Keira memutuskan untuk pulang ke rumahnya begitu ia sadarkan diri, ia tidak ingin berlama-berlama di tempat yang penuh dengan bau obat itu. Keira merebahkan dirinya di kasur empuk kesayangannya. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan sedih. Ia teringat saat Daffin tergeletak di sampingnya dengan darah yang mengucur deras di pelipisnya. Kenapa kau menyelamatkanku? Seharusnya aku yang terluka.
Tak lama kemudian ponsel Keira berdering. Keira segera menerima panggilan itu.
"Keira apa kau sekarang sudah pulang ke rumah? Aku mencarimu di rumah sakit namun kamar itu sudah kosong?" kata Della dari seberang telepon. Della berbicara dengan panjang lebar.
"Iya aku sudah di rumah," jawab Keira dengan tersenyum.
"Oh syukurlah kalau kau sudah sadar. Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu. Kau lebih baik istirahat dulu, jangan lupa makan yang teratur ya. Dah."
"Iya Della." Della mengakhiri panggilan telepon itu. Keira tersenyum, Della begitu perhatian dengannya. Ia merasakan kehangatan bersama sahabat yang sangat dikenalnya itu. Walaupun dia sering ceplas-ceplos Della sebenarnya sangat baik.
📕📗📘
Lima hari setelah kejadian itu, akhirnya Daffin membuka matanya. Daffin melihat ke sampingnya, di sana ada ayahnya yang sedang tertidur dengan salah satu tangannya menumpu dagunya. Daffin menatap ayahnya yang sepertinya sudah berada di sampingnya sejak lama. Daffin memikirkan sesuatu, ada kalanya ayahnya juga memperhatikannya. David tiba-tiba terbangun membuat Daffin sedikit tersentak, David melihat Daffin yang sepertinya sudah sadarkan diri, ia tersenyum lega. Daffin terdiam. Ayahnya ternyata juga bisa tersenyum seperti itu.
"Oh Daffin. Kau sudah bangun?" Daffin tidak membalas pertanyaan ayahnya, ia malah melengos dan menatap ke arah lain. Daffin mengubah posisinya menjadi duduk.
"Apakah ayah tidak sibuk? Ngapain ayah di sini?" tanya Daffin dengan cuek. Namun sebenarnya hatinya sudah sedikit luluh karena ayahnya yang sepertinya mulai memperhatikannya.
"Apakah menjenguk anaknya sendiri tidak boleh?" Daffin hanya terdiam, ia malas berbicara dengan ayahnya. Ia masih belum bisa terbiasa berbicara santai dengan ayahnya.
Drrt...Drrt...
David merogoh saku celananya, ia melihat salah satu bawahannya yang meneleponnya."Halo Presdir David, sepertinya ada masalah di perusahaan, bisakah anda datang ke sini?" kata salah seorang karyawan di perusahan.
David menoleh ke arah Daffin yang sedang memperhatikannya.
"Pergilah, aku tidak apa-apa sendirian." Daffin seperti tidak peduli. David kembali berbicara dengan telepon.
"Baiklah aku akan ke sana sekarang." David menutup panggilan telepon itu, ia bangkit dari duduknya.
"Daffin ayah harus pergi ada masalah di perusahaan."
"Iya," jawab Daffin dengan singkat. Setelah itu David pergi meninggalkan Daffin di ruangan itu seorang diri. Daffin baru saja merasa ayahnya sudah berubah, namun ayahnya masih saja mementingkan perusahaan, hal itu membuatnya merasa ayahnya masih sama saja.
Daffin memegangi kepalanya terasa sakit. Kepalanya itu sudah diperban dengan rapi.
"Waktu itu aku benar-benar nekat." Daffin kembali membayangkan kejadian waktu itu. "Sudah lima hari ternyata sejak aku tidak sadarkan diri." Daffin menghela napas panjang, ia merasa bosan di rumah sakit sendirian tanpa ada yang menemaninya mengobrol.
Tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu. Daffin mempersilakan orang itu masuk, dan ternyata cuma seorang suster yang membawakan makanan.
"Jangan lupa ini minum obatnya juga ya." Suster itu mengingatkan Daffin seolah Daffin seperti anak kecil. Daffin hanya mengangguk. "Dan juga ini ada seseorang yang memberimu ini." Suster itu memberikan sesuatu kepada Daffin.
"Siapa yang memberikannya?" tanya Daffin penasaran.
"Dia tidak mau bilang siapa namanya." Setelah itu suster itu pergi dari ruangan Daffin. Daffin membuka sesuatu yang diberikan oleh seseorang yang tidak dikenal itu. Di sana terdapat sebuah kotak makan yang isinya buah-buahan yang sudah terpotong rapi.
"Siapa yang memberikan ini?" Daffin melahap buah-buahan itu. Di kotak makan itu tidak ada tulisan maupun nama seseorang sehingga ia tidak tahu siapa orang yang memberikannya.
Keesokan harinya Daffin menerima kotak bekal dari orang yang sama. Isinya juga sama. Daffin semakin heran dengan siapa orang yang memberikannya.
Setelah tiga hari berturut-turut menerima kotak bekal dari orang tidak dikenal, Daffin akhirnya memutuskan untuk bertanya dengan suster itu.
"Sebenarnya siapa orang yang memberikan ini? Apakah perempuan?" tanya Daffin pada suster yang sedang mengantarkan makanan.
"Iya perempuan berambut segini." Suster itu menunjukkan panjang rambut orang itu. Daffin semakin yakin kalau yang mengirim kotak bekal itu adalah Keira. Namun ia juga heran, ia tidak melihat Keira selama tiga hari berturut-turut. Keira belum menemuinya sejak ia sadarkan diri, hal itu membuat hatinya sedih.
"Riko dan Della bahkan menjengukku ke sini. Tetapi kenapa aku tidak melihat keberadaan Keira sama sekali? Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?" gumam Daffin. Daffin terus berkutat dengan pikirannya. Namun akhirnya ia menyerah memikirkan hal itu, karena ia tidak kunjung menemukan alasannya.
Daffin hendak mengambil gelas yang berisi air minum, namun karena keadaannya yang masih lemah, akhirnya gelas itu pecah di lantai. Daffin memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Keira melihat Daffin dari balik kaca pintu dengan terkejut. Daffin terlihat tidak baik-baik saja, namun ia tidak bisa mendekati Daffin karena ia sudah memutuskan untuk menjauh darinya karena ia takut akan melukainya lagi. Keira memanggil suster untuk menuju ke kamar Daffin. Ia menatap Daffin dengan tatapan sendu, setelah itu ia pergi meninggalkan rumah sakit dengan perasaan sedih.
Keira berdiri di depan rumah sakit. Ia kembali menengok ke belakang. Aku takut jika kehadiranku akan membuatmu terluka. Keira melangkah pergi sambil menahan rasa sakit.
Keesokan harinya Daffin selalu menunggu kedatangan Keira, namun ia tidak juga datang menemuinya, ia akhirnya memutuskan untuk menelepon Keira.
Tuut...Tuut...
"Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi." Daffin menghela napas, Keira tidak menjawab panggilan teleponnya. Ia kembali menelepon Keira namun yang berbicara justru orang yang terus saja mengatakan maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk. Hal itu membuatnya kesal. Daffin ingin sekali membanting ponselnya, namun niat itu ia urungkan karena ia baru saja membeli ponsel yang baru. Ia tidak ingin ponselnya kembali rusak seperti yang waktu itu.Daffin keluar dari ruangan untuk pergi ke minimarket sebelah untuk membeli sesuatu. Setelah kembali ia melihat Keira yang sedang memberikan kotak bekal seperti biasanya pada suster. Setelah itu Keira pergi ke ruangan Daffin. Ia lagi-lagi hanya berdiri di depan pintu, Keira tidak menyadari kalau Daffin tidak ada di ruangan itu. Keira hanya menundukkan kepalanya sambil memainkan kedua tangannya dengan ragu-ragu.
"Sudah kuduga itu kau." Keira tersentak dengan suara yang sangat ia kenal, kini berada di belakangnya. Ia terdiam menatap Daffin yang juga sedang menatapnya.
Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Started in the Library [END]
Teen Fiction"Perasaanku dimulai ketika bertemu denganmu di perpustakaan." Sejak kepindahannya dua tahun lalu, Keira selalu diliputi perasaan tidak tenang. Ia merasa ada yang selalu mengikutinya setiap saat. Pada saat itu juga ia bertemu dengan Daffin, cowok tam...