"Perasaan tidak akan bisa dibohongi, sekeras apa pun kita berusaha mengabaikannya."
*****
Tiga orang pria sedang termenung di ruang tamu flat, yang tidak terlalu luas. Mereka adalah Egi, Kevin, dan Gevan. Egi menatap papan catur di atas meja, ia sedang bermain dengan Kevin. Namun, tidak ada yang berkonsentrasi di antara mereka. Tak menyadari Egi yang terhanyut dalam pikirannya, Kevin hanya terdiam menopang dagu, sambil memandang pion—bidak catur. Sedangkan Gevan, tidur terlentang di atas lantai.
Deringan ponsel terdengar, membuat ketiga pria itu tersadar dengan sedikit semangat. Salah satu dari tiga ponsel yang tersusun di atas meja, akhirnya berdering.
"Siapa?" Gevan bangkit, ia berjalan mendekati dua temannya itu.
Sementara itu, Egi dengan sigap mengambil ponsel tersebut. Baru melihat layar, ia melempar ponsel itu ke arah Kevin. "Layanan pesan antar makanan!"
"Siapa yang pesan makanan!" seru Gevan kesal. Ia duduk di sofa, menatap kesal teman-temannya.
"Katanya tadi kalian lapar, ya, gue pesan!" seru Kevin tak kalah kesal. "Kalian pada kenapa? Merenung, marah-marah, lagi datang bintang?"
"Lu juga, ya, Kev!" Egi terlihat tak terima. "Sama aja semuanya."
Gevan terlihat tak peduli. Ia merebahkan badan, sambil memandang cuek. Kevin lalu berkata, "Oke, gue emang lagi kepikiran nasib. Egi gak perlu ditanya, udah jelas si Bego buat perkara melulu ke Echa. Nah, kalau lu, Gev?" Ia memandang heran. "Seumur-umur, lu yang bobrok gak pernah kayak gini. Ada masalah sama Reline? Kalian kan yang paling damai sentosa."
"Gak," cicit Gevan dengan wajah datar. Ia cuek sekali, seakan-akan tidak mau disinggung siapa pun, membuat teman-temannya keheranan.
"Melihat lu yang kayak gini ...." Kevin tampak berpikir. "Lu habis melakukan dosa besar?" tebaknya.
"Astaghfirulloh." Gevan memandang Kevin tajam. "Itu bidak catur gue masukin juga ke lambung lu!"
Ia berdiri, sedangkan Kevin sudah takut-takut sambil berlindung di balik Egi. Bukannya apa-apa. Gevan kalau sudah marah, kejamnya bisa menyaingi tokoh antagonis di sinetron.
Namun, ia justru mengambil ponsel, lalu melangkah pergi keluar dari flat.
"Malam-malam begini, ke mana, Gev?" tanya Egi.
Gevan tak berbalik, ia hanya menjawab, "Pulang. Jangan cari gue!"
Egi dan Kevin saling pandang sebentar. Egi lantas bertanya, "Bukannya kalian besok udah mulai masuk kuliah?"
Kevin mengangguk. "Gevan aneh banget."
****
Di atap, tepatnya di depan flat Echa dan Salma, terdapat meja rendah cukup lebar yang biasa mereka gunakan untuk duduk sambil membentang selimut. Saat ini, Echa, Salma, Alea, dan Reline, sedang duduk melingkar dengan remi dan minuman di tengah-tengah mereka.
"Kok gue merasa ... ada yang aneh," ungkap Salma. Ketiga temannya yang sedang memandang kartu itu pun beralih menatapnya. "Kalian bertiga kayak ada sesuatu. Pada kenapa?"
"Gue biasa, mah," ungkap Alea pasrah. Ia melemparkan selembar kartunya ke atas meja. "Friendzone. Kadang, gue merasa dia ngasih sinyal lebih dari sahabat, kadang juga, ya, gitulah. Capek dibahas." Ia beralih memandang Echa. "Lu masih mau drama, Cha?"
Echa yang sedang mengambil selembar kartu di atas meja—kartu buangan dari Reline—, lalu menggantikan dengan selembar kartu miliknya, hanya tertawa kecil. "Lihat nanti." Ia melihat Reline yang tampak termenung. "Reline, tuh! Tumben-tumbenan kayak gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BABEGI & SAYYA
Storie d'amore[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Sequel dari BABEGI. International School of Talents (IST) menjadi saksi kisah komedi-romantis terseru dengan sentuhan islami.🔥 Kini, kisah mereka berlanjut di bangku perkuliahan! BABEGI & SAYYA "K...