✔️EPS. 11

314 43 4
                                    

Reva sedang berada dalam kelasnya seorang diri ketika Gracio baru saja mengatakan hal tidak terduga terkait buku tua bercahaya biru yang ia berikan ke Deo tadi siang. Ia dibuat speachless sesaat mendengar pernyataan berikutnya lagi yang dikatakan oleh Freya.

Ia memijit-mijit pangkal hidung sambil bergumam, "Sumpah, gue bingung banget sekarang. Kenapa harus gue sih yang dihadapin sama hal yang nggak jelas begini?" keluh Reva.

Beberapa jam yang lalu, saat dimana Gracio masih mengikuti Jinan dan Deo yang pergi ke rumah pohon ---dengan tubuhnya yang sudah seperti hologram yang rada error. Meski sudah terbersit dipikirannya kalau buku itu asalnya dari negeri di bawah air, tapi mendengarnya kembali dikatakan dengan jelas oleh Deo membuatnya menjadi semakin kepikiran. Kenapa bisa buku itu ada sama Reva? Maksudnya apa?

Lalu, hal yang disampaikan Freya juga tak kalah mengejutkan bagi Reva. Bahwa sesaat Reva dipanggil oleh Elios ke ruangannya, keduanya sempat melihat ada hal yang janggal dari sosok guru tersebut. Dan setelah mendengar cerita Reva barusan, ternyata, sosok guru itu adalah sejenis trihuman yang bisa tinggal di dua alam (air dan daratan) dengan memiliki tiga wujud yang dapat berubah sesuai kemauannya sendiri.

"Gini, deh, Rev. Kita jabarin aja alurnya satu-satu biar semuanya jelas." usul Gracio.

"Harus banget?" tanyanya dengan malas.

"Tidak seharus itu kalau kamu tidak ingin terlibat. Aku tahu kamu yang biasanya selalu menghindari permasalahan yang terjadi antar dimensi. Tapi kali ini, seseorang dari dimensi lain sudah meminta bantuanmu dan kamu pun menyanggupinya." ingat Freya.

Reva mengembuskan napas beratnya seraya menipiskan bibirnya yang kemudian berkata.
"Tadi siang pak Elios manggil gue ke ruangannya. Terus gue dikasih tahu untuk jangan lagi keliaran di sekitaran gedung teater sama gudang tua. Terus dia bilang kalau Deo sama Jinan itu nggak baik. Terus gue nggak langsung percaya gitu aja, terus sempat protes habis itu pergi. Saat keluar gue nggak ngerasa pegang apa-apa di tangan. Tapi, pas udah diluar gue ketemu kalian dan detik itu juga gue baru ngeh kalau ada buku kecil yang lagi gue pegang. Pada saat itu bukunya masih berpendar cahaya biru. Terus nggak lama kemudian Deo sama Jinan datang dan mereka ngeh juga sama apa yang gue pegang. Tapi bukunya tiba-tiba udah nggak ada cahaya birunya lagi. Kesimpulannya, bukunya kemungkinan besar berasal dari pak Elios. Tapi gue nggak ngerasa sama sekali kalau dia yang ngasih buku itu sumpah! Ih, aneh banget!"

"Buku itu memang dari Elios, Rev. Dia adalah mahkluk sejenis trihuman, agak mirip seperti Deo tapi wujudnya ada tiga. Dia aslinya berasal dari negeri di bawah air. Dan kenapa bisa buku itu sempat berpendar cahaya biru, karena buku itu berasal dari negeri di bawah air tersebut." jelas Gracio menyampaikan apa yang ia dengar dari obrolannya Deo dan Jinan.

Nah, sekarang yang menjadikan Reva bingung adalah, jika sosok itu berasal dari negeri di bawah air yang sedang menyamar menjadi guru, lantas apa hubungannya ia dengan larangan tersebut? Kalau ia melarang untuk tidak datang ke dekat rawa, mungkin alasannya masih dapat diterima karena itu berhubungan dengan air. Tapi ini area gedung teater dan gudang tua.

"Reva, apa kau ingat dengan perkataan Deo waktu itu?" tanya Freya.

"Yang mana?"

"Dia bilang, jalur rawa dan gedung teater secara denah tidak sealur, tapi secara dimensi saling terhubung. Bukankah itu artinya larangannya bisa saling berkaitan antara rawa dan kedua tempat tersebut?" Freya berpendapat.

Reva tak langsung menyahut, ia memikirkan apa yang dikatakan Freya mungkin ada benarnya juga. Elios melarangnya mungkin karena tempat itu sudah jadi milik wilayahnya secara tak kasat.

"Tapi, kan, gue nggak ngapa-ngapain tempat itu, Frey? Maksudnya kayak ngelakuin hal yang membuat masalah, kan. Kok, tiba-tiba dilarang?" ucap Reva setelah berpikir sejenak. Ia menatap Gracio dan Freya secara bergantian.

"Apa kalian memikirkan apa yang baru saja melintas dalam kepala gue?" tanya Reva pada keduanya.

"Mungkin." sahut keduanya dengan kompak.

_____________

"Eh, kok, ada yang aneh ya." ucap Reva setibanya di dalam mobil. Ia tak langsung menyalakan mobilnya.

"Jinan sudah pulang dari tadi. Dan Deo aku tidak tahu kemana ia pergi. Mungkin ke rumah pohon. Bukankah ia bisa tinggal di mana saja." kata Gracio menjawab kebingungan Reva.

"Sudahlah Reva, kau hanya belum terbiasa saja dengan keadaan seperti ini. Aku yakin mereka akan menemuimu lagi nanti. Terlebih soal buku yang kamu berikan pada Deo." Freya menambahkan.

"Astaga, kenapa gue tiba-tiba jadi berpikir random kalau gue lagi dimanfaatkan, ya." ucap Reva dengan menyugar rambutnya ke belakang.

Gracio memberikan tepukan pelan dipundak Reva. Meski tidak dapat benar-benar bersentuhan, setidaknya masih ada rasanya.

"Sebaiknya kita pulang dulu saja, Reva. Gue rasa lo cukup lelah hari ini." ujarnya.

"Oke."

________________

Lo yakin Reva nggak lihat kita tadi? Dia punya dua sosok penjaga tahu

"Enggak. Tuh, buktinya dia udah mau pulang sekarang." sahut Deo dengan menunjuk mobil Reva dengan dagunya. Tak lama kemudian mobil itu menyala dan berjalan perlahan meninggalkan area gedung sekolah.

Jinan mengangguk membenarkan seraya mengikuti langkah Deo yang berjalan menuju gedung teater. Sesampainya di depan pintu, Dengan mudahnya Deo dapat membuka gemboknya persis seperti ia menggenggam erat gembok gerbang sekolah kemarin. Dan pintunya pun bisa dibuka tanpa adanya kendala sama sekali.

Beberapa jam yang lalu saat Gracio sudah selesai menguping pembicaraan mereka..

Deo, kayaknya gue tahu ini artinya apa

Kata Jinan saat mereka berdua sudah berpindah ke ruang perpustakaan tengah mencari arti dari tulisan abstrak yang ada di buku biru yang dikasih Reva.

"Apa?" tanya Deo setengah berbisik namun penuh rasa ingin tahu yang besar.

Jinan menunjuk ke sebuah halaman buku tua yang tadi diambilnya di rak paling pojok.

"Tanam nyawa 9 tua muda 7 abadi bilah bambu." eja Deo pada kalimat yang ditunjuk Jinan. Ia langsung mengernyit begitu selesai membacanya.

Entah kenapa feeling gue langsung ngarahin kita buat pergi ke gedung teater

Tulis Jinan yang langsung membuat Deo menatap terkejut padanya. Baru saja Deo membuka mulutnya untuk bersuara, Jinan kembali menulis secepat kilat.

Tapi tanpa Reva.

Deo kembali menatap heran.

Sama gue juga bingung kenapa harus tanpa Reva. Tapi gue selalu percaya sama feeling gue karena keseringannya selalu nandain hal yang benar.

"Kalau gitu kita harus cari tahu sendiri maksudnya apa sebelum kita ajak Reva. Lagian, tadi gue lihat tuh anak kayak yang lagi sakit gitu."

Iya lo benar.

Kembali ke saat sekarang..

Sesaat begitu masuk ke dalam, Deo dan Jinan saling berpandangan saat mereka tak merasakan panas seperti yang tadi sempat dirasakan Jinan saat mereka bertiga lagi berkumpul.

"Nyali kalian besar juga berani datang kemari."

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang