✔️EPS . 9

337 48 2
                                    

"Lo masih kepikiran sama yang tadi malam? " tegur Gracio saat lihat Reva tengah sarapan sambil melamun.

Reva tak langsung menjawab, ia tampak menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar baru kemudian berkata, "Gimana nggak kepikiran, orang gue udah terlanjur lihat semuanya. Sampai sekarang gue masih nggak nyangka aja kalau orang yang kayak begitu beneran ada di kenyataan. Tadinya gue pikir paling cuma dalam film doang. Eh, nggak taunya.." Reva lagi-lagi mendengkus dengan sebal.

"Bihuman itu berkata jujur." ujar Freya.

"Ya, lo benar."

"Gue rasa wanita itu bukan dalang yang sebenarnya, deh. Gue yakin ada orang lain lagi di belakang dia." ucap Gracio dengan memijat-mijat dagunya.

"Kenapa lo bisa seyakin itu?" tanya Reva dengan beranjak dari bangku dan meraih ranselnya. Ia berjalan menuju halaman di mana mobilnya berada.

"Nggak tahu. Cuma feeling aja."

"Alih-alih soal orang belakang. Gimana kalau sekarang kita fokus buat cari tahu siapa orang dibalik topeng itu dulu." usul Reva.

"Boleh juga. Tapi, ada yang lebih aneh lagi, Rev."

"Apa itu, Frey?"

"Kenapa pada saat renovasi waktu itu, suara mesinnya berisik banget. Padahal, kan, saat itu waktunya sekolah lagi aktif belajar. Kenapa nggak pas sekolah libur aja. Kalaupun mengejar waktu, tapi kan nggak harus sampai mengganggu murid juga. Rasanya tuh malah seperti disengaja dibuat bising, gitu." ucap Freya bertepatan dengan mobil Reva yang berhenti di parkiran sekolah. Hari ini dia nggak papasan sama Jinan kayak kemarin, jadinya kembali berangkat sendirian kayak biasa. Tentunya dengan meringkas waktu seperti biasanya.

"Iya juga, ya. Ntar, kalau sekolah ini jadi direnovasi lagi, kitanya bakal diungsiin kemana, ya? Kan, bangunan di seberang udah nggak layak lagi kayak dulu." gumam Reva sebelum beranjak keluar.

"Udahlah, intinya, kita cari tahu aja ntar siapa dan apa sebab dari semua hal itu bisa terjadi." putus Reva seraya keluar dan sesekali melirik-lirik kesana kemari mencari keberadaan Jinan yang barangkali ada sekitar situ. Tapi rupanya tidak ada.

"Omong-omong, lo nggak mungkin dong lakuinnya sendirian." ujar Gracio dengan berjalan mengikuti Reva.

"Karena ini permintaannya Deo, otomatis dia ikut andil juga lah. Yakali gue sendirian. Lagian, yang lebih banyak tahu masalahnya apa kan dia. Ngurangin beban pikiran sedikit lah." sahut Reva dengan memasang masker agar tak ada yang tahu kalau ia sedang berbicara dengan para sosok yang tak bisa dilihat oleh sembarang sama manusia.

"Bukannya kamu tidak bisa lihat dia kalau tanpa Jinan?" Freya mengingatkan.

"Tapi kalau dia ada kita jadi nggak bisa ngeringkas waktu, Rev." Gracio menimpali.

"Nah, itu! Otomatis waktu buat kamu jelajah bakalan lama banget. Sementara proses renovasi tinggal sebentar lagi. Kamu ingat kan waktu bakalan berputar lebih cepat di dunia kamu yang sekarang kalau kamu pergi ke dunia lain?" ingat Freya lagi.

"Meski ini terdengar nggak masuk akal. Gue yakin lo bisa, Rev. Bihuman itu nggak akan ngomong sejujur itu sama lo kalau dia nggak percaya sama manusia. Konon, bihuman punya insting yang kuat dalam mempercayai sosok atau orang di sekelilingnya. Usaha dulu aja." kata Gracio dengan menepuk ringan bahu Reva. Tepukannya itu kadang kena kadang tembus, tapi lebih banyak yang nembus.

Reva hanya merespon dengan sedikit menggumam. Karena tak berjumpa dengan Jinan di sepanjang koridor juga tidak tahu kelasnya di mana, Reva pun membelokan arah tujuannya ke lorong sepi yang menuju kearah gudang tua kemarin. Reva pikir ia mungkin bisa berjumpa Jinan di situ.

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang