Ia yang memendam segalanya sendirian, tidak akan pernah berakhir baik. Tidak hanya menyakiti diri sendiri, begitu juga menyakiti orang lain.
-Not House, but Home-
...
Apa boleh kita putus?
Sam Kanatha. Cowok dengan rahang wajah yang tegas itu menggeleng pelan, mencengkram ponsel dengan gemetar. Putus? Rin, seseorang yang berhasil ia pertahankan dan menjalin hubungan semenjak sekolah kini meminta untuk putus begitu saja?
Tidak, pasti salah. Berusaha sebisa mungkin ia meyakinkan diri, tetapi entah mengapa fakta seakan tidak memberinya waktu untuk berlari. Padahal ia sudah menjaga Rin, menggenggam gadis itu dalam hidupnya dengan kuat, tapi ... kenapa?
"Makasih hari ini, Dinan."
Suara khas lembut dan nyaring milik seseorang terdengar. Sontak saja Sam yang duduk di depan teras perumahan bernuansa sederhana itu mengangkat kepala. Cukup ia di hadapkan Papa yang pergi dengan cara yang tidak diinginkan, lalu keputusan Mama yang membentuk keluarga baru, sekarang?
Sam membulatkan mata, cowok berkemeja hitam dengan celana cokelat muda itu bangkit, menghampiri. Mungkinkah Rin sedang mengkhianatinya dengan berjalan bersama Dinan?
"Puas jalan-jalannya?" Sebelah sudut bibir Sam terangkat, sorot mata tajamnya mengarah pada Dinan begitu juga Rin yang melepaskan helm, hendak berbalik arah. "Jadi ini alasan lo beberapa minggu belakangan menghindar dari gue?"
"Sam itu ...." Rin tergagap, gadis itu termundur beberapa langkah.
Sam mengepalkan tangan dengan erat, menggertak gigi dengan erat. "Lo punya hubungan sama dia!" bentak Sam, menunjuk dengan kasar. "Jadi ini alasan lo minta putus dari gue? Hah!"
"Sam ...." Rin berusaha mendekat, tetapi nihil tubuh kecil itu didorong dengan kuat dan beruntung saja Dinan yang memasuki perkarangan sontak menangkapnya.
"Gue kehilangan bokap! Sosok nyokap juga! Gue pikir lo ...." Sam menggeleng pelan. Rin menelan ludah, begitu juga Dinan yang diam-diam mengangkat sebelah sudut bibir memperhatikan raut wajah Sam yang memerah, marah. "bisa dipercaya, Rin."
"Lo bilang nggak bakal ninggalin gue dalan keadaan apa pun! Mana!" Sam menggertak geram, mata yang tajam kini menyalang, cowok itu berjalan lurus, langsung saja menyambar lengan Rin dan mencengkram kuat pipi gadis itu dengan sebelah tangan. "Mana! Tunjukkan ke gue!"
"Lo jangan pernah lagi nye--"
"Diam! Nggak usah ikut campur lo, Brengs*k!" Gepalan tangan Sam mendarat ke arah Dinan dengan kuat. Sebbuah tendangan didaratkan dengan cepat ketika tubuh lawan limbung seketika.
"Rin, cepat jawab gue." Sam tertawa datar, tersenyum miring. Sorot mata putus asa, kesedihan, ketakutan, dan kemarahan bercampur menjadi satu. Sosok Sam yang tidak pernah ingin Rin lihat, bahkan mendekatinya.
Sam yang hangat dan selalu melindunginya kadang kala bisa menjadi sosok dingin dan menyakiti orang sekelilingnya.
"Tunjukkan cinta mana yang lo maksud!" bentak Sam, tepat di depan wajah kecil gadis itu. Rin tersentak, tidak bisa bergerak. Sungguh, tubuhnya kaku sesaat, seperti ada hawa dingin yang berhasil membekukan seluruh anggota tubuhnya, ketakutan. "Kenapa lo kayak gini?" tanya Sam.
"Salah gue apa, Rin? Maaf." Sam mengangkat kedua alis, menangkup wajah kecil itu dengan kedua tangannya, hangat. Suara yang tadinya keras kini melirih. "Jangan tinggalin gue, Rin. Gue nggak bisa."
"Sam, tolong berhenti kayak gini." Berusaha Rin melepaskan tangkupan kedua tangan Sam, tetapi semakin erat cowok itu menahannya. Sorot mata yang sayu, ingin rasanya Rin tidak terjebak. Sayangnya, suara lirihan dan sorot pandang mata itu kesekian membuatnya ingin memalingkan kenyataan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not House, but Home [COMPLETE]
Roman pour Adolescents[Remake : Your Home] Katanya, dapat mengawali hidup baru itu menyenangkan. Namun tidak menurut Dinangga. Kehidupan baru yang ia jalani sama gelapnya dengan apa yang pernah ia lalui. Hidup bersama abang tiri dan berhadapan dengan perempuan yang mengh...