"Hanya kamu sesuatu yang ditakdirkan bagaikan mimpi untukku"
Vina berangkat dengan mobil merah kesayangannya, bahunya masih sangat perih jika ia harus memakai motor.
Seperti biasa, sebelum berangkat Sekolah Vina pasti menjemput Alwi. Setelah itu, Alwi lah yang mengendarainya walaupun itu motor atau mobil Vina.
Setelah keduanya di dalam mobil, Vina membuka tas ranselnya untuk mengambil kotak bekal yang tadi dibuatkan bundanya. Alwi menatap lurus jalanan sesekali melirik kearah Vina.
"Aku bawain kamu sarapan Al, tadi bunda yang buat. Kalo kamu mau dibuatin sama aku nanti aja yaa, kapan-kapan kalo udah sah" Alwi terkekeh.
Ia menerimanya dan langsung membuka kotak bekal itu sambil menyetir dengan sebelah tangannya.
"Kamu udah sarapan?" tanya Alwi sambil fokus kearah jalanan.
"Belom sih, nggak sempet aja soalnya aku ngambek!" Alwi mengernyit.
Sebenarnya Alwi ingin bertanya ada apa dengan Vina sampai ia merajuk, tapi Alwi rasa ini tidak sopan.
Biarlah ini menjadi urusan pribadi Vina, ia akan menunggu sampai Vina siap untuk bercerita kepadanya sendiri.
"Yaudah makan bareng aja, tapi kamu yang suapin soalnya aku ga bisa makan sambil nyetir" pinta Alwi tersenyum kecil.
Vina mengangguk, ia tak pernah sarapan sebelum berangkat sekolah semenjak Ayah dan Bundanya bercerai, Vina jadi sering sendirian.
Hal seperti itu membuat Vina terbiasa dengan kebiasaan melakukan semuanya sendiri, tapi kali ini rasanya berbeda.
Ketika Alwi bersamanya, berada di dekatnya, Vina tak pernah merasa sendiri lagi. Hari-harinya terasa lebih menyenangkan, karena sosok yang ia cintai bersamanya.
Dengan telaten Vina menyuapi Alwi yang fokus mengemudi, tak lupa menyeka ujung bibir Alwi dengan tissue setelah selesai makan.
Kelakuan keduanya itu bagaikan pasutri, dan jangan lupakan jantung Vina yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Selalu seperti itu ketika ia hanya melihat Alwi, apalagi menyuapi Alwi seperti ini.
🍓🍓🍓
"Siapkan kertas lembar!" perintah pak Kardian tegas.
"Buat apa Pak?" tanya Alika polos....atau bodoh?
"Jangan pura-pura ga tau kamu!"
"Ya elah, Bapak! Mungkin kirain Alika kertasnya buat bungkus muka bapak kali, biar ga keliatan galaknya" Imbuh Vina enteng diikuti gelak tawa seisi kelas XI keperawatan.
"Sudah-sudah. YANG BERISIK LEBIH BAIK KELUAR!" teriak pak Kardian, keadaan hening seketika.
"Lah, bapak bilang yang berisik lebih baik keluar? Bapak aja ngomongnya sambil teriak-teriakkan, jadi silahkan keluar....pintu keluarnya ada disebelah sana" Vina menunjuk pintu kelas mereka.
Teman-teman kelas Vina hanya bisa menahan tawanya, melihat wajah pak Kardian yang tampak kikuk dengan ucapannya.
"Sekali lagi saya pinta siapkan kertas kalian, kita adakan ulangan harian"
"Huuu!!" sorak semua murid kepada Pak Kardian kecuali Vina, ia tidak panik karena masih asyik menguyah permen karetnya.
"Kenapa? Pasti kalian tidak belajar kan?" tanyanya sambil membagikan kertas ulangan.
"Saya ngga punya waktu pak buat belajar, waktu saya terbuang buat ngehaluin doi yang ga peka" sahut Azira lalu menunduk malu dengan tampang sok sedih.
"Huuu!!" kali ini sorakan tertuju pada Azira.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN HALU (END)
عاطفية"Mimpi terindah dalam hidupku adalah ketika aku bisa melihatmu secara nyata" -alvina Cewek yang suka memakan permen karet ini dikenal sebagai Queen of 207 Jakarta yang pendiam, namun suka membuat onar dengan segala kejahilannya. Jangan lupakan kata...