"Pernahkah kamu hampir mati karena penyesalan? Jangan. Aku harap, kamu takkan pernah merasakannya."
***
Echa memandang heran ke arah Mia yang tersenyum lebar di hadapannya. Saat ini, mereka sedang berada di kafe, yang berada di lantai satu gedung ini.
Ya, heran saja. Geo sedang bersanding di pelaminan, dan pasti banyak tamu yang ingin bersalaman dengan Mia, selaku orangtua, tetapi wanita itu malah menarik Echa ke sini.
"Cha, langsung aja, ya," kata Mia santai. "Mama ada pesta."
"Ya, tahu, Ma. Echa kan juga di sana, Ma?"
Mia tertawa sebentar, lalu mulai memandang Echa serius. "Geo bilang, semuanya sedang bekerja sama untuk mengerjai Babe?"
Kedua alis Echa pun terangkat, dengan mata sedikit melotot. Ia tertawa kecil kemudian sambil mengalihkan pandangan. Ketika berhenti tertawa, ia langsung menatap Mia. "Maaf, Ma," ungkapnya serius.
"Posisi mama netral. Itu urusan anak-anak," ujar Mia. Ia lalu tersenyum. "Namun, ada yang ingin mama sampaikan."
Echa terdiam, siap mendengarkan ucapan Mia yang tampak sangat serius.
"Mama sama papa, sangat memanjakan Babe. Meski di luar rumah Babe tak terlihat manja sama sekali, tapi ketika bersama kami, dia sangat manja," ungkap Mia. Echa tersenyum kecil. Ya, bukankah pria itu bayi beruangnya? Mia pun kembali berucap, "Sampai-sampai Babe gak mau punya adik." Ia tertawa sebentar ketika mengingat itu, begitu pun dengan Echa. "Kami menjaga dan melindungi Babe dengan baik, Cha."
"Mungkin ... karena faktor seperti ini, di luar, sebagai seorang pria, Babe merasa dia bisa dan perlu melindungi dan menjaga orang lain. Bahkan, suka jika bisa diandalkan oleh banyak orang." Mia tampak berpikir. "Terutama wanita." Ia melihat ekspresi wajah Echa yang berubah.
"Suatu hari, pernah rindu mama ke Babe udah terlalu besar, waktu dia di London. Mama pergi ke kamar Babe, geledah semua barang-barangnya di sana, sampai tertidur." Ia tersenyum kecil mengingatnya, lalu memandang Echa semangat. "Echa tahu, mama nemuin apa?" tanyanya, yang hanya dijawab gelengan kecil oleh Echa.
"Mama nemuin foto-foto Echa, satu buku tulis penuh yang isinya cuma nama panjang Echa, terus ... tulisan-tulisan singkat di banyak kertas yang saling berhubungan." Ia tersenyum senang. "Di situ mama sadar, walau Babe dekat sama banyak gadis yang kami tahu dia gak memakai perasaan, ternyata selama ini dia bisa menyukai seorang gadis."
Echa mengernyit, ia tertawa kemudian. "Tentu saja Egi bisa menyukai gadis, Ma." Ia berhenti tertawa, lalu memandang Mia penasaran. "Memangnya Mama, papa, sama Bang Geo, pernah ngira ...." Ia menatap horor.
Mia tertawa. "Maksudnya, takut Babe gak punya hati," katanya. Ia lalu meraih tangan Echa, menggenggamnya lembut. "Cha, Babe hanya sedang bingung, karena dia belum bisa tegas sama perasaannya. Mama di sini gak bermaksud berpihak, karena apa pun yang terjadi, Echa, dan adik-adik tetap anak mama." Ia menatap Echa serius, sambil tersenyum tulus. "Mama berharap, Echa bisa mengikuti kata hati sendiri. Jangan sampai terpengaruh apa pun."
Echa terdiam sejenak. Ia menjadi sangat sedih. Namun, ia tetap mengontrol ekspresi wajahnya.
Ia tersenyum kecil sambil mengangguk kemudian. "Makasih, Ma," ungkapnya lemah. Mia tersenyum, ia bahkan berjalan untuk duduk di sebelah Echa, dan memeluk gadis itu.
Tentu saja perasaan Echa masih sama seperti dahulu. Bukankah selama ini ia selalu menjaganya? Namun, sikap Egi seperti itu, menyakitinya. Apalagi sekarang, gadis itu ada di sini.
Mereka melepaskan pelukan. Echa lalu tertawa kecil. "Janji ya, Ma. Apa pun yang terjadi, Echa tetap anak Mama?"
Mia mengangguk. "Tentu!" serunya semangat. "Nanti mama jodohkan Echa dengan pria lain yang cocok sama Echa."
KAMU SEDANG MEMBACA
BABEGI & SAYYA
Romantizm[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Sequel dari BABEGI. International School of Talents (IST) menjadi saksi kisah komedi-romantis terseru dengan sentuhan islami.🔥 Kini, kisah mereka berlanjut di bangku perkuliahan! BABEGI & SAYYA "K...