PROLOG

257 24 0
                                    

Aku ingin pulang ...
Ke tempat yang seharusnya
Bukan dingin dan gelap
Bukan sakit dan hening
Melainkan tenang.

Not House, but Home

...

"Yash! Dikta ganteng comeback!"

Pintu studio latihan musik digeser dengan semangat. Tanpa peduli dengan tiga lantai yang baru saja ia titi dengan tangga, cowok dengan kaos bergaris merah maroon dan putih itu tersenyum cerah sembari menenteng beberapa rantang makanan dengan kedua tangan.

"Nggak ada yang nyambut gue, tega amat," gerutunya, kembali mengeser pintu dengan ujung kaki lalu duduk lesehan, bergabung bersama dua orang yang sibuk dengan buku dan semangkuk makanan di hadapan.

Buku? Sebelah alis Dikta terangkat. Tidak masalah jika itu cewek dengan jepitan rambut di poninya, tapi ini? Si biang onar di sekolah, bahkan dibanding melihatnya belajar, Dikta sering melihat cowok ini tidur ataupun bolos di kelas.

"Wih! Ada salad! Gua ma--"

"Nggak." Mangkuk plastik digeser dengan cepat, majalah ditutup dengan kasar, setengah membantingnya ke karpet biru sebagai alas ruang latihan. Cowok berambut cokelat gelap itu menatap tajam. "Lo bawa apa, Dik?"

"Oh, ini. Nyokap bawain makanan buat kita." Dikta mengeluarkan kedua rantang besi dari totebag, sebelum melipatkan kedua kaki dan membuka majalah terkait investasi yang sudah melayang beberapa senti dari si pembaca sebelumnya.

Aneh? Sangat. Majalah yang tergolong berat dan sebuah keajaiaban jika Raya berminat membacanya. Investasi? Perusahaan? Atau ... ah! Dikta menemukannya!

"Lo lagi nyari keberuntungan zodiak di sini, Ray?"

"Menurut lo?" tanya Raya, membuka mangkuk rantangan besi satu per satu, bercampur aroma masakan yang gurih, manis, hingga pedas. "Niat gue gitu, kali aja kenaikan kelas nanti nasib gue mujur. Nggak jadi buronan ibu BK."

Dikta tertawa pelan. Sudah diduga.

"Rin! Sini!" panggil Dikta, berhasil membuat gadis yang duduk di pojokan ruangan bersama novel di tangan kini mengangkat kepala. Dikta tersenyum hangat. "Makan siang dulu, elah. Baru latihan band kita."

Gadis berambut sebahu dengan jaket soft blue yang menutupi kaos putihnya, bangkit. Bergabung menuju tengah ruangan. Sendok makanan disusun dengan rapi, perlahan namun pasti, saat menyendok nasi, dapat Dikta lihat getaran pada jari lentik gadis itu.

"Rin? Lo ada masalah?"

Belum sempat gadis itu menggeleng, suara Raya menyela. Jawaban yang tidak ada seorang pun ingin mendengarnya. Baik Dikta, Raya, maupun Rin, ingin menghindar dari relita yang sesungguhnya.

"Dia keluar, Dik. Band kita resmi bubar hari ini."

Not House, but Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang