55. The Day

70 26 11
                                    

"Inilah hari di mana semuanya menjadi jelas. Bahagia, sedih, dan luka, semua harus diungkapkan karena kejujuran akan terungkap cepat atau lambat."
****


"Kakak!"

"Kak Echa!"

Kedua mata Echa langsung terbuka lebar. Ia tersentak, karena dibangunkan secara paksa oleh Yoan. Ia bersiap hendak menutup mata kembali, tetapi suara Yoan mencegahnya.

"Kak, aku udah korban ambil libur kuliah, ya! Jangan sampai Kakak gak jadi nikah!" serunya sedikit kesal melihat kakaknya yang sepertinya tidak berniat menghadapi hari ini.

Tangan Echa mengusap mata sambil menguap. "Kakak baru tidur subuh, Dik. Emang sekarang pukul berapa?"

"Echa!"

Ia kembali terkejut, bahkan langsung duduk—merasa terusik sekali dengan orang-orang yang tidak membiarkannya tidur nyenyak.

Alea duduk di sebelahnya, kedua tangannya menggoyang-goyangkan bahu Echa. "Udah pukul delapan, Cha!"

"Dandan lama, Cha. Belum lagi perjalanan ke tempat akad." Reline melipat kedua tangan di depan dada, ia menggeleng tak percaya. "Gevan bilang Egi udah siap dari pukul tujuh, loh. Semangat malam pertama lu mana!?"

"Eh!" seru Echa kaget dengan kantuk yang hilang sempurna mendengar ucapan sahabatnya itu. "Ada Yoan, omongan lu, Re."

Reline dan Alea tertawa, Echa terlihat malu dan salah tingkah. "Yoan mah calon dokter pasti ngerti. Jangan-jangan bentar lagi juga bakal nikah, ya, Yoan?" goda Reline.

Yoan terdiam. Ia tersenyum kecil, lalu berkata, "Yoan keluar dulu, Kak. Tolong urus Kak Echa, Kak."

Mereka memerhatikan Yoan yang melangkah pergi.

"Dah, sekarang lu mandi. Make up artist udah datang tuh!" suruh Alea. "Masa lebih semangat MUA daripada lu."

"Gue semangat banget, kok, Ale, Re," bela Echa. "Saking semangatnya baru bisa tidur. Sekarang malah disko ini jantung."

Reline tersenyum lebar. "Itu karena lu terlalu bersemangat. Gue juga begitu. Rasanya bahagia banget, bisa nikah sama pria yang selama ini dicintai. Sampai sekarang aja rasanya masih kayak mimpi."

"Kayak mimpi gimana? Lu aja udah hamil begitu!" protes Alea sambil tertawa. Ia langsung mendapat pukulan dari teman-temannya yang turut tertawa. "Udah-udah, sekarang siap-siap. Hari ini cowok bego sama cewek gila mau nikah."

"Kawin, dong," koreksi Reline, membuat mereka tertawa lepas.

Walau ikut tertawa, tetapi wajah Echa memerah karena digoda habis-habisan oleh mereka. Ia pun memutuskan untuk kabur ke kamar mandi.

***


Suasana mesjid cukup tegang, bercampur bahagia. Keluarga dan kerabat, termasuk teman-teman terlihat meramaikan. Bahkan, banyak orang asing yang tidak dikenal Echa dan adik-adik, tetapi katanya mereka adalah kerabat dari orangtua kandung Echa.

Air mata Mia tak berhenti mengalir melihat Egi duduk di hadapan Ayah Echa, dengan penghulu di dekatnya. Ia ditenangkan oleh kedua temannya—Ibu Alea dan Ibu Kevin. Sedangkan Phi duduk di sebelah Ayah Echa, yang sedang latihan mengucapkan Ijab, dan Egi mengucapkan kabul. Penghulu memberikan mereka kesempatan untuk latihan.

Echa semakin berdebar setengah mati. Ia berada di tempat salat wanita, yang berbatas tirai besar dengan tempat akad—di bagian tempat salat laki-laki. Ia terlihat semakin cantik dengan riasan dan kebaya putih. Alea dan Reline setia menemaninya, beserta keluarga asing yang tidak ia kenal tadi.

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang