18. SERIUS

55 31 10
                                    

"Masa lalu menjadi seberharga ini, ketika kamu turut ada di dalamnya."

*****

Pagi ini sangat cerah. Meski baru pukul tujuh pagi, tetapi terik panas matahari sudah mampu menghangatkan tubuh dengan cepat. Tidak apa, lagian panas pagi tetap menyehatkan.

Egi dan Echa tersenyum lebar melihat gedung IST yang sangat dirindukan. Mereka saling pandang, lalu tertawa bersama. Pasalnya, mereka sama-sama mengenakan seragam sekolah dulu. Sebenarnya hanya Echa, karena posturnya tak berubah banyak. Lagian sewaktu sekolah, ia memakai seragam yang kebesaran. Sedangkan Egi memakai seragam baru, karena seragam lamanya sudah agak kekecilan.

"Rindu banget," ungkap Echa sambil memandang ke arah gedung.

Egi masih memandang Echa, ia tersenyum kecil. "Gue juga."

"Eh, parkiran udah ramai, tapi kok suasana sepi?" tanya Echa bingung. Ia tak melihat satu pun siswa yang berkeliaran, bahkan satpam tidak ada di pos. "Satu orang pun gak kelihatan."

Egi melihat sekitar dengan teliti. "Sepi?" Ia memandang ke arah gedung dengan serius, lalu berucap, "Eh, gue lihat, ada satu orang."

Dengan cepat, Echa memandang pria di sebelahnya dengan tatapan horor. "Satu orang? Di mana?" tanyanya pelan, penuh kewaspadaan. Ia mengikuti arah pandang Egi yang menatap serius ke depan.

Egi melihat sekeliling dengan hati-hati. Ia lalu mendekat, dan memandang gadis di hadapannya dengan serius. "Di sini," jawabnya sambil sedikit membungkukkan badan. 

Echa mendongak. Kedua matanya lantas melebar. "Dia di sini?" tanyanya kaget. "Jadi selama ini, lu bisa melihat penunggu IST? Gak salah, emang ini sekolah angker."

"Satu orang yang cuma bisa gue lihat itu, di sini." Ia menunjuk matanya, lalu menyejejerkan posisi kepala dengan Echa, dan tersenyum kecil. "Lu lihat apa?" tanyanya menatap dalam gadis itu.

Echa menelan ludah, ia mematung sesaat. Harusnya ia tak lupa, seperti apa Babegi ini. 

"Bacot!" serunya sambil menepuk keras kening Egi. Ia berlalu pergi, meninggalkan pria itu yang tertawa sambil memegang keningnya.

Di parkiran, mereka bertemu dengan seorang anak perempuan berusia dua setengah tahun. Anak itu tampak memandang punggung tangan kanannya dengan sedih. Echa dan Egi bersemangat menghampirinya.

"Dela!" seru Echa dan Egi senang. Semantara itu, anak tersebut mengernyit melihat mereka. 

Mana mungkin anak ini masih mengingat mereka. Dulu, waktu usianya sekitar satu tahun, Ibu Dora telah membawanya ke IST. Ya, anak ini adalah anak Ibu Dora, guru BK terbaik yang selalu kerepotan dan bekerja keras sewaktu Egi dan Echa masih suka baku hantam di IST.

Jadi, inilah anak yang lahir, yang sudah menjadi saksi sewaktu dalam kandungan, betapa ibunya kesusahan karena perkara Egi dan Echa. Syukurlah, anak ini lahir dengan selamat, sehat, dan cantik. 

"Tangan Dela luka?" tanya Echa sambil meraih tangan anak itu, yang sedikit tergores.

Mereka berjongkok di depannya. Sementara anak itu, tidak takut sama sekali. Mungkin karena sudah sering bertemu orang banyak, dan dua orang di hadapannya juga memakai seragam sekolah.

Egi duduk bersila, ia memangku anak itu, yang hanya menurut. Sedangkan Echa mengambil botol minum dari dalam tas kecil yang disandangnya, untuk membersihkan luka anak itu. Ia mengeringkan sebentar, lalu mengoleskan krim antibiotik pada luka gores tersebut.

"Udah," kata Echa sambil tersenyum lebar. Ia mengelus pelan kepala Dela, membuat anak itu tersenyum.

"Terima ... kasi," kata Dela bersemangat kembali.

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang