✔️EPS. 8

352 48 0
                                    

"Menurut kalian berdua, apa yang diceritain sama mahkluk setengah manusia separuh jin kemarin itu sungguhan nyata atau jebakan?" tanya Reva pada kedua teman beda zamannya.

Mereka berdua saat ini lagi menemani Reva yang sedang makan di lantai samping kasurnya. Freya duduk bersila di kasur sedang Gracio duduk di kursi dengan posisi terbalik.

"Antara percaya dan tidak percaya, sih. Tapi, kalau hal itu benar, kau harus dengar perkataannya lagi kalau begitu." sahut Freya dengan sedikit berpikir.

"Tapi, Rev, di zaman lo sekarang bukannya hal-hal seperti itu udah nggak ada lagi, ya? Maksud gue, lo kan tinggal di kota besar, harusnya pertumbalan seperti itu udah nggak ngaruh lagi. Kecuali kalau lo tinggalnya di tengah hutan. Itu masih wajar karena jauh dari peradaban. Ini, kan, nggak." ujar Gracio berpendapat.

"Seandainya gue bisa lihat---" Reva seketika merutuki kebodohannya. "Astaga!! Iya!! Bukannya gue selama ini bisa menjelajah waktu ya bareng sama kalian!? Asli gue baru kepikiran sekarang!!" ucapnya dengan seketika berdiri.

"Nah, baru juga gue mau ngomong begitu." ucap Gracion pelan seraya sambil geleng-geleng kepala bersama Freya.

Setelah itu, Reva segera melanjutkan makannya tanpa bicara apa-apa lagi. Dua temannya juga sama diam membiarkan Reva melanjutkan makan dengan tenang.

Kali ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan hidupnya, Reva pergi menjelajah waktu bukan hanya sekedar lihat-lihat saja kali ini, tapi juga mengamati dan mencari tahu petunjuk yang bisa ia dapatkan.

____________________•••_____________________

Waktu itu tahun 20XX, saat SMAN 48 direnovasi untuk perluasan gedung. Tepat pada satu tahun setelah Reva lahir. Seluruh murid dipindahkan belajar sementara ke sebuah bangunan kosong yang dulu masih ada di seberang sekolah. Bangunan itu dulunya bekas hotel. Karena bangkrut jadi dibiarkan begitu saja. Mereka hanya menggunakan dua lantai untuk menumpang belajar.

Ada cukup banyak murid terutama perempuan yang tiba-tiba seperti diganggu pada saat itu. Anehnya mereka hanya disuruh pulang tanpa ada satu orang pun guru yang menangani.

Dan tepat pada hari itu pula, Reva datang dan sedang mengitari gedung sekolah yang sedang dibongkar. Beberapa murid sebagian masih ada yang berlalu lalang guna mengambil peralatan sekolah mereka.  Suasananya sangat bising karena selain suara mesin yang terus menyala, juga disertai dengan jeritan tangis dari beberapa murid yang tiba-tiba berteriak.

"Uh, di sini rusuh sekali. Aku pasti tidak akan tahan kalau harus belajar disituasi bising begini." komentar Reva saat memperhatikan mesin penghancur batu berukuran raksasa di hadapannya.

"Reva, lihatlah di sana!" tunjuk Freya pada ujung gelap lorong. Tampak jelas di sana beberapa orang seperti sedang mengangkut beberapa karung.

"Apa yang menarik dari melihat orang yang lagi ngangkat karung?" tanya Reva dengan melirik pada Freya serta menaikan sebelah alisnya. "Udah deh, tujuan gue sekarang bukan lagi lihat-lihat doang kayak biasa, tau."

"Ada yang aneh sama karung yang dibawa sama mereka, Rev. Itu terlihat seperti.." Gracio tak melanjutkan ucapannya. Ia lantas memberikan tatapan yang seolah menyampaikan bahwa ada suatu hal yang buruk mungkin sedang terjadi di sana.

"Aku akan ke sana lebih dulu." ucap Freya dengan beranjak lebih dulu menuju ujung koridor dan kemudian disusul oleh Gracio tanpa ia sadari.

Reva mengernyit sebentar dan kemudian ia pun bergegas dengan sedikit berlari mengampiri apa yang tadi dilihat oleh keduanya.

Tiga karung kembali di angkut oleh dua orang dengan salah satunya yang langsung mengangkat dua karung sekaligus. Bentuk karung itu tidak biasa. Sesaat bau amis dari darah segar yang bercampur karat mulai masuk kehidung dua temannya. Tapi tidak dengan Reva. Ia tak mencium bau apa-apa selain melihat adanya tetesan darah yang keluar dari salah satu karung.

Dan begitu si pengangkut menyadari adanya darah di lantai, mereka sontak bergegas memasukan karung ke dalam salah satu ruangan dan dengan cepat kembali untuk membersihkan darah tadi menggunakan pakaian mereka.

Reva bergegas masuk ke dalam di mana karung tadi dimasukan. Ternyata ada 16 karung yang dibuat melingkar di tengah ruangan. Karena tempat itu dinaungi oleh beberapa pohon besar yang ada di bagian area luar jendelanya. Alhasil, seluruh ruangan jadi terlihat agak begitu gelap kalau saja tak ada lampu yang dinyalakan. Tapi, di sini mereka hanya menyalakan satu lampu yang tepat berada di atas tengah - tengah karung yang disusun melingkar tadi.

"Jangan - jangan mereka adalah 9 guru dan 7 murid yang seperti dikatakan Deo kemarin?" ucap Freya yang turut memperhatikan sekitarnya. Sedang Gracio bergerak mendekat pada salah satu karung tersebut diikuti oleh Reva yang juga mengampiri.

Bau amis tercium kuat saat Gracio sudah berjongkok di salah satu karung.

"Karung yang ini amis sekali, Reva. Sepertinya di dalamnya ada manusia yang baru saja mati." ucap Gracio lagi.

"Nggak!" Reva melihat ke sekeliling karung satu per satu. "Mereka semua masih belum mati. Hanya saja... dalam kedaan yang sangat sekarat." setelah berkata begitu, tiba-tiba datang beberapa orang yang menggunakan topeng dan pakaian serba hitam.

"Apa semuanya sudah lengkap?" tanya salah satu dari mereka. Terdengar dari suaranya ia adalah seorang perempuan baruh baya.

"Semuanya sudah siap dibawa." jawab suara yang lain dan ia adalah pria dewasa.

"Mereka siapa?" ucap Reva lebih kepada dirinya sendiri. Ia ingin sekali menarik topeng itu, tapi ia sadar bahwa itu akan berpengaruh pada kehidupannya dan juga Gracio nantinya.

"Pindahkan mereka sekarang." perintah si wanita dan langsung dituruti oleh anak buahnya. Ada beberapa kuli yang turut serta membawakan.

Reva meminta Gracio untuk meringkas waktunya dan kini ia sudah berpindah pada suatu tempat yang tak begitu asing baginya. Tempat itu adalah gedung teater yang selama ini dikunci. Reva tak menyangka tempatnya seluas itu di dalamnya --dulu. Entah sekarang sudah berubah keadaannya Reva tidak tahu karena selalu dikunci.

Di hadapannya kini terlihat jelas 16 orang tengah duduk di bangku dengan tubuh terikat dan bersimbah darah. Wajahnya agak hancur dan hampir sulit untuk dikenali. Benar seperti yang dikatakan Deo. Ada sembilan guru dan tujuh murid di sini. Mereka masih setengah hidup meski tak bisa bergerak dan berbicara lagi.

Tak ada orang lain lagi di dalam ruangan itu kecuali mereka. Seolah setelah didudukkan mereka pun kembali ditinggalkan begitu saja.

"Kemana perginya wanita tua tadi?" tanya Reva dengan berlari ke arah pintu.

Saat ia membuka hanya ada lorong gelap dan sunyi sejauh mata melihat.

"Kurasa mereka masih tidak jauh dari sini." ujar Freya memberi tahu.

Gracio kembali meringkas waktunya dan membawa Reva pada sebuah ruangan yang sangat asing sekali. Di dalam ruangan yang tak ada sedikitpun cahaya matahari masuk itu, terdapat banyak sekali tanaman bunga dengan kelopaknya yang bermekaran dengan sempurna. Meski hanya disinari oleh cahaya lampu yang cukup remang, tanamannya seolah dapat tumbuh dengan subur.

"Tempat apa lagi ini?" tanya Reva masih dengan melihat ke sekitar.

"Hampakan ruangan itu sekarang. Tutup semua celah agar bau dari mereka tidak keluar." perintah dari suara wanita yang tadi sempat Reva dengar.

Reva kembali berpindah pada tempat yang dimaksud.

Ternyata ruangan teater tadi disulap sepenuhnya menjadi ruangan kedap udara sekaligus menipisnya oksigen secara perlahan. Reva semakin mempercepat waktunya dan dengan perlahan seluruh manusia yang sudah dalam keadaan mengenaskan tadi semakin terlihat menderita saat nyawa mereka direnggut dengan perlahan dengan cara yang menyakitkan.

LAYERS || 48 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang