67 - Lebik Baik Memaafkan Daripada Membenci

32 6 11
                                    

Selang beberapa menit setelah menyelesaikan permainan, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Daffin memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya, saat masuk ke rumah tak disangka ayahnya juga sedang duduk di kursi sambil menikmati secangkir kopi. Daffin hanya meliriknya sekilas lalu berjalan menuju kamarnya.

"Ayah ingin bicara denganmu, setelah ini kau datanglah ke ruang baca." Daffin menghentikan langkahnya, ia menatap ayahnya dengan penuh tanda tanya.

Kini Daffin sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Ia langsung menemui ayahnya begitu disuruh menemuinya di ruang baca.

"Ada apa ayah ingin menemuiku?" tanya Daffin dengan nada dingin.

David langsung menunjukkan sebuah foto pada Daffin, Daffin membelalakkan matanya, ia melihat sebuah foto dirinya bersama dengan Keira. Foto itu tidak hanya satu, namun masih ada yang lainnya.

"Apa ayah memata-mataiku?" Daffin terlihat kesal dengan ayahnya yang tidak pernah memberikan kebebasan padanya. "Iya aku memang berpacaran dengan Keira, ayah tidak berhak mencampuri urusanku lagi." Daffin menggebrak meja. David hanya terdiam melihat tingkah Daffin.

"Ternyata kalian berdua sama saja." Daffin terlihat menahan emosinya, ia mengepalkan kedua tangannya.

"Apa ayah mengungkit lagi kak Mandy? Kenapa ayah begitu egois." Daffin akhirnya bergegas keluar dari ruangan itu, ia sudah tidak tahan dengan sikap ayahnya.

"Tunggu Daffin." Daffin membalikkan badannya.

"Sekarang apa lagi?" David kembali memegang foto itu, Daffin terlihat bahagia bersama dengannya.

"Maafkan ayah Daffin." Daffin mengerutkan keningnya, ia heran dengan perubahan sikap ayahnya yang tiba-tiba, perlahan emosinya mulai menurun. Ia kembali menghadap ayahnya dan mendengarkan perkataannya sampai akhir. "Ayah menyesal telah mengekangmu dan Mandy. Ayah sadar bahwa sikap ayah ini tidak bisa dimaafkan. Namun ayah berharap kamu bisa memaafkan ayah." Daffin terdiam mendengar perkataan David. "Ayah tidak pernah memberikan kebahagiaan pada kalian. Akibatnya Mandy menjadi seperti itu."

"Sudah cukup ayah! Jangan mengungkit kak Mandy lagi!" Daffin menundukkan kepalanya, perlahan air matanya mulai menetes dari sudut matanya. "Ayah terlambat mengatakan ini sekarang, kak Mandy sudah tiada, dia tidak akan pernah kembali. Apa ayah tahu bagaimana rasanya melihat orang yang kita sayangi meninggal di depan mata kita sendiri?" David terdiam, tangannya mulai bergetar. "Sampai sekarang aku terus terbayang. Mengapa aku tidak bisa menyelamatkannya waktu itu dan membiarkan dia mati." Daffin menangis deras mengingat kembali kejadian itu. Ia seharusnya tidak meninggalkannya sendiri dan mengalami kecelakaan.

Daffin keluar dari ruangan itu sambil membanting pintu dengan cukup keras. David akhirnya tidak bisa menahan air matanya yang sempat ia bendung. Daffin mendengar suara tangisan David dari balik pintu, ia terdiam sesaat setelah itu ia kembali ke kamarnya.

Daffin melihat sebuah bingkai foto saat dirinya bersama dengan Mandy. Ia mengelus foto itu. Setelah itu ia mengeluarkan sebuah foto dari sakunya, foto saat bersama dengan Keira, ia memasukkan foto itu ke dalam bingkai dan meletakkan di sebelah foto ia bersama Mandy. Ia tersenyum memandangi foto-foto itu, Mandy dan Keira adalah orang-orang yang membuatnya mengerti makna kebahagian. Namun Mandy ternyata tidak selalu ada disisinya, Mandy sudah benar-benar meninggalkannya. Sekarang Keira muncul dan kembali merasakan kebahagiaan, kebahagiaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Daffin tidak ingin kehilangan orang yang disayanginya untuk kedua kalinya.

Ponsel Daffin bergetar singkat di sakunya, ia merogoh saku celananya dan mendapati pesan dari David.

Ayah :
Maafkan ayah Daffin. Ayah tidak akan melarangmu berpacaran dengan gadis itu. Ayah tidak akan mengaturmu lagi, sekarang itu terserah padamu.

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang