24. Sahabat Terbaik

9 2 0
                                    

Happy reading💜








Tara menghela napas berat, sebelum melangkah memasuki rumah. Matanya membengkak karena kebanyakan menagis di rumah Adam. Bahkan mama Adam sampai mengomeli Adam karena mengira cowok itu telah membuat Tara menangis, membuat Adam jadi hanya bisa pasrah menerima omelan mamanya padahal Tara sudah menjelaskan jika itu bukan salah Adam.

Mengingat itu membuat Tara jadi tersenyum lebar, mengingat bagaimana wajah Adam yang menunduk pasrah walau diam-diam cowok itu juga tersenyum.

Baru saja melewati pintu, senyum Tara memudar, berganti jadi menatap kesal cowok yang sedang duduk di ruang tamu. Cewek itu segera berjalan cepat menghampiri Randi.

"Ngapain lo di sini?" tanya Tara ketus, menatap cowok itu tidak suka.

Randi terkekeh pelan, masih duduk di sofa dengan santai sambil menatap lurus cewek itu. Mengabaikan nada ketus yang keluar dari mulut Tara.

"Tuh, cowok langsung lapor ke lo, ya."

"Maksud lo apasih mukulin Adam!" hardik Tara, menatap tajam cowok itu.

"Dia deketin, lo," tukas Randi santai, membuat Tara semakin menatap tajam cowok itu.

"Lo siapa ngatur-ngatur. Kita bahkan nggak deket."

"Belum, tapi nanti."

Tara semakin kembang kempis, rasanya ingin melempar cowok itu dengan apa saja di sekitarnya. "Nggak usah ke-pedean lo. Gue bahkan nggak pernah suka sama lo!"

"Heh, Ra, itu Randi dari tadi loh nungguin kamu. Kok ngomongnya teriak-teriak gitu," tegur mama muncul dari dapur, mendengar teriakan putrinya dari ruang tamu, wanita itu segera berlari menghampiri.

Tara berbalik, berdecih pelan. "Nggak usah terima kalau dia datang lagi ke sini. Aku nggak suka liat dia!"

Tara tidak ingin mendengar apapun lagi, dengan segera berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Mengabaikan teriakan sang mama, ia terus berjalan memasuki kamar, membanting pintu begitu saja.

Tara melempar asal tasnya, langasung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Cewek itu menghela napas pelan, berusaha menetralisir kekesalannya. Ia kesal karena Randi sudah memukuli Adam yang tidak bersalah sampai wajah cowok itu di penuhi lebam. Dan juga tiba-tiba kesal karena dia dengan kurang ajarnya cemburu kepada Arin karena Adam malah memberi tahu keadannya pada cewek itu dari pada memberi tahu dirinya.

Tara menjambak rambutnya sendiri, jadi merasa bersalah pada Arin. Padahal cewek itu tidak tahu apa-apa, dan Tara malah kesal padanya. Ia segera bangun, mengambil ponsel di dalam tasnya, mencari kontak Arin dan langsung menekan tanda telpon.

Cukup lama hanya nada sambung yang terdengar, hingga tak lama terdengar suara grasak-grusuk dari seberang sana di susul suara Arin membuat perasaan Tara yang semula gelisah jadi kembali tenang mendengar suara sahabatnya itu.

"Kenapa, Ra?"

Tara berdehem pelan. "Lo udah pulang?"

"Belum sih, ini masih sama Vicky. Nih anak dari tadi rese banget."

"Heh, lo ya yang dari tadi bercanda mulu."

Tara jadi tertawa mendengar mereka berdebat. Seketika rasa kesal dan semua ke sesakan di dadanya menguap begitu saja, terganti dengan perasaan yang menghangat.

"Ra, nanti ke rumah gue yuk. Gue beli martabak."

Tara jadi mengernyit. "Kok tiba-tiba?"

"Ya nggak papa, pengen aja," tukas cewek itu di susul tawa kecil.

HOPE (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang