27. Kesalahpahaman

57 31 12
                                    

"Kesalahpahaman tetaplah hanya kesalahpahaman. Namun, hal itu tidak akan terjadi, jika tidak dipancing. Maaf, aku yang salah."

***

Gevan duduk di sofa sambil memerhatikan layar laptop. Ia fokus sekali, karena ayahnya sudah menghendaki untuk segera mengurus Z Star. Jadi, ia harus belajar lebih tentang bisnis dan perusahaannya. Semakin ia memahami, semakin sulit diterima.

Seperti ini, visi utama Z Star, yaitu menyediakan segala kebutuhan pelanggan Very Important Person (VIP) dan Very Very Important Person (VVIP). Meski ruangan lain di gedung berlantai 50 itu turut disewakan. Artinya, mulai dari mencari dan memilihkan gaun pesta seseorang, sampai menyediakan fasilitas liburan termewah, pokoknya apa pun yang pelanggan minta, mereka memenuhi. Walau mereka pernah melayani tamu kehormatan negara, para kalangan atas, sampai orang-orang penting, tetapi bukankah itu artinya Z Star sama seperti pelayan? 

Memikirkan harus melayani dan memenuhi permintaan orang-orang kaya seperti itu, sudah membuat Gevan pusing. Abaikan sejenak keuntungan yang besar.

"Kayaknya Z Star gue jual aja, terus beli bangunan kos-kosan gitu. Kan lumayan jadi juragan kos-kosan," katanya sambil berpikir.

Lamunannya pun terhenti ketika terdengar suara ketukan dari pintu flat. Saat pintu terbuka, tampak Kevin yang langsung masuk sambil menaruh tas sembarang. Ia terburu-buru. "Assalamu'alaikum, Gev. Gue mandi dulu."

"Wa'alaikumussalam. Kegiatan lu udah selesai?" tanyanya. Ia mengernyit melihat pria itu membuka baju dan celana, sehingga hanya boxer selututnya yang terlihat. 

Kevin hendak masuk ke kamar mandi. Sebelum itu, ia menjawab, "Belum selesai. Gue ke sini mau ketemu Ale. Pesan gue gak dibalas, ditelepon gak diangkat."

"Oh!!!" seru Gevan heboh sambil menunjuk Kevin. Ia teringat sesuatu. Ekspresinya ini membuat Kevin terkejut sambil berhenti di ambang pintu untuk berbalik menatapnya. "Lu sama senior itu ngapain sore-sore di dekat sungai? Mesra-mesraan?" tanyanya sedikit tak percaya, mengingat cerita Alea. 

"Ha?" Kedua alis Kevin bertaut. Ia berpikir, dan teringat kejadian waktu itu. "Maksud lu ... Ale melihat ...?"

Gevan mengangguk kuat, kedua matanya melebar. Ia benar-benar penasaran dengan hal ini. "Lu jelasin ke gue, sekarang!"

Pikiran Kevin langsung dipenuhi kecemasan. "Ale lebih penting untuk dengar penjelasan gue." 

Setelah mengatakan itu, Kevin langsung memelesat pergi meninggalkan flat. Gevan melotot melihatnya, ia mencoba memanggil, "Woi, Kev! Pakaian lu!" teriaknya.

Ia pun bergegas mengambil pakaian Kevin, lalu berlari menyusul pria itu, yang sudah keluar dari gedung, menuju gedung di seberang. 

"Kev!" panggilnya terus sambil mengangkat sebelah tangan yang memegang pakaian pria itu. Ia turut masuk ke gedung, lalu melihat Kevin yang bergegas menaiki tangga. 

Sepertinya tujuan pria itu ingin ke lantai tiga, karena di sana flat Alea dan Reline berada. Gevan mengatur napas, sebenarnya ia sudah biasa naik-turun tangga ini, tetapi karena sedang terburu-buru ditambah rasa khawatir kepada sahabatnya yang belum mengenakan pakaian itu, membuat napasnya tak beraturan.

Sementara itu, Alea bangkit dari sofa ketika mendengar suara ketukan pintu, yang terdengar tidak sabaran. Ia berjalan cepat, lalu membuka pintu tersebut.

Sontak matanya melotot dengan kedua alis terangkat. Ia mengalihkan pandangan dengan cepat. Sedangkan Reline menyusul, berdiri di belakang Alea. Gadis itu sedang memegang sepiring buah, dan hendak menyuap. Namun, karena melihat pemandangan di depannya—Kevin yang hanya memakai boxer selutut dengan Gevan berdiri tak jauh di belakang sambil mengangkat sebelah tangan yang memegang pakaian, dan mereka sama-sama mematung—, membuat ia mengempaskan buah ke piring, sambil menggerutu kesal. Ia pun pergi dari sana, menghindari pemandangan bodoh di depannya.

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang