34 - Mata Panda

40 14 11
                                    

"Keira tunggu! Kenapa kau berlari." Daffin berusaha mengejar Keira, dengan cepat Daffin meraih pergelangan tangan Keira dan membuatnya menghentikan langkahnya. Keira terpaksa membalikkan badannya. Ia menatap Daffin dengan kesal.

"Lepasin." Keira melepaskan tangannya dari cengkeraman Daffin dengan kasar dan membalikkan badannya. Daffin kembali meraih tangan Keira membuat Keira semakin kesal. Hari ini suasana hatinya sedang tidak baik.

"Lepasin nggak?! Sakit tahu," bentak Keira yang membuat Daffin terpaksa melepaskan cengkeramannya. Keira memegang pergelangan tangannya yang terasa sakit.

"Kenapa kau menghindariku?" Daffin mengernyitkan kening heran. Keira menatap tajam Daffin.

"Apa urusannya denganmu?" Daffin tersentak mendengar kalimat yang dilontarkan Keira. Ia berdiri mematung dan tidak bisa berbuat apa-apa, sedangkan Keira sudah berjalan pergi menjauhi Daffin.

Keira berjalan tidak tahu ke mana. Ia sampai di tempat yang sama dengan yang ia kunjungi tadi dengan Daffin. Kini ia duduk sendirian di bangku taman. Ia melihat gemerlap lampu-lampu yang indah itu. Ia jadi teringat masa kecilnya.

"Mama, Papa. Lihat lampunya indah sekali." Keira yang waktu itu masih berumur lima tahun menatap lampu-lampu itu dengan takjub.

"Apakah kita akan ke sini lagi?" Keira bertanya dengan menggemaskan. Mama Keira hanya tersenyum melihat tingkah putrinya yang sangat lucu.

"Kalau Keira sudah besar, kamu bisa mengajak orang yang Keira sukai untuk melihat lampu-lampu ini bersamamu."

"Benarkah?" Mama Keira hanya menganggukkan kepalanya.

Keira mendesah pelan sambil mengayun-ngayunkan kakinya. Aku bahkan sekarang tidak bersama dengannya, permintaanku itu belum terwujud. Keira mendongak ke atas, bintang-bintang terlihat sangat indah di langit malam ini, Keira tetap saja merasa sedih dengan kenyataan Daffin yang belum bisa melupakan gadis yang sudah meninggal dan sekarang ia malah dekat dengan gadis lain. Ia tidak mengira bahwa Daffin mengenal dengan Calista.

Ponsel Keira bergetar, ada sebuah panggilan masuk dengan nama Daffin tertera di ponsel itu. Keira memandangi ponsel itu cukup lama, ia akhirnya tidak berniat menjawab panggilan telepon itu dan memematikan ponselnya.

Keira kembali ke hotel dan melihat Daffin sudah menghadangnya. Keira mendongak untuk menatap wajah Daffin.

"Ke mana saja kamu?" tanya Daffin dengan nada lembut dan ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.

"Aku capek, aku mau istirahat dulu." Keira masuk ke kamarnya dan membanting pintu tepat di depan Daffin. Daffin hanya menghela napas. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Keira sehingga membuatnya seperti itu.

Keira menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Pikirannya saat ini sedang kacau. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, sampai tengah malam ia membolak-balikkan badannya tidak bisa tidur. Keira beranjak dari kasur berniat mengambil air minum.

Namun ia tak sengaja menjatuhkan gelasnya, sehingga membuat gelas itu pecah dan menimbulkan suara.

"Aduh, kenapa jatuh segala sih?" Keira mengambil pecahan-pecahan kaca itu yang berserakan di lantai. Tapi tanpa sengaja pecahan itu mengenai tangan Keira dan membuat jarinya berdarah. "Akkh." Keira langsung pergi membasuh tangannya dan membalut lukanya dengan plester. Keira kembali kekasurnya dan bergegas tidur.

📕📗📘

Daffin membuka matanya ketika mendengar samar samar suara yang tidak jauh darinya. Mungkin hanya perasaanku saja. Daffin kembali menutup matanya untuk tidur, namun setelah memejamkan matanya sekian lama ia tetap tidak bisa tertidur.

"Tadi itu suara apa ya?" Daffin kemudian memutuskan untuk beranjak dari kasurnya dan keluar dari kamar. Ia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di luar kamarnya. Aku sepertinya mendengar sesuatu dari kamar Keira. Daffin duduk dikursi depan kamar Keira. Ia tidak bisa tidur dan terjaga sampai jam empat pagi. Setelah itu akhirnya ia jatuh tertidur masih dengan keadaan terduduk. Daffin mendengar suara pintu yang terbuka dari kamar Keira, ia langsung berdiri di depan pintu kamar Keira.

Keira yang menyadari ada seseorang yang berada di depannya. Ketika melihat wajah orang itu Keira begitu terkejut.

"AAHH, Kau mengagetkanku." Keira bahkan sampai mundur beberapa langkah ketika melihat wajah Daffin dengan kantung mata yang berwarna hitam. Wajahnya bahkan serius sekali seperti hantu. Keira mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali.

"Apa kau Daffin? Aku hampir tidak mengenalimu tadi." Daffin hanya menatap Keira dengan pandangan datar. Ia bahkan masih berdiri di depan Keira tanpa mengatakan sepatah kata pun. Keira merasakan ada yang aneh dengan Daffin.

"Daffin? Hello, ada apa denganmu?" Keira melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Daffin. Keira menjadi merinding. "Jangan-jangan kau hantu yang menyerupai Daffin." Daffin akhirnya tersadar, ia mengucek-ngucek matanya.

"Aah Keira." Keira menatap Daffin dengan heran.

"Kenapa kau bengong saja? Apa kau tidak bersiap-siap untuk pulang." Daffin menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengembalikan kesadarannya. Ia melihat tangan Keira yang diplester lalu dengan cepat ia memegang tangan Keira.

"Ada apa dengan tanganmu? Apa kau terluka?" Daffin menatap Keira dengan cemas. Keira menarik kembali tangannya menyembunyikannya di balik tubuhnya.

"Tidak apa-apa hanya luka kecil." Daffin menatap Keira lekat-lekat. Oh pantas saja aku mendengar sesuatu tadi malam, sepertinya dia memecahkan sesuatu dan tangannya terluka.

Keira bingung ditatap terus-menerus oleh Daffin, ia menggaruk bagian belakang lehernya yang tidak gatal. "Kenapa kau tidak bersiap-siap?" tanya Keira untuk memecah kecanggungan. Setelah itu Daffin pergi ke kamarnya begitu saja.

Keira mengernyitkan keningnya heran ketika menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dari Daffin. "Ada apa dengannya? Dia terlihat aneh sekali hari ini. Tidak seperti dia yang biasanya." Keira berjalan sambil membawa kopernya keluar kamar.

📕📗📘

Daffin sudah terlebih dahulu masuk ke dalam pesawat dan duduk di sebelah Keira. Keira duduk di tempatnya, ia melirik Daffin yang kini berada di sebelahnya. Ia sedang menyandarkan kepalanya di jendela dan memejamkan matanya. Apakah dia tertidur? Daffin sepertinya kelelahan. Apa yang dilakukannya semalam? Sampai kantung matanya menjadi hitam seperti panda.

Keira melirik Daffin penuh kecurigaan. Ia menghela napas pelan. Kemarin aku tidak seharusnya bersikap begitu, aku tidak boleh terlalu egois, kenapa aku jadi merasa kasihan setelah melihatnya?

Keira hendak berdiri untuk mengambil sesuatu namun sesuatu menahan tangannya. Ia tersentak ketika tiba-tiba Daffin memegang tangannya. Keira berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Daffin. Namun Daffin malah mempererat cekalannya, Keira akhirnya kembali duduk. Pipi Keira seakan memanas, dan jantungnya berdegub kencang seolah tangan Daffin menyetrum menuju jantungnya.

"Arrgh, dasar Daffin menyebalkan," gumam Keira dengan kesal. Keira melamun memikirkan sesuatu.

"Jangan pergi!" Keira menoleh ke arah Daffin dengan heran. Apa dia mengigau? Menyebalkan sekali dia tidak mau melepaskan tanganku. Aku tidak bisa melakukan apa pun. Tapi tadi dia mengatakan jangan pergi, siapa yang dia maksud? Apakah aku?

"Siapa yang sedang kau impikan?" Keira berbicara sendiri seolah Daffin tidak mendengar apa yang Keira katakan. Daffin tiba-tiba saja membuka matanya membuat Keira tersentak dan tidak berani menatap Daffin. Daffin mendekat ke arah Keira masih dengan memegang tangannya, ia menatap Keira lekat.

"Kau."

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya. Dan juga cerita ini update hari Selasa dan Jum'at. Tambahkan cerita ini di reading lust atau library kalian ya agar tidak ketinggalan info updatenya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang