5. Gila!

63 34 11
                                    

"Sulit menjadi diri sendiri ketika bersama orang lain. Takut tidak diterima, takut dicaci, dan banyak hal menakutkan lainnya. Namun, ketika ada seseorang yang berhasil membuatmu tak ragu untuk menjadi diri sendiri ketika bersamanya, maka jangan lepaskan! Dia berharga!"

***

Layar proyektor menampilkan materi presentasi yang disajikan oleh Reline di depan kelas. Gadis itu tampak bersemangat dan penuh percaya diri ketika berbicara. Semua orang seperti tersihir, mendengarkannya.

"Jadi, menciptakan inovasi orisinil dari perusahaan serta perubahan strategi pemasaran, merupakan solusi yang baik. Media sosial ini harus  memiliki fitur khusus yang menjadi ciri khasnya sendiri, selain memiliki fitur umum yang memang telah ada. Serta, upaya pemasaran agar menjadikan media sosial ini sebagai aplikasi nomor satu kebanggaan bersama di negara ini."

Semua orang bertepuk tangan dengan kagum, apalagi Gevan. Pria itu yang paling heboh, bahkan sambil berdiri.

Di FEB, khususnya jurusan manajemen, Reline terkenal cerdas. Ia memiliki ide-ide baru, dan pemikiran yang kritis. Meski begitu, banyak mahasiswi yang tidak senang melihatnya.

Reline seperti gadis-gadis di FTV—yang sering syuting di lokasi kampus mereka. Ia cerdas, apa adanya, dan sederhana. Berbeda dengan mahasiswa lain yang cukup glamor dan mewah.

Bahkan, rata-rata mahasiswa di fakultas ini menggunakan transportasi mobil pribadi. Tetapi, Reline tidak, bahkan pakaiannya pun biasa saja.

Reline dimusuhi para mahasiswi, begitu pun dengan seseorang yang selalu dekat dengannya. Ya, Gevan. Gevan turut terkena imbas karena Reline.

Jangan heran, tidak ada yang mengetahui status ekonomi Gevan, karena ia tetap seperti dahulu—berjualan asongan barang-barang random. Ia juga tak berpakaian mewah ke kampus. Ia turut sederhana, mengikuti Reline, karena ia tidak mau membuat gadis itu tak nyaman karenanya.

Di sisi lain, euforia tak dirasakan oleh empat mahasiswi di sudut kelas. Mereka memandang penuh kebencian ke depan. "Ratu yang haus perhatian. Wajar saja, mungkin perhatian dari si miskin Gevan itu kurang. Lihatlah, pria yang norak sekali!" komentar salah seorang dari mereka.

Mereka memandang rendah, terlihat Gevan seperti bapak-bapak yang bangga akan anaknya setelah tampil bernyanyi di depan umum. Ya, pria itu memang selalu berlebihan. 

"Reline dan Gevan itu cocok," tambah yang lain. "Gadis si penarik perhatian dengan gaya sok pintarnya, dan pria bule miskin yang sering dagang asongan meski tampan." Ia memandang teman-temannya bergantian. "Benar-benar mengerikan!" serunya, membuat teman-temannya tertawa.

Tanpa sadar, suara tawa mereka merebut perhatian orang-orang di kelas. Bahkan, ibu dosen yang sedang mengajar pun mengernyit kesal ke arah mereka. 

"Apa yang kalian tertawakan?!" serunya tegas, sehingga keempat mahasiswi itu terdiam. Ia pun menggeleng, lalu memasukkan buku ke dalam tas. "Untuk selanjutnya, Saudara semua analisis peluang keberhasilan dan kegagalan dari solusi yang diberikan oleh Reline tadi. Sekian hari ini, terima kasih."

Ketika ibu dosen keluar, orang-orang langsung menghampiri Reline. Mereka bertanya tentang informasi-informasi yang relevan dengan tugas tadi, untuk membantu mereka menemukan pencerahan. Sedangkan keempat mahasiswi tadi pergi meninggalkan kelas dengan kesal.

"Re, gue tunggu di luar, ya!" seru Gevan, yang mendapatkan jawaban jari jempol oleh Reline. Gadis itu tampak kewalahan dengan teman-teman yang mengerubunginya. 

Gevan tersenyum, ia melangkah dengan senang keluar kelas. Matanya berbinar melihat beberapa mahasiswa lain yang berkumpul di depan kelas. Ia langsung menghampiri salah satu rombongan pria yang berdiri di tiang dekat kelasnya. "Bro! Pada rajin, nih, baca buku?" sapanya.

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang