BAB 6 : SAY YES - FORCED

129 12 2
                                    

Ada saatnya menyendiri merupakan hal terbaik yang pernah ada dan ada saatnya pula dengan menyendiri dapat menghancurkan diri sendiri

-Not House, but Home-

...

Kita tidak akan tahu kapan takdir berjalan mengingkari kata hati. Ah, mungkin bukan hanya kata hati, adakalanya takdir terasa begitu kejam di saat menghancurkan rencana yang sudah disusun susah payah selama ini. Tak peduli seberapa hebat seseorang merancangnya, tidak peduli seberapa lelahnya seseorang melakukan usaha untuk mencapai tujuannya. Jika ingin maka takdir akan menghancurkan semuanya dalam waktu yang singkat.

Ya, setidaknya itu menurut Dinan.

Cowok dengan titik hitam kecil di dagu itu mengedarkan pandangan melalui jendela kelas. Awan putih berarakan menyelimuti langit biru yang membentangi sekolah, angin siang berembus pelan berhasil membuat sedikit ujung rambutnya berterbangan.

Lagu Say Yes, yang dinyanyikan Loco dan Punch memenuhi setiap sudut kelas. Nada ceria dari musik maupun vokalis terdengar. Ah, rapper juga mungkin?

Suara tepuk tangan dari siswa membentuk irama. Nihilnya, kali ini Dinan harus mengakui betapa hebatnya dua orang di panggung kelas itu ketika membawakannya. Rin, gadis yang duduk di bangku depan, begitu juga Raya yang sebangku dengannya.

Aku berada di hadapanmu
Aku di sini
Katakan dengan bibirmu
Say yes, say yes

Tanpa sadar aku mendatangimu
Bersama angin yang berembus, aku ingin mengungkapkannya
Cinta itu ada

"Rin! Gue fans lo!" teriak Dikta sembari mengangkat kedua tangan dengan heboh. Bukan tanpa alasan anak sekelas hampir semua bernyanyi hari ini. Apalagi jika bukan alasan pengambilan seni musik, dan sialnya kenapa kegiatan ini ada setelah Dinan duduk di sekolah ini?

Sungguh, ingin rasanya Dinan mengumpat sekarang.

Beberapa hari yang lalu hingga saat ini, ia sudah terang-terangan menolak ajakan Dikta dengan mengatakan tidak bisa bernyanyi bahkan memainkan musik. Tapi jika situasinya seperti ini, ia harus melakukan apa?

Tidak mungkin ia sengaja mengacaukan nada ketika bernyanyi nanti. Oh, ayolah! Demi apa, Dinan tidak pernah optimis untuk mendapat nilai di bawah standar.

Membuka penyamaran tepat di hadapan manusia menyebalkan itu? Entahlah, Dinan memejamkan mata, menelan ludah. Di sisi lain ia juga tidak ingin  menunjukkan kemampuannya di hadapan Dikta.

Tanpa sadar Dinan mencondongkan tubuh, setengah menusuk punggung jaket merah maroon di hadapannya dengan ujung tutup pena. "Ada yang mau gue tanyakan."

"Raya! My bro! Tunjukkan kemampuan rap lo!" teriak Dikta semangat, sampai-sampai membuat Raya di panggung kelas itu membulatkan mata, menatap tajam.

Dalam hari yang rumit
Setiap jam, aku selalu berpikir
Aku menyadari
Kini semuanya pergi, hanya kau yang tersisa di sini

Kuharap tidak akan ada lagi kebetulan
Aku ingin menggenggam tangan yang selalu melewatiku
Aku ingin bersamamu, apa pun jalan yang kita ambil

Diabaikan, Dinan menekan punggung Dikta jauh lebih kuat hingga cowok yang bertepuk tangan dengan meriah itu meringis sesaat.

Not House, but Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang