✔️EPS. 10

341 47 0
                                    

Reva baru saja memajukan langkah kakinya selangkah saat masuk ke dalam ruang guru dan menutup pintunya kembali ketika hawa dingin tiba-tiba seperti menyerang tubuhnya. Ada cahaya biru yang lebih mendominasi ruangan yang padahal tidak ada sama sekali lampu berwarna biru dalam ruangan itu. Aneh.

"Ruang gurunya kok nggak seperti ruang guru biasanya, ya." komentar Reva pelan nyaris tanpa suara.

"Silakan duduk, Reva." ucap Elios yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Reva. Reva sempat terjengit kaget dalam beberapa saat.

Reva mengangguk dan duduk di sofa yang sudah disediakan, sedang Elios duduk di bangku dengan meja bertuliskan namanya di seberang Reva duduk. Jadi, ruangan guru itu memiliki sekat yang lebih mirip seperti kamar pribadi, sehingga satu ruang diisi oleh satu guru saja. Jumlah sekat setiap ruang guru cuma ada 4 dan di sebarkan ke setiap lantai kelas. Agar setiap lantai terdapat ruang guru yang bisa di datangi murid setiap kali hendak mengadukan sesuatu tanpa perlu jauh-jauh turun naik tangga.

Reva sempat tertegun saat tanpa sengaja bersitatap dengan Elios yang tampak kelihatan sangat jauh berbeda. Manik matanya kini telah berubah warna menjadi biru sepenuhnya mirip seperti cahaya biru yang entah berasal dari mana itu. Sesaat Reva berpikir kalau warna mata itu mungkin akibat biasan cahaya biru, tapi setelah diperhatikan lagi ternyata tidak.

Yang pasti, Reva sudah tahu akan siapa guru ini sebenarnya. Yang jelas bukan manusia murni seperti dirinya.

"Karena saya bukan orang yang gemar melakukan basa-basi, maka langsung saja saya katakan bahwa kamu dilarang keras untuk pergi ke sekitar area gedung teater termasuk depan gudang tua itu lagi mulai sekarang." kata Elios dengan menatap lurus ke wajah Reva.

"Hm? Bukannya selama ini nggak ada larangan buat semua murid bebas pergi ke mana aja, Pak, selagi itu masih dalam area sekolah? Kenapa tiba-tiba saya dilarang?" tanya Reva tak mengerti seraya menaikan satu alisnya.

"Saya tidak bisa mengatakan dengan apa alasannya. Yang jelas, sebaiknya kamu turuti saja permintaan saya sebelum semuanya menjadi lebih buruk." ujarnya lagi tanpa berkedip.

"Memangnya hal yang akan menjadi lebih buruk itu apa, Pak? Saya harus tahu dulu alasannya apa agar saya bisa pertimbangin lagi dengan seberbahaya apa tempat itu sampai harus saya hindari." desak Reva tak langsung menurut.

Elios tak langsung menjawab, ia hanya menatap Reva dengan tatapan yang sulit dimengerti. Hampir lima menit mereka hanya saling tatap-tatapan Reva pun memilih beranjak dari sana seraya berkata, "Maaf, Pak. Saya nggak bisa nurut gitu aja kalau larangan bapak sama sekali nggak beralasan begitu. Kalau sudah tidak ada lagi yang mau bapak sampaikan, saya permisi dulu." Reva berdiri dan berjalan menuju pintu. Langkahnya kembali terhenti begitu tangannya baru memegang gagang.

"Anak laki-laki yang bersamamu tadi pagi adalah mahkluk penyesat, Reva. Dan teman perempuanmu itu juga tidak sebaik yang kamu kira. Keduanya sama-sama memiliki maksud terselubung." ucap Elios seakan memperingatkan.

Reva berbalik dan menatap tepat di manik mata birunya Elios. Ia tahu siapa yang dibicarakan guru itu.

"Maaf, Pak, saya lebih tahu apa yang menurut saya baik. Lagipula, jangan karena bapak merasa bisa menyamar sebagai guru di sini, saya bisa dengan gampang mengikuti kemauan bapak. Alih-alih hormat, saya justru lebih curiga dengan permintaan Bapak, terutama Bapak sendiri." ucap Reva yang kemudian kembali berjalan keluar tanpa mau mendengarkan perkataan guru itu lagi.

Setelah beberapa meter berjalan, koridor yang diinjak Reva seketika berubah menjadi sedikit lebih berwarna. "Woah, pantas saja dari tadi ada yang aneh. Ternyata jalanannya aja nggak ada warna sama sekali, toh." ucapnya begitu sadar. "Tapi, kok bisa ya?"

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang