukup. Jika kalian terus begini kapan selesainya?! Cepat kalian saling meminta maaf," kata pak guru sambil menggebrak meja. Riko memutar bola matanya dengan kesal.
"Minta maaf sama dia? Saya tidak mau melakukannya." Riko mengalihkan pandangannya dari Rendy sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Hal itu membuatnya memancing emosi Rendy.
"Kau ini." Rendy sudah mengepalkan tangannya. Pak guru hanya menghembuskan napas melihat tingkah murid-muridnya itu.
"Sebenarnya apa yang membuat kalian berkelahi?" Riko kemudian mengingat kembali kejadian yang membuatnya berkelahi dengan Rendy.
Riko berjalan sambil emosi karena hari ini, ia sudah terlambat masuk sekolah dan juga ia lupa membawa buku PR-nya sehingga membuatnya dihukum dua kali. Karena emosinya sedang tidak stabil ia tidak melihat orang yang di depannya dan tidak sengaja menabrak orang itu. Rendy yang merasa ditabrak oleh Riko, orang yang gampang emosi itu langsung saja marah-marah ditambah lagi ia sedang membawa minuman di tangannya membuat minuman itu tumpah dibaju Rendy.
"Kalau jalan liat-liat nggak sih?!" teriak Rendy pada Riko. Riko menoleh ke arah Rendy dengan malas.
"Sorry, nggak sengaja." Ia mengucapkan kalimat itu dengan tidak ikhlas. Riko kembali berjalan menjauhi Rendy, namun Rendy langsung menarik bagian belakang baju Riko terpaksa Riko menghentikan langkahnya. Saat membalikkan badannya, satu pukulan langsung mengenai wajah Riko. Riko memegangi bibirnya yang berdarah. Karena Riko sedang marah, ditambah ia telah memukulnya, Riko balik melayangkan pukulannya ke arah Rendy. Dan akhirnya mereka berkelahi.
Pak guru menghela napas setelah mendengar penjelasan dari Riko. "HANYA KARENA MASALAH SEKECIL ITU KALIAN BERKELAHI!" Rendy langsung membuka mulutnya merasa tidak terima kalau itu hanya masalah kecil.
"Apa?! Masalah kecil?! Apa bapak tidak lihat baju saya basah karena dia." Rendy menunjuk Riko dengan emosi, Riko hanya bersikap santai. "Dia juga sudah memukul saya."
Pak guru mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban Rendy, namun setelah itu ia mulai bicara lagi. "BAJU BASAH TINGGAL DICUCI SAJA DAN GANTI DENGAN PAKAIAN OLAHRAGA." Perkataan itu langsung membuat Rendy terdiam.
"Kau juga Riko, seharusnya kau tidak membalas pukulannya tadi sehingga tidak terjadi perkelahian. Kalian itu sama-sama emosian." Riko menundukkan kepalanya. "Sekarang kalian berdua bersihkan lapangan sekarang juga." Rendy dan Riko langsung membulatkan matanya.
"APA?!"
"Ditambah 30 point untuk kalian." Pak guru meninggalkan mereka berdua yang masih berdiri.
"Ini gara-gara kamu?!"
"Jika kau tidak memulai duluan ini tidak akan terjadi." Guru itu kembali membalikkan badannya.
"CUKUP BERTENGKARNYA, CEPAT LAKUKAN APA YANG SAYA SURUH!" Setelah memberikan tatapan tajam ke arah Rendy, Riko berjalan menuju lapangan sambil membawa sapu ditangannya.
Ia mulai menyapu daun-daun yang berserakan di lapangan, ia melakukannya sambil bersungut-sungut. "Menyebalkan, masa hari ini aku dihukum tiga kali. Sungguh hari yang sial."
Setelah sudah bersusah payah mengumpulkan daun-daun itu, Rendy mengacaukannya, ia menendang tong sampah itu sehingga sampahnya kembali berserakan. Riko sangat kesal dengan apa yang dilakukan Rendy.
"Mau cari mati." Riko mengangkat sapunya tinggi-tinggi hendak melemparkannya ke arah Rendy.
"Hei, hei, hei." Pak guru memukul kepala mereka berdua menggunakan tongkat dengan pelan. "Kalian ini, sudah diberi hukuman masih sama saja. Apa kalian mau orang tua kalian saya panggil ke sini?!" Keduanya menundukkan kepalanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kalau begitu makanya selesaikan hukumannya, cukup bertengkarnya kalian itu sudah besar masa masih bertingkah kekanak-kanakan. Apalagi kau Rendy kau yang lebih tua seharusnya menjadikan contoh yang baik bagi adik kelasmu tidak malah membuat keributan."
Mereka berdua terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Mereka akhirnya menjalankan hukuman tanpa berbicara satu sama lain. Akhirnya setelah satu jam kemudian mereka berdua selesai membersihkan lapangan. Riko duduk sambil mengibas-ngibaskan tangannya, keringat bercucuran di pelipisnya. Namun ia melihat sebuah botol air mineral di depan wajahnya. Riko melihat ke sampingnya. Terlihat Della yang berdiri di sebelahnya sambil membawa air mineral itu.
"Untukku?" tanya Riko pada Della.
"Iya." Riko bangkit berdiri dan menerima pemberian dari Della. Riko tersenyum. Della sepertinya sudah mulai tumbuh perasaan denganku.
Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Started in the Library [END]
Novela Juvenil"Perasaanku dimulai ketika bertemu denganmu di perpustakaan." Sejak kepindahannya dua tahun lalu, Keira selalu diliputi perasaan tidak tenang. Ia merasa ada yang selalu mengikutinya setiap saat. Pada saat itu juga ia bertemu dengan Daffin, cowok tam...