✔️EPS. 21

238 39 1
                                    

Dalam sekejab, keberadaan ketiganya kini sudah berpindah ke halaman gedung sekolah. Tampak tak terjadi apapun di sekitar. Suasana sekolah kelihatan seperti biasa dan normal.

Reva menatap sinis ke Gracio, begitu pun dengan Jinan dan Deo. Tapi, keduanya masih ada bercampur dengan rasa lega sedikit.

Belum sempat Reva mengumpat, Freya pun ikut menyusul muncul.

"Syukurlah, tak terjadi apa-apa denganmu, Reva. Kami sangat mencemaskanmu." katanya selega itu.

"Reva." sebut Deo dengan menyentuh pundak Reva bermaksud menenangkan.

Reva memejamkan matanya sesaat kemudian berjalan pergi masuk ke area sekolah tanpa mengatakan apapun.

"Reva! Lo mau ke mana!?" panggil Deo serta Jinan yang coba untuk menyusul.

"Gue mau selesain semuanya sekarang. Gue udah cape jalanin keseharian seenggak jelas ini. Gue mau kembali kayak semula." jawab Reva dengan berjalan cepat menuju gedung theater. "Dan lo harus ingat bahwa ini semua terjadi gara-gara lo Deo! Kalau sampai gue kenapa-kenapa habis ini, lo yang bakal gue habisin." lanjut Reva lagi begitu Deo sudah menyejajarkan jalan cepatnya.

"Tapi---"

Ucapan Deo terpotong dengan tendangan Reva pada pintu theater. Tadinya Jinan hendak marah lantaran Reva benar-benar bergerak dengan impulsif. Apalagi Gracio, ia kalah cepat memindahkan Reva kembali ke halaman atau bahkan ke rumahnya kembali.

Sembilanbelas orang berjubah biru malam atau hitam dengan penutup wajah seperti topeng tengah menoleh bersamaan ke arah pintu yang terbuka di mana Reva juga menatap terkejut bercampur kesal.

"Siapa kalian semua!?" tanya Reva tanpa rasa gentar.

"Reva!?" seruan wanita dari salah satu orang - orang berseragam itu pun berhasil membuat mata Reva terbelalak. Itu adalah Shani, ibunya.

"Mama!?" katanya pelan dengan segenap keheranan.

Belum sempat Shani mendekat, seseorang bertubuh besar sudah menghadang dan bersiap hendak menangkap Reva. Melihat hal itu, dengan sigap Deo dan Jinan menarik Reva untuk mundur.

"Sudah kubilang jangan pernah ikut campur, para bocah keparat sialan!!." katanya dengan mata yang menyala kemerahan.

"Reva! Reva! Tolong kami!" terdengar teriakan dari dalam kotak-kotak berwarna biru yang meneteskan cairan kental berwarna hitam di sudutnya.

"Anin!? Lo kah itu?" panggil Reva memastikan.

"Iya.. hiks.. bebasin gue Reva gue takuutt.. hiks.." sahut Anin dengan menangis sesenggukan. Tak hanya suara Anin yang terdengar, beberapa suara lain yang tak dikenal Reva pun juga turut terdengar.

Sebuah dinding perisai tiba - tiba muncul  dalam beberapa detik tapi langsung dihancurkan oleh Gracio.

"Apa yang kalian lakukan!? Cepat kurung anak ini!?" seru sosok bertubuh besar itu kepada para wujud berjubah hitam yang hanya berdiri mematung menyaksikan ritual mereka.

"Sudah saatnya kita menghentikan semua ritual ini, Zee. Mau berapa banyak orang lagi yang kalian korbankan hanya demi kepuasaan sesaat?" tegur Elios ketika berhasil keluar dari kurungan penjara masa depan.

Jinan menatap dengan wajah bertanya pada Gracio yang juga menatapnya. "Tenang, dia berada dipihak kita." ujarnya.

"Tak melihatmu akhir-akhir ini ternyata kau sudah menyiapkan rencana pengkhianatan." kata salah satu orang berjubah biru.

"Aku tidak merasa berkhianat. Aku tahu dari awal kalau semua ini salah." -Elios.

"Omong kosong. Kau turut mengorbankan seseorang pada saat itu." ucap si sosok besar.

"Mari kita lanjutkan. Mereka tak bisa melakukan apapun jua." lanjut si sosok besar itu lagi mengabaikam Elios dan Reva serta kawan-kawannya.

Merasa diremehkan persis di depan mata, cermin yang sedari tadi Reva simpan dibalik bajunya ia keluarkan juga lantas mengarahkan pada si sosok besar.

Dalam beberapa saat api besar berwarna hitam menyala begitu saja dari tubuhnya. Orang - orang yang merapal dengan duduk melingkar tadi pun langsung berhamburan begitu si sosok besar terbakar tanpa ampun.

___________

Reva terbangun di kamarnya dengan dikelilingi oleh orang-orang dan para mahkluk yang seperti pernah ia lihat sebelumnya. Dengan perlahan ia bangun dibantu sama Jinan.

"Syukurlah lo udah sadar sekarang, Rev." ucap Deo dengan tersenyum.

"Kok, gue bisa ada di sini? Dan... kenapa ada banyak sekali mahkluk astral di sini?" tanya Reva dengan menatap ke sekeliling.

Kamu tenang saja. Mereka hanya ingin berterima kasih atas bantuanmu beberapa hari yang lalu

Reva mengernyit begitu selesai membaca.

"Lo udah pingsan selama 4 hari, Rev. Kita semua cemas nungguin lo bangun." jawab Deo.

Reva menoleh mencari keberadaan Freya.

"Itu benar, Reva. Semenjak terjadi ledakan besar kemarin. Kau tak sadarkan diri sehingga harus dirawat." kata Freya.

"Ledakan?" beo-nya lagi karena merasa bingung.

"Jangan bilang lo lupa, Rev." seru Gracio.

Reva tak menjawab dan dari ekspresinya sudah kelihatan kalau ia sungguhan lupa.

"Kau menyelamatkan kami dengan menghancurkan tempat itu dan memusnahkan para pengikut serta pemimpinnya." ucap salah satu makhluk yang hanya diam saja sedari tadi.

"Arena atau gedung sekolah sekarang sudah rata sama tanah. Kita diliburkan beberapa hari, tapi nanti bakal belajar di bangunan baru, sementara. Seperti para murid-murid yang pernah mengalami kejadian ini 2 dekade lalu. Sedang 19 orang yang jadi penganut sekte waktu itu semuanya tewas dalam keadaan yang mengenaskan. Yang pasti, cara mereka mati memiliki kesamaan, yakni memuntahkan darah dan belatung di napas terakhir mereka." jelas Deo.

Reva membulatkan matanya tak percaya. Apalagi saat ia teringat dengan cermin yang jadi penyebab api itu muncul. Semua itu sungguh diluar dugaannya sama sekali.

"Jadi... semuanya..." Reva tergugu untuk melanjutkan perkataannya.

"Semuanya sudah selesai. Kau berhasil membebaskan kami dari belenggu itu. Sebenarnya, kami bisa saja mengucapkan kata terima kasih dari alam bawah sadarmu, namun kami pikir, kami harus menunggumu terbangun dulu seperti sekarang. Untuk itu, terima kasih sudah menolong kami semua, Reva. Aku tahu kau mungkin bingung dengan apa yang sudah kau lakukan. Tapi, percayalah, semuanya kini sudah selesai. Kau bisa menjalani aktivitasmu seperti biasa tanpa perlu bolak-balik antar dimensi hanya untuk mengungkap tabir." tutur salah satu arwah dengan muka yang paling pucat sekaligus terang.

"Ya, kau sudah menyelesaikan apa yang sudah menjadi misteri di sekolah itu selama ini. Dan jika kau ingin tahu penyebab salah satu ruangan terdengar ribut, pada saat itu energi yang kami rasakan terlalu panas sehingga kami harus melakukan gerakan dan bunyi demi menghancurkan energi tersebut. Lalu, karena kami tidak bisa meninggalkan ruangannya, alhasil hanya ruang theater saja yang berbunyi dan menimbulkan kesan yang horor. Sekali lagi maafkan kami dan terima kasih banyak." ujar arwah satunya lagi. Dilihat dari bajunya ia seperti seorang guru. Namanya Indah.

Reva mengangguk sebagai jawaban lantas menatap bergantian ke seluruh arwah yang berjajar. Ia tersenyum dan mengangguk sekali lagi. Lambat laun semua arwah itupun mengurai hingga menjadi debu tak bersisa.

"Akhirnya, aku sekarang bisa hidup seperti awal lagi." gumam Reva sebelum akhirnya menatap Deo yang membuatnya mengangkat salah satu alisnya.

"Deo, kau kenapa?" tanyanya heran.

Deo tak menjawab seraya hanya menunjukkan tangannya yang terlihat agak transparan. Begitupun dengan tubuhnya.

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang