3. ketika semesta menjadi saksi bisu

26 32 9
                                    

Perjalanan menghabiskan waktu sekitar dua jam atau lebih, hingga tibalah di tempat tujuan. Satu persatu siswa turun dari bus.

"Wah, tercium aroma alam yang khas" ujar Alfa setelah turun dari bus dan mengendus-ngendus.

Chan mendekatkan burgernya ke hidung Alfa. "Bagaimana dengan ini?"

"Eeemm ..." gumam Alfa yang masih mengendus. Segera Alfa membuka mulutnya dengan lebar dan melahap burger Chan hampir separuh.

"Hei!" ketus Chan.

Masing-masing kelas ada dua guru yang memantau. Satu guru pria dan satu wanita. Miss Hasna menjadi salah satu guru pendamping sekaligus wali kelas 12 IPA 1. Pak Andre berjalan di depan, dan di susuli para siswa di belakang.

Sambil berjalan, Chan terus saja mengoceh, meski tak ada satupun yang menghiraukannya. Bahkan teman terbaiknya, Alfa.

"Hidup saja tidak cukup. Seseorang harus memiliki sinar matahari" Chan menunjuk ke langit yang memancarkan cahaya di sela-sela dedaunan pohon yang rindang.

"kebebasan dan sedikit bunga" lanjut Chan sembari memetik bunga dan memberikannya ke Alfa.

"Dari Hans Christian Andersen"

Alfa menghela nafas dan justru mendorong Chan yang menawarkan sepucuk bunga kecilnya.

Hari mulai senja. Semua siswa sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang bertugas mendirikan tenda, menyiapkan keperluan makan malam, membereskan peralatan, dan mengumpulkan ranting kayu untuk membuat api unggun.

Tepat di depan tenda, langkah Alea terhenti. Padahal dia sedang memikul ranting kayu yang lumayan banyak dan berat. Di hadapannya ada Bella yang sedang memegang baju yang terlipat dengan rapi. Bella baru saja menggantikan bajunya dengan blus dan bawahan rok midi yang membuatnya terlihat semakin elegan.

Mereka saling bertatapan dengan perasaan canggung. Kejadian di bus tadi, terus terngiang dalam ingatan.

"Mending Lo ganti baju aja dulu! Nanti sisanya biar gue yang ngerjain" Bella pun berjalan pergi dengan raut datar.

Malam pertama dan malam terakhir, sama saja bagi Alea. Hari berlalu tanpa simpati, perasaan yang terus di selimuti rasa gundah dan memudarkan garis bibir yang tersenyum dan tertawa.

Pandangannya di penuhi orang-orang yang bersuka cita, mendengarkan suara tertawa dan Senda gurau di antara teman-temannya.

Terdengar bunyi kafilah-kafilah angin berembus dari selatan. Jiwa raganya kosong. Meski semua teman-temannya duduk berkumpul di depan api unggun yang cukup menghangatkan dengan sekedar berbagi kisah. Besok mereka sudah harus balik, jadi mereka benar-benar menikmati moment terakhir di sana.

"Sebenarnya gue belum pengen pulang. Rasanya seru banget bisa camping bareng-bareng gini" ujar Fares.

Beryl tiba-tiba memainkan gitarnya di sela-sela pembicaraan. Semua menyuruh Gavin untuk ikut bernyanyi. Suara deep voice keduanya jika di gabungkan bakal ambyar.

"I know you're somewhere out there
Somewhere far away" di akhir menyanyikan lagu Talking to the moon, Gavin sempat melirik ke Alea.

Semua bertepuk tangan untuk nyanyian mereka berdua yang cukup merdu.

"Gusy, dah siap tuh! Yang mau makan, silahkan!" Chan memegang piring yang isinya ada daging yang baru siap di panggang bareng Ethan dan Gio, lalu duduk di samping Alfa.

Semua bangun dan menyerbu berbeque daging sapi yang aromanya sangat mengiurkan.

"Lo ngambil untuk sendiri doang?!" Alfa melirik Chan.

Chan mengangguk.

"Dasar!!"

"Alea, Lo mau gue ambil juga?" tanya Oliv yang menoleh ke Alea.

"Nggak usah"

Bella membuang muka ketika Alea menatapnya. Lalu pergi bersama Oliv dan Rissa. Alea merenung, hp di genggamannya terus bergetar, notif pesan terus masuk.

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang