43 - Rapuh

29 7 12
                                    

"Oh ya aku tahu. Dia bukannya mantan pacarnya kak Regan?"

Setelah mengetahui fakta baru, Keira kembali masuk ke mobilnya dan mulai menjauhi tempat itu.

"Wanita itu pasti ibunya Daffin, mereka berdua pasti sangat terpukul." Keira menyambung sepenggal kisah yang ia dapatkan.

"Benar saja wajah kakak Daffin terlihat tidak asing, dia pernah pergi ke rumahku. Di tulisan di meninggal tiga tahun lalu. Apa penyebabnya ya? Setelah sampai di rumah aku harus menanyakan hal ini pada kak Regan." Keira langsung tancap gas dan melajukan mobilnya dengan cepat. Ia buru-buru pulang ke rumah dan segera menanyakan hal itu pada Regan.

Sesampainya di rumah, Keira membuka pintu rumahnya dengan sedikit keras dan membukanya lebar-lebar. Ia menoleh ke sana ke mari mencari keberadaan seseorang.

"Heh apa yang kau cari?" tanya Rhenia yang berada tidak jauh dari Keira.

"Kak Regan mana?" Keira mengedarkan pandangan ke seisi rumah mencari Regan.

"Dia belum pulang tuh," jawab Rhenia yang sedang mengeringkan rambutnya.

Keira sedikit kecewa. Tak apa, aku bisa menunggu dia pulang. Keira bergegas pergi ke kamarnya. Ia meletakkan tasnya di kursi. Sambil menunggu kepulangan Regan, Keira mandi terlebih dahulu. Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dengan baju santai. Keira duduk di meja belajarnya. Keira mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja.

"Aku baru tahu kalau kak Mandy itu ternyata kakaknya Daffin. Kenapa bisa kebetulan sekali yah?" Keira mengingat kembali kejadian tiga tahun yang lalu. "Waktu itu sepertinya mereka berdua putus dan tidak berapa lama kak Mandy meninggal."

Keira masih menunggu kepulangan Regan, ia sudah dua jam menunggu dan Regan belum juga pulang ke rumah. Ia sedikit tidak sabar karena ingin segera tahu tentang informasi tiga tahun lalu. Keira mendengar suara pintu depan yang terbuka, ia bergegas keluar dari kamarnya. Ia lagi-lagi kecewa karena yang membuka pintu ternyata mamanya.

"Ihh kenapa Kak Regan belum pulang-pulang sih?!" Keira sedikit kesal. Keira turun ke bawah dan duduk di depan televisi. Ia duduk disebelah Rhenia yang juga sedang menonton televisi.

Keira beberapa kali menengok ke arah pintu dan juga berdiri mondar-mandir dan kembali duduk. Rhenia yang memperhatikan Keira sejak tadi merasakan ada hal yang aneh. Ia merasa kesal karena Keira mondar-mandir tidak jelas di depannya menghalangi pandangannya dari televisi.

"Keira kenapa kau mondar-mandir kayak setrika?! Minggir, lagi seru nih." Rhenia menarik tangan Keira dan menyuruhnya kembali duduk.

Keira sedikit merasa tidak sabar, Keira melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam dan Regan yang sudah dari tadi ditunggunya juga belum pulang-pulang. Keira ingin segera tahu lebih lanjut, rasa penasaran sudah menyelimuti dirinya. Keira menggerak-gerakkan kakinya dengan tidak sabar. Rhenia lagi-lagi terganggu dengan tingkah Keira yang membuatnya sangat kesal.

"Keira bisa diam nggak sih! Kamu balik aja sana ke kamarmu. Menganggu saja." Rhenia kembali fokus dengan tontonan di depannya.

Keira akhirnya terdiam, ia terlarut dalam pikirannya. Mereka berdua sama-sama menyembunyikan identitasnya. Kalau aku dari dulu tahu kak Mandy kakaknya Daffin aku bisa mengenal Daffin sejak dulu. Di SMA saja aku jarang berinteraksi dengan orang lain, jadi aku bisa mengenalnya belum lama ini.

Setelah film yang ditonton Rhenia selesai, ia bangkit dari duduknya.

"Aku mau ke kamarku ya. Udah ngantuk nih. Kamu juga cepat balik ke kamarmu dan segera tidur," perintah Rhenia sambil menguap lebar.

"Iya aku nanti juga mau ke kamarku. Aku masih belum ngantuk." Keira masih berkutat di tempatnya itu.

"Jangan begadang, besok kamu masih harus sekolah loh."

"Iya iya. Sana pergi." Rhenia melirik Keira merasa terusir kemudian ia pergi meninggalkan Keira seorang diri.

Keira melihat ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Keira mencari kontak Regan di ponselnya. Ia kemudian memutuskan untuk meneleponnya.

Tuut...Tuut
Ponsel Keira berdering cukup lama sebelum akhirnya ada seseorang yang menerima panggilan itu.

"Halo, ada apa Keira?" tanya Regan dari seberang telepon.

"Kak Regan kenapa belum pulang-pulang sih?"

"Ada apa? Aku belum pulang masih ada kerjaan nih."

"Kira-kira pulangnya jam berapa?" Keira mendesak Regan untuk menjawab pertanyaannya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya jam berapa aku pulang?" Regan mengerutkan keningnya tidak biasanya Keira menunggunya pulang sampai larut malam. "Kenapa kau belum juga tidur? Cepat tidur, aku masih nanti pulangnya."

"Ada hal yang ingin kutanyakan."

"Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Regan kembali.

"Nanti saja setelah kak Regan pulang." Keira menutup teleponnya secara sepihak. Regan lagi-lagi dibuat bingung dengan perkataan Keira yang tidak jelas.

Keira menuju ke kamarnya, ia hanya mengambil selimutnya. Ia melihat Rhenia dan mamanya sudah tidur terlelap di kamarnya masing-masing. Keira berjalan dengan sangat berhati-hati agar tidak mengganggu mereka. Keira kembali duduk di depan televisi dan menarik selimutnya hingga menutupi setengah badannya. Tanpa sadari Keira tertidur di sofa. Ia masih saja menunggu hingga ia terlelap.

Tak lama kemudian, Regan sampai di rumah. Ia melihat Keira yang tertidur di sofa.

"Kenapa dia menungguku pulang? Sebenarnya hal apa yang ingin Keira tanyakan." Keira tiba-tiba saja membuka matanya membuat Regan tersentak. "Kau membuatku jantungan."

Keira mengubah posisinya menjadi duduk sambil mengucek-ngucek matanya.

"Kak Regan akhirnya pulang juga." Regan duduk di sebelah Keira.

"Memangnya apa yang ingin kau tanyakan? Apakah sangat penting sampai kau menungguku sampai jam segini." Keira menganggukkan kepalanya.

"Iya." Regan menunggu pertanyaan yang ingin ditanyakan Keira.

"Kak kau kan dulu pernah berpacaran dengan kak Mandy, apa yang terjadi saat itu?" Regan tersentak mendengar pertanyaan Keira, ia menanyakan hal yang membuatnya kembali teringat masa lalu.

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang itu?" Raut wajah Regan langsung berubah.

"Maaf aku menanyakan hal itu. Hal itu berhubungan dengan Daffin karena dia itu kakaknya." Regan terdiam sesaat, ia menghela napasnya dengan berat.

"Kami berpacaran saat umur dua puluh tahun. Kami saling mengenal karena kami berada di kampus yang sama. Aku juga tidak menyangka dia anak dari pemilik perusahaan papa bekerja. Karenanya sekarang aku bekerja di perusahaan itu." Keira mendengarkan penjelasan Regan dengan seksama.

"Bagaimana dia bisa meninggal waktu itu?"

"Dia mengalami kecelakaan dan nyawanya tidak tertolong saat itu." Keira yang mendengarnya langsung terdiam, ia ikut merasakan sakit. Regan kembali meneruskan ceritanya.

"Aku takut aku yang telah menyebabkan dia kecelakaan karena aku memintanya putus waktu itu. " Regan merasa sangat bersalah.

"Kenapa kalian putus?" Mendengar Regan yang seperti itu ia juga ikutan sedih.

"Ayahnya tidak menyetujui kami berpacaran. Dia ingin Mandy agar fokus belajar, jadi dia memintanya agar aku yang memutuskan untuk putus dengannya. Jika tidak maka ia akan mengirim Mandy keluar negeri. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, dari pada dia menjadi lebih tersakiti dengan dia pergi keluar negeri yang bukan kemauannya, aku akhirnya memintanya putus. Itu yang terbaik buat kita. Itu yang aku katakan waktu itu. Tiga hari setelah itu aku mendengar dia mengalami kecelakaan dan nyawanya tidak tertolong. Aku yang menyebabkan dia mengalami kecelakaan." Regan menundukkan kepalanya dengan sedih. Keira hanya bisa terdiam mendengarnya. Pasti rasanya sangat sakit.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang