Chapter 35: Divorce and Pain

82 15 6
                                    

Berkali-kali aku berpikir, kenapa harus ada hal bernama perceraian? Untuk apa menikah jika akhirnya bercerai juga? Tidakkah memikirkan perasaan anak-anak mereka? Tidakkah mengingat kisa-kisah mereka dulu hungga akhirnya menikah?

"Jangan bawa dia! Kumohon," pinta wanita paruh baya sembari memeluk kaki sang suami –soon to be ex-

Lelaki paruh baya itu tidak peduli. "Kau punya apa? Kau bisa bahagiakan dia?"

"tapi dia hartaku satu-satunya, tolonglah," bujuknya sekali lagi. Rasanya tidak mungkin hidup tanpa putra tunggal mereka.

"Tidak akan kubiarkan keturunanku hidup susah dengan wanita kurang ajar sepertimu,"

Wanita itu tersungkur ke tanah saking sakit dengan ucapan lelaki dihadapannya.

🕊️🕊️🕊️

Malam begitu mencekam. Seorang wanita cantik memasuki kamar putranya malam itu.

Meninggalkan kedua kopernya di depan kamar sang putra. Wanita yang hanya berbalut coat cokelat yang tidak begitu tebal berjalan mendekati sang putra.

Memutuskan untuk pergi keesokan paginya. Wanita itu duduk di bibir ranjang sembari menatap putranya yang lelap dalam mimpinya. Tidak tahu apa yang mereka tengkarkan pagi tadi, ketika putranya masih disekolah. Putranya nampak tenang, walaupun sedikit gelisah. Wanita itu membelai lembut kepala sang putra. Menitikkan air mata kepedihan saat tahu harus meninggalkan permata berharganya.

Wanita itu mengecup sekilas kening putranya. Telah ia putuskan untuk menyerahkan hak asuh pada lelaki itu. Benar perkataanya. Putranya hanya akan menderita jika bersama dirinya. Wanita yang tidak punya apa-apa untuk membahagiakan putra tunggalnya yang masih sangat kecil untuk mengerti.

"ibu sangat menyayangimu. Semoga kau bahagia bersama ayah," ucap wanita itu. Lagi air mata mengalir di pipinya. Merasa sakit karena tidak berhak membawa putranya.

🕊️🕊️🕊️

"Ayah, di mana ibu?" Tanya seorang anak berusia 6 tahun.

"Ibu pergi sebentar, sayang. Kau rindu?"

Tentu, biasanya sang ibu akan membangunkanya untuk pergi berjalan-jalan keliling taman pada pagi hari. Hari ini tidak, tidak ada jalan, tidak ada pemandangan baru.

Kurang lebih 5 tahun kemudian, ia mengerti semua itu. Pikirnya tidak terdengar? Pernah malam hari ia mendapati sang ayah menampar sang ibu hingga wanita itu tersedu-sedu. Tidak tahu sebab tentu dari pertikaian itu, ia berlari menuju sang ibu memeluknya erat. Setelah beberapa kata-kata penenang, sang ayah ikut berjongkok dan memeluk keduanya.

Ia pikir, hanya pertikaian kecil sehingga ia dapat membantu. Rupanya, kedua orangtuanya menyembunyikan semua itu darinya. Berpura-pura baik-baik saja di depannya. Tapi ia tahu, semuanya.

Hingga sang ayah tidak pulang selama seminggu. Sang putra tinggal di rumah hanya bersama seorang  babby sitter. Tidak suka! Lelaki kecil itu meraih sepatu dan jaketnya. Mencari keberadaan sang ayah.

Tapi...

Semuanya percuma. Ia mendapati sang ayah berciuman dengan wanita lain. Masih terlalu kecil untuk mengerti, tapi ia tahu, perlakuan itu biasanya hanya pada ibu, bukan wanita lain.

Memanggil lirih ayahnya, berharap pria itu kembali ke rumah dan memeluknya dalam kehangatan. Tapi tidak didapatkannya.

Sang ayah mencampakkannya...

Untuk pertama kalinya, ia merasa sangat sakit! Tidak terima!

Membenci dirinya sendiri, ayahnya, ibunya dan semua orang yang ia kenal. Karena mereka semua tidak bisa berbuat apapun.

Wrong way to say love [soonhoon GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang