"Jadilah pribadi yang cukup kuat untuk berdiri sendiri, cukup pandai untuk mengatahui kapan kamu membutuhkan bantuan, dan keberanian untuk meminta bantuan."
"Jika kamu harus menyakiti orang lain agar merasa lebih kuat, percayalah kamu adalah individu yang sangat lemah."
~•●•~
Happy Reading...
Malam semakin larut, namun Eri tak merasakan kantuk sedikitpun. Ia hanya fokus dengan fikirannya.
Matanya terus menatap bintang di langit dengan senyum yang siapapun melihatnya akan merasa bahwa ia baik-baik saja, namun tidak dengan hatinya.
"Hai bintang, liat ayah Eri ga?"
"Kata ayah, 'jika kelak ayah udah ga ada, jangan merasa sendiri ya sayang!. Kalau Eri kangen ke ayah cukup do'ain dan liat bintang aja, sebab ayah udah jadi bintang di langit kelam sana.' Jadi apakah ayah bisa ngelihat Eri?"
Tesss
Cairan bening keluar tanpa diminta membasahi pipinya.
"Ayah, Eri juga pengen jadi bintang. Supaya Eri bisa bareng Ayah, Bang Al dan Omah." Ia terkekeh getirr
"Ayah yang tenang ya di sana. Ayah pasti udah ga kesakitan lagikan? Dadanya udah ga sakit kan yah?" tutur Eri sambil terisak
"Bang Al apa kabar? Kangen Eri ga bang? Hehe Eri kangen loh bang di marahin, dijailin, dinasehatin abang yang udah ke' emak-emak komplek hehhe" Air matanya makin deras
"Omahh Eri kangenn pelukan omah, apa omah ga kangen marahin Eri?" Eri menunduk
"Bukannya kalian ga pengen liat Eri nangis? Ayok usap air mata Eri! AYOK USAP AIR MATA ERI! ERI GA KUAT TUHAN."Tak lama hujan pun turun membasahi bumi.
"AYAHH, MAMAAAA GA ANGGEP ERI LAGI YAH. ERI BUKAN JALANG. ERI BUKAN PEMBUNUH. Kenapa ga ada seorangpun yang percaya ke Eri? Eri capek pura-pura bahagia dalam keadaan terpuruk. Hati Eri sakit yah sakittt...."
Lama ia terisak, hingga akhirnya lampu pun mati. Eri yang kaget akan hal itu pun menangis histeris sambil memeluk lututnya, menenggelamkan kepalanya di sela-sela tangannya.
Semua kembali terputar begitu jelas di benaknya. Kilasan-kilasan kejadian di mana ia harus kehilangan Omah dan disiksa hingga darah mengalir deras di pelipisnya. Bayang-bayang wajah misterius yang berpakaian serba hitam membawa pisau di tangannya terus terputar dibenaknya.
"NGGAKKK JANGAN GANGGU GUA! GAAKKK. PERGII HIKSSS PERGIII" Eri terus berteriak, dengan tubuh yang bergetar hebat. Dadanya sesak, yah asmanya kambuh.
Eri Phobia dengan kegelapan. Sebab trauma yang ia alami beberapa tahun silam. Dan pastinya asmanya akan kambuh.
"A_ayahh to_longin Eri, dada Eri sesak."
"Maa_ ma to_longg." Panggil Eri dengan rendah, menahan sesak di dadanya. Hingga ia memilih bersembunyi di balik selimutnya.
~•●•~
"Mas mukanya lucu tuh hahaa" ucap Maria
"HAHAHHAHAHA" Mereka tertawa lepas di ruang keluarga. Mereka sedang menonton video di HP Maria. Sampai suara Afdal menyadarkan mereka. Saudara tiri Eri.
"Mah? Pah? udah malem sana tidur. Ke kunti aja ketawa-ketawa mulu, mati lampu nih."
"HAH?" Teriak mereka
Afdal hanya memutar matanya malas "Gini loh mah, emang mama ga mau nengok Eri ke atas dulu? Bawain apa gitu, ini gelap loh mah."
"Trus kenapa?" Bukan Maria yang menjawab, melainkan Galih yang entah sejak kapan ia berdiri di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED (END)
Teen FictionHati : "Aku g kuat" Otak : "Aku hampir pecah" Tubuh : "Aku lelah" Mulut : "DIAM KALIAN." Note : Up sesuai mood:)