9

7 11 0
                                    

"Hasratku membisikkan
Dulu aku menginginkanmu kembali
Kesendirianku telah membutakan logika
Seumpama embun yang jatuh dini hari terperangkap dalam timbunan daun mati"

Setibanya di rumah, Alea di tuntun sang Mama turun dari mobil. Sedangkan Kak Nicole mengeluarkan barang-barang dari job mobil.

  “Pelan-pelan Alea!” ujar sang Mama yang mengkhawatirkan kondisi Alea.

Gadis itu terpaku melihat rumah megah berlantai dua yang membuat ia tercengang dan terpana dengan interior dan desain rumah itu yang modern dan klasik. Seakan ia tak percaya akan masuk ke dalam rumah itu.

  “Ini rumahmu, Alea” Mama menggandeng tangan Alea.

Alea tersenyum sambil menghela nafas.

  Mama kembali keluar rumah untuk membantu Kak Nicole membawa masuk barang-barang ke dalam. Alea duduk di atas sofa sambil terus celingak-celinguk mengamati isi dalam rumah itu. Tepat di sebelahnya, ada vas yang kelihatan mewah dan mahal. Sebuah lukisan abstrak terpajang di dinding semakin menambah kesan klasik ruangan itu. Warna monokrom abu-abu pada furnitur, cat dinding, hingga tirai. Tampilan ruangan yang begitu nyaman, minimalis dan elegan.

  “Wah, sofa ini nyaman banget!” ujar Alea sembari menyandarkan kepalanya.

  “Gimana Alea? Kamu rindu kan dengan suasana rumah?” Kak Nicole menghela nafas usai menaruh barang-barang yang di pikulnya. Mama pun begitu, ia langsung menumpuk tas di atas lantai.

  “Nih, langsung di bawa naik ke atas aja, ya Tan?” Kak Nicole kemudian kembali mengangkat barang-barang itu untuk di naikkan ke lantai dua.

  “Emangnya sanggup? Sini Tante bantu!”

Kak Nicole menggelengkan kepalanya dan terus berjalan sembari membawa barang-barang itu yang kelihatan lumayan berat.

  Alea masih cengar-cengir melihat seisi rumah itu. Ia seolah terhipnotis dan terkesima. Hingga tersadar saat Kak Nicole memanggil dirinya.

“Alea, kamarmu ada di atas!” Kak Nicole sudah mulai ngos-ngosan padahal baru menaiki tangga. Ia juga berpeluh keringat.

  Alea segera bangkit dari duduknya dan berjalan tertatih-tatih.

  “Mau ke mana Alea?” tanya Mama menghampiri Alea Sembari menggandeng tangan Alea.

  “Tak apa, Ma! Aku bisa sendiri!” ujar Alea melepas tangan Mamanya.

  Alea terus berjalan tertatih-tatih. Perlahan melangkah menaiki tangga.

  Usai meletakkan barang dan berberes, Kak Nicole segera berjalan dan menuruni tangga.

“Jangan paksakan diri sendiri! Kakimu masih sakit kan?”

  Alea hanya terdiam, menatap ke arah Kak Nicole.

Kak Nicole mencibirkan bibirnya lalu melangkah turun sembari membelai rambut Alea. “Ah, kau ini!”

Namun Alea langsung menepis tangan kak Nicole dengan wajah kusut. Kak Nicole hanya tertawa kecil.

  “Tan, masih ada yang bisa aku bantu?” tanya Kak Nicole.

  Tante Saras menggelengkan kepalanya.

  “Ok kalau gitu, Nicole pamit ya, Tan! Kalau butuh apa-apa kabarin Nicole aja, pasti Nicole usahain untuk bantu!”

  Tante Saras tersenyum. “Terima kasih Nicole! Kamu sudah banyak membantu!”

  “Tante, aku kan sudah bilang, itu sudah menjadi kewajibanku”

  Di lantai dua, Alea hanya terus-terusan melihat sekeliling dan berjalan tanpa arah.

“Alea!” panggil Mama.

  Alea menoleh.

  “Alea, kamu pasti ingin melihat kamarmu, kan?” Mama menghampiri Alea dan menunjukkan kamar miliknya.

  Mama membuka pintu dengan lebar. Dari luar, terlihat kamar itu sangat rapi, bersih, cantik dan minimalis.

  Alea tersenyum dan melangkah masuk ke dalam kamar itu. Ia lagi-lagi terpana. Seolah baru kali pertama ia melihat ruangan kamar seindah itu. Kombinasi furnitur bergaya vintage, motif feminin seperti floral, serta campuran warna pink dan putih yang serasi yang menambah kesan feminin. Desain wallpaper bunga memberikan kesejukan tersendiri dan terlihat begitu nyaman.

  Malam harinya, Mama membawakan obat dan segelas air putih ke kamar Alea.

  “Alea!” panggil Mama dengan suara lembutnya masuk ke dalam kamar.

“Nih, di minum dulu obatnya!”

  Alea segera bangun dan meminum obat yang sudah di bawakan oleh ibunya.

  “Ma, aku ingin segera masuk ke sekolah. Aku penasaran tentang sekolahku, teman-teman di sana, guruku dan sudut pandang mereka terhadapku”

  “Alea, kondisi kamu masih kurang stabil. Jadi, besok kamu jangan masuk sekolah dulu sampai kondisi kamu benar-benar pulih”

  “Nggak, Ma! Aku sekarang udah baik-baik aja kok! Besok aku akan masuk sekolah!"

  Mama memandang Alea sembari menghela nafas. Tiba-tiba hp genggam mama di atas meja berdering. Ternyata, panggilan itu dari Tante Nadine, ibunya Kak Nicole.

  “Halo, Mbak” Mama mengangkat telepon itu.

  “Iya, Saras! Gimana keadaan Alea sekarang? Maaf, Mbak belum sempat jenguk Alea. Mungkin besok Mbak akan balik ke Jakarta. Dan langsung ke sana buat jenguk Alea”

  “Gak apa, Mbak ...”

  “Ma, siapa?” tanya Alea di sela-sela pembicaraan Mamanya.

  “Tante Nadine. Katanya Tante Nadine mau jenguk kamu besok” jawab Mama.

  “Bilang saja tidak usah. Lagipun aku sudah baikan sekarang!” pungkas Alea.

  “Oh, Alea kamu udah baikan! Syukurlah!” sahut Tante Nadine lewat handphone. Ia mendengar suara Alea.

  Mama berjalan menjauh dari Alea. Tak berselang lama, usai mengobrol beberapa menit, Mama mematikan panggilan itu.

  “Alea, jangan begitu! Tante Nadine itu, saudara Mama dan ibunya Kak Nicole. Biasanya kamu senang jika Tante Nadine datang ke rumah. Besok, Tante Nadine akan bawakan oleh-oleh untukmu. Katanya, kamu pernah minta itu ke Tante Nadine”

  “Ma, aku mau tidur! Besok aku akan masuk sekolah!” ujar Alea dengan raut datar.

  “Ya udah, Mama keluar kalau begitu!” ujar Mama sembari berjalan dengan handpone di tangannya.

  “Oh ya, Alea! Karena kamu kehilangan handphone, jadi Mama akan belikan yang baru untukmu” ucap Mama sebelum keluar kamar.

  Alea tak merespon. Sebelum menutup pintu, Mama mematikan lampu.

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang