28

2 4 0
                                    

Namun, jiwa gadis itu sudah tak bisa terkendali. Hati yang terasa pedih dan menahan amarah yang berapi-api. Di mana emosi sedang mencakar langit-langit gelap. Tangan yang tak henti menerjang memberontak. Hingga Kak Nicole sudah tak sanggup menghalanginya.

Mendadak Freya tergemap. Seketika ia terdiam membisu. Saat memperhatikan lengan Alea, ada bekas luka yang tampak pelik dan tak asing. Ia menyadari suatu hal. Jika bekas luka itu terlihat serupa dengan yang di miliki Diana pada bagian bahu kirinya. Setiap goresan saling berhubung hingga membentuk lambang Heartless.

Tak berselang lama, dua orang pria berumur sekitar tiga puluhan masuk ke dalam ruangan. Keduanya mengenakan jaket kulit bewarna hitam. Salah satunya membawa kamera digital yang di gantung di leher. Mereka dari tim Disaster Victim Investigation (DVI) Polri yang juga berwewenang dalam tim forensik.

"Detektif Nicole!" sapa salah satu petugas tersebut sembari sedikit menundukkan kepalanya. Lantas ia juga menyapa Freya, Mama, dan dokter ahli forensik yang berada di sana, dengan cara yang serupa.

"Kami turut berduka kepada keluarga korban" ucap petugas yang beralis tebal.

"Tapi mohon maaf untuk saat ini, kami minta agar keluarga korban dapat menunggu di luar" sambung petugas di sebelahnya, yang membawa kamera dan bertubuh lebih kurus namun kekar.

"Ibu yang tenang! Kami akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dan sekarang ada hal yang harus kami perbincangkan" pungkas petugas beralis tebal.

"Iya Tan" suara Kak Nicole agak serak.

Dengan langkah kecil yang terasa berat, Freya berjalan menghampiri sang Mama untuk membawanya ikut keluar ruangan. Sementara Kak Nicole akan tetap berada di sana bersama tim forensik. Lantas ia menepuk pundak Freya saat berjalan melewatinya.

Sudah pukul 17.20, Freya bersama sang Mama duduk di bangsal depan ruang otopsi. Meski perasaan rapuh dan pikiran yang tak karuan, Freya berusaha tetap tegar dan terlihat kuat untuk menjadi sandaran bagi sang Mama. Pelukan hangat dari Freya membuat Mama agak membaik dan lebih tenang.

"Mama tak pernah menyangka akan bertemu denganmu dalam kondisi seperti ini. Padahal tak hanya Mama yang menunggumu, tapi Alea juga. Kami sangat merindukanmu. Tapi takdir berkata lain" ujar Mama.

"Mungkin Mama udah gak sanggup bertahan hidup jika kamu gak ada di sisi Mama sekarang. Mama udah gak punya harapan"

"Mama jangan bicara seperti itu!" sahut Freya sembari memeluk erat mamanya.

Sementara itu, Kak Nicole bersama tim forensik masih memperbincangkan hasil penyelidikan dan otopsi yang telah berlangsung.

"Saat ini, kami belum melakukan otopsi pembedahan mayat. Tapi dari hasil pemeriksaan medis, kami mendapati sejumlah luka yang ditemukan pada bagian kepala, wajah, dan betis korban akibat pukulan benda tumpul. Bagian betis paling parah, kemungkinan korban mengalami patah tulang tungkai bawah yang membuatnya sulit berjalan. Tak hanya itu, ada bekas cekikan di leher korban, yang memungkinkan korban hampir kehilangan nafas, sebelum akhirnya korban di tikam dengan pisau sebanyak dua kali di bagian perutnya"

Mendengar penjelasan dari dokter ahli forensik itu, Kak Nicole sampai membungkam mulutnya dengan tangan. Betapa ironisnya tragedi pembunuhan itu. Siapapun pelakunya, pasti ia sudah kehilangan hati nurani dan kekejaman itu merenggut nyawa gadis belasan tahun, jiwa yang tak bersalah.

Sang dokter wanita setengah baya itu menyampaikan semua informasi penting untuk membantu penyelidikan. Hingga berselang dua puluh menit kemudian, Kak Nicole bersama dua pria berjaket hitam keluar ruangan. Seketika Freya memalingkan wajahnya saat mendengar suara Kak Nicole yang sedang berbicara dengan kedua pria itu.

"Sepertinya pelaku sudah menghilangkan barang bukti dari TKP seperti alat yang di gunakan untuk membunuh. Tapi anehnya tak ada jejak atau petunjuk yang bisa kami temukan seolah pelaku sangat cerdik" ujar pria yang bertubuh lebih kurus sembari menutup pintu.

Kak Nicole terdiam sejenak dan merenung, mencoba berpikir kritis. Mungkin ponsel yang di tinggalkan Alea, menjadi satu-satunya petunjuk yang paling penting untuk saat ini.

"Em, satu hal lagi. Seperti yang sudah ku katakan, saat kami datang ke TKP, kami menemukan korban dalam kondisi tangan yang di ikat dengan simpul tali ..."

"Bawa semua bukti sekecil apapun termasuk simpul tali itu ke ruangan saya besok" Kak Nicole langsung memotong pembicaraan pria itu.

"Baik detektif!" sahutnya.

Freya mendengar semua percakapan mereka meski agak samar. Ia bangkit dari tempat duduknya.

"Sebentar ya, Ma!" ucap gadis itu.

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang