✔️EPS. 20

254 37 1
                                    

Obrolan mereka terintrupsi oleh beberapa wujud berjubah yang datang sambil membawa kotak-kotak persis seperti yang ada di bawah rumahnya Reva. Chiko pun turut bergabung bersama mereka menggiring ke tempat yang paling gelap. Sesaat wujud berjubah itu menatap sebentar pada Deo. Tapi hanya sebentar hingga kemudian lanjut berjalan kembali.

"Mereka masih terjebak di sini semua." kata Deo begitu rombongan berjubah itu sudah hilang di ujung jalan.

"Kita tidak punya banyak waktu untuk menolong mereka." kata Freya pada Reva yang terlihat tergerak ingin melakukan sesuatu.

Menurut feeling gue ya.. Mereka tuh mengadakan pertemuannya nggak jauh-jauh dari gedung theater atau nggak gudang sekolah

"Baiklah, aku aka mencoba untuk membawa kalian berpindah. Tutup mata untuk kalian manusia murni." sahut Gracio dengan cepat tanpa memberikan siapapun untuk menyela. Dan dalam hitungan detik, mereka semua kini sudah beralih ke depan gedung theater sekolah.

Suasana sekitar sangat gelap sekali karena seluruh lampu telah dipadamkan oleh pak Gito. Reva menatap pada kedua mata Freya dan juga Gracio, keduanya mengangguk seperti memberikan kepercayaan bahwa tak apa untuk membuka pintunya. Karena sejauh ini Gracio maupun Freya dan Deo, sama sekali tak merasakan aura apapun.

Sampai akhirnya, pintu ditarik bersamaan dengan seseorang yang juga mendorong pintu itu dari dalam.  Kejadiannya terjadi sangat cepat sampai Gracio pun bisa melihat apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan, begitupun dengan Reva. Ia sangat terkejut sekali sama seperti yang lain. Tiba-tiba saja tubuh ketiganya telah dililit oleh seutas tali dengan lumayan kencang.

"Seret mereka!!" sentak suara yang berasal dari dalam. Tak ingin sesuatu terjadi lebih fatal, Gracio berusaha mengerahkan tenaga yang ada agar Reva dan kawan-kawan dapat selamat. Tapi, karena jarak keduanya terpisah oleh suatu perisai yang tak kasat, sementara Reva, Deo dan juga Jinan di tarik paksa ke dalam, alih-alih menarik mereka kembali keluar, justru yang ada Gracio dan Freya yang terpental sampai membuat mulut mereka mengeluarkan banyak sekali darah hitam.

"Sudah cukup main-mainnya anak-anak. Sekarang, sudah saatnya kalian tidur dan melupakan semuanya." ujar seseorang dengan tubuh paling besar dan tak tampak sama sekali wajahnya seperti apa.

Ketiganya kini di kurung dalam sel yang memiliki kekuatan magis. Yakni saat kulit tubuh mereka bersentuhan dengan sel maka akan melepuh. Suara mereka juga diambil sehingga tak terdengar apapun meski mereka berteriak sekencang mungkin.

Sementara itu, Gracio pun kembali ke dunianya karena energinya sudah sangat tipis sekali. Begitu halnya dengan Freya. Mereka tidak dapat kembali sebelum berhasil memulihkan energi di masa masing-masing.

Bagaimana ini? Sepertinya kita terjebak

Tulis Jinan ketika mereka sudah cukup sadar kalau berteriak hanya akan membuat tubuh cepat lelah.

Reva tidak ikut menulis namun ia pun membuat gerakan bibirnya supaya kedua temannya bisa mengerti apa yang ia ucapkan. Tentunya tanpa terlihat oleh para wujud yang sedang menjaga mereka.

Walau sulit karena besar kemungkinannya ucapannya diketahui, untungnya setelah mengatakan rencananya para wujud itu tak sadar sama sekali.

Mereka kemudian membentuk duduk 3 sudut. Aksi mereka tentu saja jadi perhatian. Jadi, sebelum ada yang melaporkan apa yang tengah mereka lakukan, Reva dengan cepat menyalurkan energi yang ia miliki ke Jinan, begitu pun dengan Deo.

Seketika portal dimensi biru muncul di tengah mereka bertiga dan dengan segera mereka pun masuk ke dalamnya. Tak lama berselang mereka pun berpindah  kembali dalam gedung theater yang dalam keadaan normal.

Tempatnya kosong tak ada aktivitas sama sekali.

"Kalian! Ayo, ikut aku sekarang!" seru Chiko yang muncul kembali tiba-tiba.

Ketiganya sempat tergerak untuk ikut, tapi terhenti begitu sadar apa maksud Chiko yang tiba-tiba mengajak mereka pergi.

"Aku akan bawa kalian ke tempat di mana Nyonya Eve berada." katanya.

"Siapa itu Eve?" tanya Deo.

"Orang yang menjadi pemimpin dalam ritual." jawab Chiko. Dan kemudian suasa dalam gedung theater kembali berubah menjadi tempat yang asing.

____________________

Setelah berjalan dalam keheningan tanpa adanya bersuara sama sekali, mereka akhirnya berhenti pada sebuah ruangan yang dipenuhi dengan tempelan kain hitam di dindingnya beserta 16 bingkai foto berisi foto-foto murid dan guru di sekolah Reva. Gambarnya tidak begitu jelas bukan karena rusak atau buram, melainkan belum terlihat sempurna karena harus menunggu beberapa hari lagi sebelum nyawa mereka dipertaruhkan. Yang mana saat mereka mati, maka foto dalam bingkai itu akan terlihat sempurna.

Tak hanya itu, satu pria dengan pakaian menyeramkan layaknya kostum monster tengah berdiri di atas mimbar dengan mata terpejam. Ada juga beberapa orang lainnya yang menggunakan topeng seram.

"Aku harus pergi. Sekarang, silahkan kalian selesaikan." ucap Chiko dan sesaat kemudian ia pun menghilang.

Reva mengangguk dengan mata yang masih menatap tajam pada si pemimpin yang tengah memulai ritual.

Cepat atau lambat mereka akan menyadari keberadaan kita. Cepat lakukan sesuatu

"Di mana Freya dan Gracio?" tanya Deo begitu tidak mendapati keduanya bersama mereka.

"Energi mereka menipis, jadi tak bisa muncul. Sekarang, mari kita dekati ke-16 gambar itu lebih dulu." ajak Reva dengan beranjak mengabaikan para manusia yang sedang duduk diam sambil merapalkan sesuatu.

Deo dan Jinan pun mengikuti mendekat pada satu gambar yang paling tengah.

"Rev." panggil Deo.

"Hm?"

"Apa lo mikirin hal yang lagi gue pikirkan?" tanya Deo.

Reva tak langsung menjawab, ia tengah sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia juga memperhatikan secara bergantian ke semua gambar yang menempel itu dengan seksama.

Deo, lihatlah foto yang ada di gambar ke tiga. Perawakannya sangat mirip sekali denganmu.

Deo lantas bergerak turut memperhatikan lebih lekat. Dan benar saja garis wajahnya terlampau begitu mirip dengannya.

"Ikut aku sekarang!" ajak Reva dengan menarik kedua temannya untuk ikut pergi bersamanya.

Ia berhenti pada sebuah ruangan yang mana di dalamnya terdapat banyak sekali tali-tali dan beberapa senjata tajam lainnya. Ada sedikit noda darah yang tergenang di lantai juga.

"Rev, lo mau ngapain?" tanya Deo diikuti tatapan ingin tahunya Jinan.

"Ambil beberapa senjata di sini." katanya dengan bergerak mengampiri ke salah satu cermin sebesar kipas tangan.

Jangan bilang lo mau lawan mereka dengan menggunakan senjata yang ada di sini

"Justru kalau kita diam aja, cepat atau lambat kita semua yang dijadikan tumbal dan bernasib sama seperti yang lain." kata Reva mencoba untuk tetap bisa tenang meski suaranya agak sedikit bergetar.

"Lagian ya, gue tuh udah capek banget sebenarnya dari kemaren kemarennggak selesai-selesai ini masalahnya. Keluar masuk dimensi lain tapi nggak ngapa-ngapain. Mending sekarang gerak aja udah. Apapun yang terjadi yang penting kita udah coba lawan. Ayo!" seru Reva lagi dengan wajah semangat penuh kelelahan. Aneh memang kedengarannya tapi itulah kenyataanya.

Setelah siap dengan senjata masing-masing dan rencana serangan yang diadakan secara dadakan, ketiganya lantas bersiap keluar mencoba untuk menyerang. Tapi, sebelum hal itu terjadi, untungnya Gracio datang tepat sebelum keberadaan mereka disadari.

"REVA, JANGAN!" cegah Gracio. "Kalian akan terbakar jika bergerak dengan impulsif seperti itu!" peringatnya.

Reva hanya mendengus frustrasi mendengarnya.

"Argh! Lagi-lagi."

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang