46 - Salah Paham

30 6 15
                                    

Setelah mendengar cerita dari Daffin, Keira hanya bisa terdiam, ia merasa kasihan dengan Daffin.

"Kau baik-baik saja?"

"Hmm...lagian itu sudah tiga tahun yang lalu. Aku harus merelakannya pergi." Keira lagi-lagi menatap Daffin dengan pandangan iba. "Jangan menatapku seperti itu. Aku baik-baik saja. Sekarang ayo kita pulang."

Mereka berdua berpisah ketika keluar dari cafe dan memasuki mobil masing-masing. Ia terus saja kepikiran hal itu. "Kenapa Daffin dengan senang hati menceritakan semuanya padaku? Apakah karena aku orang yang penting baginya?" Dalam hati Keira mengarang alasannya sendiri dan membuat hatinya berbunga-bunga.

Sesampainya di rumah, Keira menghempaskan dirinya di kasur. "Sepertinya aku pernah melihat Daffin sebelumnya. Tapi aku pertama bertemu dengannya di minimarket. Aah mungkin aku sering melihatnya di sekolah saat kami belum saling mengenal. Aku merasa Daffin itu tidak asing." Keira berbicara sendiri di kamarnya. "Daffin, Daffin, Daffin. Kenapa setelah mendengar ceritanya aku seperti terbayang-bayang wajahnya?! Hahaha." Keira mengacak-acak rambutnya merasa malu.

Keira mengubah posisinya menjadi duduk. "Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dariku, aah tapi itu privasinya aku tidak boleh mengorek informasi tentangnya." Keira kembali melihat foto seorang gadis yang menghadap ke belakang. "Aku mengira ini aku. Tapi tidak mungkin, aku tidak pernah bertemu Daffin sebelumnya. Ah lupakan sajalah." Keira bangkit dari duduknya dan melempar ponselnya begitu saja di atas kasur.

Setelah itu ponsel Keira berbunyi, ia langsung melihat nama Della tertera di ponselnya. Ia langsung menerima panggilan itu.

"KEIRAAA MENYEBALKAN!!!" Della berteriak sangat keras, sehingga membuat Keira menjauhkan ponselnya dari telinganya.

"Apa sih teriak-teriak?!" Keira sedikit kesal dengan Della, baru saja menerima telepon sudah diteriaki oleh Della.

"Keira bagaimana ini?! Aku tidak bisa tampil di pentas seni. Hanya dalam waktu sehari aku tidak mungkin menghafalkan lagunya."

"Tinggal dihafalin aja ya kan." Keira malah berbicara dengan santai.

"Apa?! Keira kau tega sekali. Huaaa." Della kemudian mematikan panggilannya karena merasa sedikit kesal dengan Keira. Keira hanya bisa tertawa mendengar keluhan Della.

📕📗📘

Della gelisah sendiri sambil mondar-mandir tidak jelas. "Aduh aku jadi gugup sendiri. Bagaimana ini?! Lusa, waktunya mepet sekali. Ini gara-gara Keira." Della kembali latihan olah suara, ia membaca lirik lagu yang ingin ia nyanyikan.

"Ehem, ehem. Aaaa." Della mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

Della melirik jam yang tergantung di dinding. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, namun ia belum ada perkembangan apa pun. "Aku bisa gila kalau kayak gini." Della memakai jaketnya dan langsung pergi keluar rumah. Ia berniat pergi ke minimarket untuk membeli mie instan. Tapi tanpa diduga ia melihat seseorang yang sangat ia kenal dengan status sebagai pacarnya juga berada di sana. Ia mengerutkan keningnya, Riko tidak sedang sendirian ia bersama seorang gadis sambil menyantap mie dan saling tersenyum, ia bisa melihatnya dari balik kaca. Della mengepalkan tangannya dengan geram. Ia membuka pintu minimarket dengan sedikit kasar. Ia menggebrak meja sehingga membuat keduanya tersentak. Riko menyadari kehadiran Della.

"Della?" Della langsung melirik gadis itu dengan tatapan tajam. Gadis itu hanya menatap Della dengan bingung.

Karena marah, Della langsung menjambak rambut gadis itu.
"AKKH. APA YANG KAU LAKUKAN?!" Gadis itu berteriak histeris. Della masih tidak melepaskannya dan akhirnya keduanya saling menjambak.

"Hei, kalian berhenti! Apa kalian sudah gila?! Della lepaskan dia." Riko mencoba menenangkan mereka berdua. Della akhirnya melepaskannya, ia merasa sakit hati karena Riko sendiri yang menyuruhnya agar tidak menjambaknya. Kini rambut keduanya sudah sangat berantakan. Della menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia langsung berlari meninggalkan mereka berdua.

"DELLA," panggil Riko dengan sedikit berteriak. Namun Della tetap tidak memedulikan Riko dan sudah menghilang dari hadapannya.

Akhirnya tangisan Della pecah saat dalam perjalanan pulang. Hatinya sangat sakit saat melihat Riko bersama gadis lain. Sesampainya di rumah, Della menjatuhkan dirinya di kasur dan menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Bantalnya basah karena air matanya. Ia melihat ponselnya bergetar, namun ia memutuskan tidak menjawab panggilan teleponnya. Saat Riko kembali menelepon ia langsung mematikan ponselnya agar tidak mengganggunya. Della bahkan belum membeli apa pun di minimarket karena hal tadi.

📕📗📘

Keesokan harinya, Della berangkat sekolah seperti biasanya namun hari ini ia terlihat sangat lesu. Riko mencekal lengan Della dan membuatnya menghentikan langkahnya.

"Della dengarkan aku dulu." Della langsung melepaskan cekalan tangan Riko dan pergi meninggalkan Riko sambil menatapnya tajam. Riko menghalangi Della dengan berdiri di hadapannya.

"Pergi," kata Della dengan kasar. Riko tidak bergeming dari tempatnya. Della akhirnya menendang kaki Riko dengan keras yang membuatnya mengaduh kesakitan. Della lalu pergi menuju kelasnya dan meninggalkan Riko yang masih memegangi kakinya yang terasa sakit. "Akkh."

Keira berjalan menuju kelasnya. Keira melihat Riko yang terlihat aneh. "Hei Riko, ngapain kau di sini?" tanya Keira.

"Kakiku sakit."

"Oh." Keira hanya membalasnya dengan jawaban singkat dan kemudian tidak peduli dengan Riko. Namun Riko mencekal lengan Keira.

"Ada yang harus kubicarakan denganmu?" Keira mengerutkan keningnya heran.

Mereka berdua duduk di bangku taman.

"Apa yang mau kau bicarakan?"

"Sekarang Della marah denganku, sepertinya dia telah salah paham. Keira bantu aku bagaimana agar Della tidak marah lagi?" tanya Riko dengan nada memohon.

"Kau ini, mmm... aku tidak tahu. Selesaikan sendiri masalahmu itu." Keira bangkit dari tempat duduknya. Riko menahan Keira untuk kembali duduk.

"Hei masa kau tidak mau membantu kami. Bukannya Della itu sahabatmu." Keira terdiam, kata sahabat itu kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Ia merasa Della yang telah melakukan hal itu padanya. Namun Keira kembali membuang jauh-jauh pikiran itu karena ia belum menemukan bukti yang jelas. Keira akhirnya kembali duduk.

"Bagaimana ya?" Keira ikutan berpikir. Kemudian ia terpikirkan suatu ide. "Bagaimana kalau.... ." Keira membisikkan sesuatu ke telingan Riko.

"Apakah kau yakin?" Riko merasa tidak yakin dengan apa yang diusulkan Keira. Keira menggangguk mantap.

"Kalau begitu aku akan mencobanya."

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang