37. Kabar Pernikahan

55 30 2
                                    

"Aku tidak mungkin diam ketika orang lain menyakitimu. Karena hal itu melukai harga diriku."
***


"APA!?"

Gevan refleks menutup telinga karena Egi dan Kevin berteriak serentak di depannya.

"Minggu ini lu mau nikah!? Sama Reline?" Egi sedikit tak percaya. Sebenarnya, ia sangat terharu. Tak menyangka saja, sahabat bobroknya ini akan segera berumah tangga.

Gevan duduk di sofa sambil melempar bantal. Ia lalu berkata, "Gue nikah sama Echa."

Tangan Egi langsung menempel di kepalanya, dan memukulnya berkali-kali. "Amit-amit, astaghfirulloh."

"Eh! Hati-hati, dong! Calon pengantin ini," ucap Gevan sambil menyingkirkan tangan sahabatnya itu. "Lagian, lu pake nanya. Ya jelas sama Reline lah!"

Atensi Egi dan Gevan pun langsung beralih ke sudut ruangan. Mereka saling tatap sebentar, kemudian mengernyit ke arah Kevin yang terlihat menangis. "Gue gak nyangka, Gevan bakal pergi secepat ini," ungkapnya serak.

Gevan lagi-lagi melayangkan bantal sofa di dekatnya ke arah Kevin—yang tepat mengenai kepala sahabatnya itu. "Woi! Gue mau nikah, bukannya meninggal!" serunya tak terima.

"Maksud gue, lu bakal pergi ninggalin gue. Ngebiarin gue tinggal sendirian di sini," jelas Kevin dramatis.

Gevan mengurut kening. Mengapa teman-temannya dramatis sekali seperti para gadis?

"Gue tetap tinggal di sini, kok," ungkapnya sabar.

"Oya? Lu gak tinggal bareng Reline?" tanya Kevin sedikit heran.

"Lihat aja ntar," jawabnya singkat. "Pokoknya yang paling penting sekarang, kalian beberapa hari ini harus bekerja keras, bantuin gue cek persiapan pesta."

"Karyawan lu kan banyak?" tanya Egi. "Bukannya mudah dan cepat buat mereka?"

"Gi, sebuah acara lebih bermakna kalau ada kontribusi kita langsung di dalam mempersiapkannya," jelas Kevin yang sudah terbiasa menjadi babu organisasi. "Gue bakal libur demi lu sama Reline, Gev."

"Gue juga!" seru Egi semangat.

Gevan memandang Egi malas. Ia tampak lelah sekali. "Lu kan emang libur kuliah?"

Sementara itu, Egi hanya tertawa meresponsnya.

"Lu capek banget ngurus Z Star?" tanya Kevin iba. Ia berjalan mendekat, lalu duduk di samping Gevan yang menyender di lengan sofa. Sedangkan Egi duduk di lantai.

Gevan mengangguk. "Ayah mau ngelepas Z Star secara resmi ke gue, setelah lulus kuliah nanti." Ia lalu mengeluarkan kartu identitas dari dalam saku. "Tetapi gue ... udah buat ini dari sekarang!" serunya sambil tertawa.

Egi dan Kevin menggeleng melihat kartu tersebut. Di sana tertulis Gevan sebagai CEO Z Star. Kevin mengambilnya, lalu menempelkan ke jidat Gevan. "Bukannya dulu lu gak mau ngurus Z star? Kok sekarang bersemangat?"

"Ya, gue harus penuh tanggung jawab sekarang." Gevan menegakkan badan. Lalu menepuk bahu Kevin dan Egi secara bergantian. "Lagian, gue bakal jadi kepala keluarga. Ini demi perekonomian keluarga kecil gue kelak." Ia tersenyum sambil menaik-turunkan alis.

Egi berdiri, diikuti Kevin. "Udahlah, Kev. Bahas-bahas kepala keluarga dia."

Kevin mengangguk. "Pakai kata-kata keluarga kecil segala."

"Kita mundur aja, yuk," ajak Egi sambil menggandeng tangan Kevin keluar dari flat.

Tawa merdeka Gevan memenuhi ruangan. Ia pun bersorak, "Gak boleh iri!"

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang