24 - Satu Kesalahan

83 26 21
                                    

Dalam perjalanan, Keira diam saja sambil menundukkan kepalanya. Ia takut jika Daffin menanyakan kenapa Keira bisa berada di sana. Dan ketakutannya benar terjadi Daffin benar-benar menanyakan hal itu.

"Bagaimana bisa kau sampai di situ?" Daffin akhirnya memutuskan untuk bertanya, pertanyaan itu sudah ia tahan selama ia berada di tempat itu, ia curiga Keira sedang melakukan sesuatu. Keira masih diam di tempatnya ia tidak mungkin mengakui bahwa ia telah mengikuti Daffin sejak sore itu. Apa yang harus aku katakan?

Keira masih terbungkam, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan sehingga ia memilih untuk diam.

"Bagaimana kalian tahu aku ada di sana?" tanya Keira mengalihkan topik pembicaraan.

"Ahh karena aku sepertinya melihatmu beberapa waktu lalu." Keira tersentak dengan perkataan Daffin, ia kembali terdiam. Sepertinya Daffin mengetahuinya, mampus aku.

"Aah kamu pasti salah orang. Itu bukan aku." Keira berbicara sedikit terbata-bata, Daffin sedikit curiga dengan Keira namun ia memutuskan untuk tidak menanyakannya lagi.

Keira menghadap ke jendela menghindari pertanyaan yang diajukan Daffin. Mereka saling terdiam, hanya terdengar suara serangga yang berbunyi di luar. Keira merapatkan jaketnya, suasana yang dingin ini menjadi Keira menggigil. Ia bahkan masih mengenakan seragam sekolahnya. Daffin melempar sebuah jaket tebal ke arah Keira.

"Pakailah itu."

"Ah terima kasih." Keira memakai jaket yang barusan diberikan Daffin.

Sesampainya di rumah Keira, mereka turun dari mobil. Keira menyerahkan kembali jaket yang telah ia pinjam dari Daffin.

"Daffin terima kasih." Keira tersenyum tulus.

"Untuk apa?"

"Untuk hari ini, terima kasih banyak." Keira tersenyum kembali. Daffin menatapnya tanpa berkedip. Setelah mengatakan kalimat itu Keira pergi masuk ke dalam rumahnya. Ia masih berdiri di depan rumah Keira kemudian pergi dari sana. Dia cantik.

Keira sudah mengganti seragamnya dengan baju santai, ia lalu turun ke bawah dan duduk di depan televisi. Mama Keira datang menghampiri Keira.

"Mulai besok kunci mobilmu akan mama serahkan sama Rhenia, jadi kamu berangkat sekokah diantar Rhenia atau sama Regan." Keira langsung menoleh ke arah belakang.

"Apa?! Kenapa bisa begitu?"

"Kamu bawa mobil sendiri jadi keluyuran entah ke mana. Mulai besok kamu tidak boleh mengendarai mobil," kata Mama Keira sambil melipat kedua tangannya.

"Mama, jangan begitu. Aku tidak pernah melakukan kesalahan, hanya satu kali itu tadi." Keira memohon agar mamanya mengabulkan permintaannya.

"Tidak, bagaimana khawatirnya mama tadi saat kamu belum pulang? Rhenia bahkan menemukanmu di tempat asing yang sepertinya tidak kamu tahu, bagaimana kalau kamu diculik? Itu yang sangat mama takutkan." Keira menundukkan kepalanya merasa bersalah, ia tidak berani menatap mamanya.

"Baiklah kalau begitu." Keira berjalan meuju ke kamarnya dengan lesu. Keira membalikkan badannya ketika sampai di tangga ketiga. "Aku tidak akan pergi makan malam, jadi jangan panggil aku." Keira bergegas menuju kamarnya. Mama Keira hanya bisa menghela napas mendengar perkataan Keira tadi.

"Dasar anak keras kepala."

Keira berjalan menuju balkon rumahnya. Keira menikmati udara malam hari yang menerpa wajahnya. Rambutnya berkibar diterpa angin malam yang terasa dingin. Keira kembali mengingat kata-kata Daffin saat berada di makam.

"Siapa sebenarnya orang itu? Ia sepertinya sangat berharga bagi Daffin. Argh seharusnya aku membaca namanya terlebih dahulu setelah Daffin pergi. Aku benar-benar bodoh." Keira merutuki dirinya sendiri.

Keira termenung cukup lama di balkon rumahnya, cuaca menjadi sangat dingin kemudian Keira menutup pintunya dan langsung menjatuhkan dirinya di atas kasur. Keira melihat-lihat ponselnya, ia menemukan sebuah foto seorang gadis berambut pendek di galerinya. Foto itu yang ia temukan saat ia bertemu Daffin pertama kali. Keira kembali memandangi foto itu cukup lama.

"Apa kau orang yang sudah mati itu? Sepertinya kau orang yang sangat berharga bagi Daffin." Keira menatap foto itu lamat-lamat. "Tapi tunggu dulu, aku seperti tidak asing denganmu. Aku seperti pernah bertemu denganmu." Keira mengingat-ingat apakah orang itu pernah ditemuinya. "Ah aku tidak ingat." Keira menarik selimutnya dan memejamkan matanya, lalu kemudian ia jatuh tertidur.

Keira terbangun saat tengah malam ketika ia merasa perutnya lapar sekali, perutnya terus berbunyi sehingga membuat Keira tidak bisa kembali tidur. Keira terpaksa turun ke bawah memeriksa apakah ada makanan. Keira membuka tutup saji, namun ia tidak menemukan makanan di sana.

"Apa? Mereka tidak menyisakan makanan untukku. Seharusnya aku tidak bilang tidak akan makan malam." Keira beralih membuka kulkas, di sana hanya ada sepotong roti. Keira langsung melahapnya.

"Aku masih lapar. Aku harus pergi ke minimarket." Keira berjalan hendak keluar rumah namun ia teringat sesuatu. "Aah kunci mobilku ada di kak Rhenia, bagaimana ini?"

Keira membuka kamar Rhenia dengan sangat pelan agar tidak terdengar deritan pintu yang membuat Rhenia bangun. Keira berjalan mengendap-ngendap masuk ke kamar Rhenia. Ia melihat Rhenia yang masih tertidur dengan pulas, Keira sedikit bernapas lega. Keira mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Rhenia. Di mana kunci mobilnya?

Keira membuka sebuah laci meja belajar Rhenia. Mata Keira berbinar-binar ketika melihat sebuah kunci mobilnya berada di laci itu. Keira langsung mengambilnya dan bergegas merapikan barang-barang Rhenia agar ia tidak curiga. Namun saat hendak membuka pintu sesuatu menghentikannya.

"Keira, sedang apa kamu malam-malam begini?" Keira mematung di tempatnya, sepertinya Rhenia terbangun dari tidurnya. Keira perlahan menoleh ke belakang. Keira sudah menyembunyikan kunci mobilnya di sakunya. Keira membalikkan badannya.

"A-aku tidak ngapa-ngapain." Keira berbicara dengan terbata-bata. Rhenia menangkap kebohongan di mata Keira. Dengan cepat Rhenia membuka laci meja belajarnya. Keira tidak bisa berkata apa-apa.

"Keira kau mengambil kunci mobilnya ya." Rhenia berjalan mendekati Keira.

"Aah kakak kumohon, aku pinjam sebentar, aku sangat lapar di dapur tidak ada makanan satu pun. Aku mau pergi ke minimarket." Keira berkata dengan memelas.

"Baiklah kalau begitu." Mata Keira berbinar-binar dan langsung hendak pergi keluar, namun Rhenia menahan lengan Keira, Keira kembali membalikkan tubuhnya dengan bingung. "Tapi tunggu dulu, kau harus pergi denganku. Untuk saat ini kau tidak boleh menyetir." Keira merengut namun akhirnya ia menuruti Rhenia.

Mereka berdua akhirnya pergi ke minimarket tanpa sepengatahuan orang tua mereka. Sesampainya di minimarket, Keira langsung berlari mencari makanan instan, perutnya sudah tidak bisa diajak berkompromi. Setelah membeli makanan, Keira dan Rhenia keluar dari minimarket. Keira berjalan mendahului Rhenia, ketika sudah sampai di depan mobil Keira menunggu Rhenia namun Rhenia ternyata masih tertinggal di belakang.

Keira menoleh ke belakang, Rhenia berdiri mematung dengan seseorang yang berdiri di depannya. Keira mengerutkan keningnya kemudian Keira menghampiri Rhenia. Keira menoleh ke arah Rhenia.

"Siapa mereka kak?" Rhenia masih terdiam, ia merasa kesal melihat orang di depannya. Keira bingung dengan perubahan sikap Rhenia yang tidak biasanya. Ada apa dengan kakak? Kenapa dia jadi begini?

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang