Happy reading💜
Adam menatap wajahnya di depan cermin. Sudah hampir setengah jam hanya berdiri di sana dengan senyum lebar, terus memperhatikan penampilannya. Malam ini ia akan ke rumah Tara untuk mengajak gadis itu pergi, Adam senang karena akhirnya di izinkan Tara untuk menjemput gadis itu. Biasanya jika Adam mengajak pergi, mereka hanya akan langsung ketemu di tempat janjian. Jujur Adam agak trauma tentang itu, takut di beri harapan palsu lagi.
Adam merapikan rambutnya sekali lagi, sebelum meraih kunci motor yang berada di atas meja. Bernyayi kecil sambil menuruni tangga. Mampir mencium pipi sang mama yang sedang asik menonton drama korea bersama papa di sampingnya, kemudian pamit pergi.
"Jangan malam-malam pulangnya!" teriak mama sebelum Adam melewati pintu. Cowok itu berbalik dengan senyum lebar, mengangkat jempolnya sebagai tanda iya sebelum berlalu dari sana.
Cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, menikmati angin malam yang menerpa wajahnya karena ia membuka kaca helm. Senyum lebar masih terus terlukis di wajahnya. Sampai tak sengaja melirik ke spion motor, ia mengernyit melihat tiga motor di belakangnya.
Adam masih memperlambat laju motornya, membuarkan orang di belakangnya mendahuluinya. Tapi, motor itu malah ikut melambat membuat Adam semakin mengernyit dalam. Apa motor itu sengaja mengikutinya?
Karena sudah dekat dengan komplek perumahan Tara, Adam sengaja membelok motornya memasuki gang. Ingin tahu apakah ia benar di ikuti, dan benar saja motor di belakangnya ikut berbelok. Adam berdecak, menghentikan motornya di gang yang agak gelap walau masih ada beberapa lampu jalan yang menyala. Jujur merutuki kebodohannya, kenapa harus berbelok di sini.
Cowok itu turun dari motor, melirik sekitar yang gelap. Tiba-tiba merinding sendiri. Ia menatap tiga orang yang ikut turun dari motornya. Salah satunya membuka helm membuat mata Adam jadi membulat, mengenali orang itu.
Adam jadi berdecak. "Lo ngapain ngikutin gue?"
Cowok itu, Randi terkekeh pelan. Maju selangkah mendekati Adam. "Pinter juga lo milih tempat. Gue jadi nggak usah repot kalau mau hajar, lo."
Adam mengepalkan tangannya, masih berusaha tenang. "Ada urusan apa lo sama gue?"
"Masih nggak tahu diri aja lo deketin Tara. Sadar diri lo nggak pantes buat dia," tukas Randi, mendorong pelan bahu Adam. Membuat kedua temannya di belakang ikut terkekeh meremehkan.
"Lo siapa ngatur-ngatur. Gue bahkan lebih dulu kenal Tara dari pada, lo. Nggak usah sok jadi orang lama."
Randi lagi-lagi terkekeh. Menatap Adam di hadapannya remeh. "Nyokapnya lebih suka sama gue. Lo bahkan nggak pernah ketemu nyokapnya, 'kan?"
"Yaudah lo pacaran sama nyokapnya sana!"
Adam agak termundur karena satu bogeman mendarat di pipinya. Cowok itu jadi mengepalkan tangannya, ikut mendaratkan tinjunya pada wajah Randi membuat cowok itu termundur kaget karena tak siap.
Adam baru saja ingin maju, sebelum kedua teman Randi menahan lengannya dengan kuat. Adam berdecak, berusaha melepaskan diri. "Cupu lo, main keroyokan!" teriak Adam murka.
Randi berdiri, menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Cowok itu terkekeh pelan, sebelum kembali mendaratkan tinjunya pada wajah Adam.
"Lo bacot sih, gue mau ngomong baik-baik padahal."
Setelah itu ia kembali mendaratkan tinjunya pada pipi kiri Adam. Adam sendiri tidak bisa melawan karena kedua teman Randi yang masih memeganginya.
Cowok itu mengepalkan tangannya, terus berusaha menghindar dari pukulan Randi. Adam tidak tahu lagi bagaiaman kondisi wajahnya, hanya bisa meringis saat tinju Randi terus berdatangan di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE (Revisi)
Novela JuvenilGara-gara ancaman tidak ikut olimpiade, Arin yang semula hanya menggunakan otaknya untuk memikirkan pelajaran kini harus ikut memikirkan bagaimana seseorang bisa bersama. Menjodohkan sahabatnya dengan Adam, teman sekelasnya sekaligus anak kepala se...