Happy reading💜
Arin melipat kedua tangannya di atas meja, menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan. Matanya memberat, dengan napas yang terasa panas. Sebenarnya dari bangun tidur tadi, ia sudah merasa agak pusing, tapi tetap nekat berangkat sekolah karena hari ini ada dua mata pelajaran yang mengadakan ulangan harian, dan Arin malas ikut susulan.
Matanya hampir saja terpejam, sebelum bel masuk berbunyi nyaring. Cewek itu menghela napas berat, merasa kepalanya semakin sakit.
"Rin, lo sakit?" tanya Tiar, teman yang duduk di sampingnya.
Arin mengangkat kepala, mengangguk kecil dengan mata sayu. Tiar jadi menatapnya khawatir, bagaimana pun mereka teman sebangku.
"Mau gue anter ke UKS aja nggak?" tanya Tiar, meraih lengan Arin yang hangat. Arin baru saja akan mengiyakan, tapi Pak Jojo—guru kimia mereka sudah memasuki kelas, membuat Arin jadi mengurungkan niat, berusaha duduk dengan tegak.
"Nggak usah deh, Tiar. Gue bisa tahan kok."
Tiar jadi berdecak, akhirnya mengangguk pasrah. Walau, kasihan juga melihat wajah Arin yang sangat pucat.
Arin berusaha menahan diri agar tetap duduk tegak. Cewek itu meneguk ludah, merasa tenggorokannya mulai kering, matanya juga semakin memberat. Sampai beberapa detik kemudian, akhirnya menyerah, memilih menidurkan dirinya di atas meja.
"Pak, Arin sakit. Ijin ke UKS."
Arin membuka matanya, mendengar Tiar agak mengerasan suara di sampingnya dan membuat Pak perhatian Pak Jojo jadi teralih. Pria itu mengerutkan kening, lalu mengangguk.
"Yasudah, kalian ke UKS saja. Oh iya, biar Vicky saja yang mengantar, takutnya Arin pingsan kamu nggak kuat angkat lagi," ujar Pak Jojo membuat Tiar yang sudah ingin berdiri jadi mengurungkan niat.
Vicky yang tidak tahu jika Arin sakit segera berdiri, bersiap beranjak dari duduknya, sebelum suara Adam menginstrupeksi gerakanya. Ia menoleh ke kursi Adam, mengerutkan kening melihat cowok itu berdiri dari duduknya.
"Biar saya aja pak yang nganter Arin."
Pak Jojo menatap kedua cowok itu bergantian dengan kening berkerut. Sampai akhirnya mengangguk. "Yasudah, Adam saja yang antar."
Vicky mendelik, menatap sebentar ke arah Arin yang sudah berdiri dengan Adam di sampingnya. Cowok itu menghela napas berat, duduk lagi di tempatnya dengan berat hati. Matanya terus mengikuti Adam dan Arin yang keluar dari kelas, sampai kedua orang itu benar-benar menghilang di balik pintu.
"Lo kenapa bisa sakit, dah. Perasaan kemarin sehat-sehat aja."
Arin melirik. "Gue juga nggak tau, bangun-bangun udah pusing."
Jujur saja Arin juga tidak tahu kenapa tiba-tiba sakit. Apa mungkin karena semalam ia begadang hingga pukul dua, tapi Arin sudah biasa begitu jika ada ujian. Atau mungkin karena ia keluar membeli martabak tanpa memakai jaket, udara tadi malam memang agak dingin. Arin juga tidak tahu yang mana pemyebabnya, juga malas memikirkan karena kepalanya sudah semakin berat.
"Lo jangan pingsan di sini, harus tahan sampai UKS," ujar Adam memegangi lengan Arin yang hangat, berjalan dengan hati-hati sambil sesekali melirik cewek itu.
Arin sendiri tidak menjawab, sudah tidak punya tenaga untuk membalas. Agak terkejut saat tak sengaja berpapasan dengan Ocha, tapi dengan cepat membuang muka, mengabaikan tatapan cewek itu yang juga terlihat terkejut melihatnya dengan wajah pucat.
"Lo tidur dulu aja. Gue balik ke kelas dulu, nanti istirahat gue ke sini lagi."
Arin hanya mengangguk pelan, menarik selimut hingga sebatas dada. Tersenyum kecil melihat Adam yang sedang sibuk berbicara dengan penjaga UKS. Sampai cowok itu berbalik menatapnya membuatnya segera mengubah ekspresi wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE (Revisi)
Teen FictionGara-gara ancaman tidak ikut olimpiade, Arin yang semula hanya menggunakan otaknya untuk memikirkan pelajaran kini harus ikut memikirkan bagaimana seseorang bisa bersama. Menjodohkan sahabatnya dengan Adam, teman sekelasnya sekaligus anak kepala se...