"Kita semua sama. Sama-sama takut kehilangan seseorang yang dicintai. Ada yang berani berterus terang, tak sedikit juga yang justru melakukan hal-hal bodoh, sehingga membuat semua menjadi rumit."
***
"Apa?" Egi menatapnya serius. Ia berucap pelan, "Pernikahan kita sebentar lagi, tapi lu terlihat ragu. Jangan buat gue takut, Cha."Echa menatapnya sendu. "Lu yakin, mau nikah sama gue?"
Egi terdiam, ia menatap dalam-dalam mata gadis yang dicintainya itu. Mencari maksud dari pertanyaannya barusan. Pertanyaan macam apa itu?
"Gue udah yakin sedari IST, Cha." Ia menunduk sebentar, lalu kembali memberanikan diri untuk menatapnya. "Apa gue nyakitin lu, Cha? Apa gue buat lu ragu?"
Echa menggeleng kuat. Ia menjelaskan, "Hal ini juga meneror gue secara tiba-tiba, Gi. Gue takut gagal, dan punya anak-anak yang tidak bahagia dengan hidupnya."
"Kenapa lu mikir begitu?" tanyanya heran, bercampur khawatir.
"Maaf, Gi," bisiknya. "Gue terlahir dari keluarga yang berantakan. Anak yang dibesarkan dengan baik kayak lu ... lu gak bakal ngerti, Gi."
"Apa muncul perasaan trauma berumah tangga?" tanya Egi hati-hati. Hatinya ingin menangis melihat anggukan lemah dari gadis di hadapannya. Bahkan, gadis itu menutup wajah dengan tangan. "Cha ...," panggil Egi lembut, membuatnya menurunkan tangan. "Makasih banyak udah jujur. Makasih juga karena lu udah percaya sama gue sehingga lu berani ungkapin segalanya."
"Apa lu bakal ninggalin gue?" tanyanya lirih. "Gue takut lu gak nyaman, dan kesulitan karena gue, Gi."
"Kenapa lu bisa berpikiran begitu?" tanyanya sabar.
"Gue takut nanti bertingkah dan membebani lu, Gi." Echa tidak berani memandangnya, ia menunduk. "Apalagi mental gue pernah terganggu."
Egi sedih mendengarnya. Kenyataan bahwa, ia baru tahu jika ternyata selama ini Echa mengalami lebih banyak kesulitan tanpa ia ketahui, membuatnya sangat sakit.
"Cha ... lu akan kaget kalau tahu setulus apa perasaan gue, dan sebesar apa kesungguhan gue untuk meminta lu jadi istri dan ibu dari anak-anak gue nanti," ungkapnya tulus sambil menatap lembut Echa.
Echa tersentuh mendengarnya, ia kembali menatap Egi penuh harap. Tentu saja ia tidak mau pria itu pergi.
"Menyerah adalah kata-kata yang gak pernah terlintas di otak gue, Cha, apalagi ninggalin lu. Gue mohon ... lu izinin gue untuk berjuang sama lu, ya," pintanya memohon. "Gue janji bakal jadi pria yang bisa lu andalkan. Gue janji menjaga, merawat, dan buat lu bahagia. Bahkan, keluarga kecil kita nanti." Nadanya terdengar lirih, dan penuh harap. Ia bersungguh-sungguh. "Kita bisa jadi orangtua yang baik, Cha. Seperti kata lu ... gue dibesarin Mama Mia sama Papa Phi yang baik, mereka jadi motivasi dan panutan gue dalam berumah tangga nanti. Lu juga bisa jadiin orangtua lu motivasi, supaya lu gak melakukan hal yang sama, lu lebih paham tentang hal-hal yang gak seharusnya dilakukan orangtua nanti." Ia tersenyum kecil. "Lihat, kita akan jadi orangtua yang hebat, 'kan? Lu harus yakin dulu, ya," pintanya. "Gue selalu di sini, bersama lu, dalam keadaan apa pun."
Kedua tangan Echa menutupi wajah. Air matanya mengalir karena ketulusan pria di hadapannya. Mengapa ia seberuntung ini sekarang? Dulu ia sempat khawatir dengan masa depan yang penuh tekanan, dan bagaimana ia akan menghadapinya nanti. Namun ternyata, hal-hal baik menyapanya. Seperti kuliah di jurusan impian, dan dicintai oleh pria yang juga sangat dicintainya. Ia rasa ini anugerah terbesarnya. Akhirnya ada seseorang yang mau menjadi bagian dari kehidupannya yang sulit dan sepi. Menjadi tempat sandaran saat ia sudah lelah untuk berpura-pura, dan menceritakan segala rasa sakitnya. Ia tidak menyangka, jika orang yang seperti itu akan ada untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BABEGI & SAYYA
Romance[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Sequel dari BABEGI. International School of Talents (IST) menjadi saksi kisah komedi-romantis terseru dengan sentuhan islami.🔥 Kini, kisah mereka berlanjut di bangku perkuliahan! BABEGI & SAYYA "K...